-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Senin, 14 April 2025 | April 14, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-14T10:14:48Z


PERAN GURU DAN ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF



Dea Ningrum Palupi

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa deaaningrumpalupi@gmail.com




Abstrak

Pendidikan inklusif merupakan sistem pendidikan yang memberikan kesempatan bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, untuk belajar bersama di sekolah reguler tanpa diskriminasi. Keberhasilan pendidikan inklusif sangat bergantung pada peran guru dan orang tua. Guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang harus mampu menciptakan metode pengajaran yang fleksibel dan inklusif, sementara orang tua berperan dalam memberikan dukungan emosional serta membangun komunikasi yang baik dengan sekolah.

Artikel ini membahas konsep pendidikan inklusif, peran guru dan orang tua, serta tantangan yang dihadapi dalam implementasi pendidikan inklusif. Beberapa tantangan utama meliputi kurangnya pelatihan bagi guru, keterbatasan fasilitas pendidikan inklusif, dan minimnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya inklusivitas dalam pendidikan. Untuk mengatasi kendala tersebut, diperlukan kebijakan yang konkret dari pemerintah, peningkatan kapasitas guru, serta kolaborasi erat antara sekolah, orang tua, dan masyarakat.

Kata kunci: pendidikan inklusif, peran guru, peran orang tua, pembelajaran inklusif, tantangan Pendidikan




PENDAHULUAN

Pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, untuk belajar bersama di sekolah reguler. Tujuan utama dari pendidikan inklusif adalah memastikan bahwa setiap anak mendapatkan hak yang sama dalam memperoleh pendidikan tanpa adanya diskriminasi. Sistem ini berusaha menciptakan lingkungan belajar yang ramah, adaptif, dan mendukung perkembangan optimal bagi semua siswa, tanpa  memandang  perbedaan  fisik,

intelektual, sosial, emosional, maupun bahasa.

Dalam praktiknya, pendidikan inklusif membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, terutama guru dan orang tua. Guru memiliki peran strategis dalam menciptakan metode pembelajaran yang responsif terhadap kebutuhan beragam siswa. Sementara itu, orang tua berperan dalam memberikan dukungan emosional serta membangun komunikasi yang baik dengan sekolah guna mendukung perkembangan anak secara menyeluruh.

Artikel ini akan membahas secara mendalam peran guru dan orang tua dalam pendidikan inklusif serta tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan lingkungan pendidikan yang inklusif dan ramah bagi semua peserta didik.



Kajian Teori

  1. Konsep Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif adalah suatu konsep atau pendekatan pendidikan yang bertujuan untuk mencangkup semua individu tanpa terkecuali (Johnsen & Skjorten, 20024). Inklusif juga diartikan sebagai sistem layanan pendidikan khusus yang harusnya semua anak berkebutuhan khusus dan anak berkelainan untuk menerima layanan pendidikan disekolah- sekolah terdekat, dalam kelas-kelas biasa bersama teman-teman sebaya mereka (Sapon & Shepin, 2007) . 

Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018), pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus, untuk memperoleh pendidikan yang layak dalam lingkungan yang sama. Pendidikan inklusif menekankan pada keberagaman dan kesetaraan dalam pembelajaran.

UNESCO (2009) juga menegaskan bahwa pendidikan inklusif adalah upaya untuk mengakomodasi semua peserta didik dengan kebutuhan yang berbeda-beda dalam satu sistem pendidikan yang sama, dengan menyesuaikan kurikulum, strategi pembelajaran, serta lingkungan sekolah. Pendidikan inklusif menuntut perubahan dalam sistem pendidikan agar lebih fleksibel dan dapat diakses oleh semua anak tanpa terkecuali.

  1. Sejarah Pendidikan Inklusif di Dunia dan Indonesia. 

Sejarah pendidikan Inklusif di dunia dimulai dari sebuah gerakan yang memperjuangkan hak-hak individu dengan kebutuhan khusus untuk mendapatkan akses pendidikan yang setara. Pada awalnya, pendidikan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus diadakan secara terpisah dalam institusi khusus atau sekolah segregasi. Namun, seiring dengan berkembangnya pemahaman tentang hak asasi manusia dan kesetaraan, konsep pendidikan inklusif mulai muncul. Pendidikan inklusif menekankan bahwa setiap anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus berhak belajar bersama dilingkungan leguler. Gerakan ini mendapata momentum global terutama setelah Deklarasi Salamanca pada tahun 1994 oleh UNESCO.  Yang menegaskan bahwa setiap sekolah leguler dengan orientasi inklusif merupakan cara efektif untuk melawan deskriminasi, menciptakan masyarakat yang inklusif, dan mencapai pendidikan untuk semua. 

Di dunia internasional perkembangan pendidikan inklusif sangat dipengaruhi oleh berbagai kebijakan perjanjian internasional. Selain Deklarasi Salamanca, Konvensi PBB tentang hak-hak Penyandang Disabilitas yang diadobsi pada tahun 2006 juga menjadi tinggak penting dalam memperkuat hak atas pendidikan inklusif. Konvensi ini menegaskan bahwa negara-negara harus memastikan bahwa orang-orang dengan disabilitas memiliki akses yang sama ke pendidikan umum disemua tingkatan. Dinegara-negara maju seperti Amerika Serikat pendidikan inklusif telah diterapkan secara luas melalui undang-undang seperti Individuals With Disabilities Education Act (IDEA). Undang-undang ini menjamin hak-hak anak disabilitas untuk mendapatkan fasilitas disekolah umum dengan lingkungan yang paling sedikit memberikan batasan bagi mereka. 

Di Indonesia, konsep pendidikan inklusif mulai dikenal pada abad ke-20, seiring dengan berkembangnya kesadaran akan penting memberikan kesempatan yang setara kepada semua anak untuk mendapatkan pendidikan. Pada awalnya, pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia juga dilakukan di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang bersifat segregatif. Namun, dengan adanya pengaruh global dan kebijakan pemerintah mulai muncu sekolah-sekolah leguler yang membuka bagi semua siswa berkebutuhan khusus. Kebijakan nasioanal seperti Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanl No.70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat menjadi dasar hukum yang mendorong implementasi pendidikan inklusif di Indonesia. 

Implementasi pendidikan inklusif di indonesia menghadapi beberapa tantangan termasuk kurangnya kesadaran dikalangan guru dan masyarakat, keterbatasan sumber daya serta belum meratanya akses ke pendidikan inklusif disluruh wilayah. Namun, ada pula banyak akses diaman sekolah-sekolah diberbagai daerah behasil menerapkan pendidikan inklusif dengan baik, menyediakan lingkungan yang ramah bagi semua siswa, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Misalnya, dibeberapa daerah di Indonesia yaitu Yogyakarta dan Surabaya telah menjadi percontohan dengan menerapkan pendidikan inklusif dimana siswa dengan dan tanpa kebutuhan khusus belajar bersama dalam suasana yang harmonis dan saling mendukung. 

Secara keseluruhan Pendidikan Inklusif di dunia dan indonesia terus mengalami perkembangan seiring dengan peningkatan kesadaran akan pentingnya pendikan yang adil dan merata bagi semua. Meskupun masih banyak tantangan yang harus dihadapi dan diatasi, komitmen global dan nasioanal untuk memperluas akses pendidikan inklusif menunjukkan bahwa langkah-langkah meuju terciptanya masyarakat yang inklusif yang setara semakin nyata. Bagi Indonesia, keberhasilan dalam mengimplementasikan pendidikan inklusif tidak hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan tetapi juga akan mendorong terbentuknya masyarakat yang adil dan toleran. 

  1. Prinsip-Prinsip Pendidikan Inklusif 

Pendidikan inklusif bertujuan untuk memastikan bahwa setiap anak tanpa memandang perbedaann fisik, mental, sosial atau budaya mendapatkan hak yang sama dalam pendidikan. Adapun beberapa prinsip dalam pendidikan inklusif, yaitu:

  1. Kesetaraan Akses

Kesetaraan akses berarti bahwa semua anak memiliki hak yang sama untuk mengakses fasilitas pendidikan tanpa deskriminasi. Dibanyak sekolah inklusif kesetaraan akses diwujudkan melalui penyediaan fasilitas yang ramah bagi semua siswa. Termasuk aksibilitas fisik seperti ram suatu permukaan miring untuk korsi roda, alat bantu dengar serta materi pembelajaran yang dapat diakses siswa dengan berbagai kebutuhan khusus. 


  1. Partisipasi Aktif

Prinsip ini menekan bahwa semua siswa termasuk mereka yang berkebutuhan khusus harus diberikan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam setiap aspek kehidupan sekolah seperti diskusi kelas, proyek kelompok, hingga partisipasi dalam kegiatan ekstrakulikuler. 


  1. Penghargaan Terhadap Keberagaman. 

Penghargaan terhadap keberagaman berarti bahwa sekolah harus mengembangkan kurikulum dan strategi yang mencerminkan dan menghargai perbedaan- perbedaan ini. 


  1. Pengembangan Kurikulum Yang Fleksibel. 

Pengembangan kurikulum yang fleksibel memungkinkan bahwa setiap semua siswa dengan berbagai kemampuan untuk belajar dengan cara yang efektif bagi mereka. Contohnya, siswa dengan gangguan belajar mungkin membutuhkan kurikulum yang sesuai dengan strategi pembelajaran yang visual dan kinestetik.  


  1. Kolaborasi dan Kerjasama. 

Pendidikan inklusif tidak dapat berhasil tanpa adanya kerjasama yang erat antara semua pihak yang terlibat misalnya guru dan orang tua. Kolaborasi ini memastikan semua kebutuhan siswa terpenuhi bahwa semua strategi pembelajaran dalam pendidikan benar- benar diterapkan secara sefektif. 

Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang baik tanpa membedakan semua siswa. 


  1. Peran Guru dalam Pendidikan Inklusif


Guru  sangat  berperan  dalam  membantu  perkembangan  peserta  didik  untuk mewujudkan tujuan hidup secara optimal, minat, bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh peserta didik tidak akan berkembang secara optimal tanpa bantuan guru. Dalam kaitan ini guru perlu memperhatikan peserta didik secara individual, karena antara peserta didik yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan yang sangat mendasar. Untuk  memenuhi  tuntutan  sebagai  seorang  guru,  guru  harus  mampu  memaknai pembelajaran  serta  menjadikan  pembelajaran  sebagai  ajang  pembentukan  kompetensi  dan perbaikan  kualitas  pribadi  peserta  didik.  

Guru  berperan  penting  dalam  sebuah  pendidikan karena  peran  guru  diantaranya  adalah  guru  sebagai  pendidik,  guru  sebagai  pengajar,  guru sebagai pembimbing, guru sebagai pelatih, guru sebagai penasihat, guru sebagai inovator, guru sebagai model dan teladan, guru sebagai pribadi, guru sebagai peneliti, guru sebagai pendorong kreatifitas, guru sebagai aktor, guru sebagai aktor, guru sebagai emansipator, guru sebagai evaluator, guru sebagai kulminator.

Selain itu, ada juga peran guru secara lebih jelas dalam pelaksanaan pendidikan inklusif, di antaranya:

  1. Menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, dengan menyediakan metode pengajaran yang fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan siswa.

  2. Menggunakan strategi pembelajaran diferensiasi, seperti pendekatan berbasis proyek, pembelajaran berbasis pengalaman, serta penggunaan teknologi asistif.

  3. Menjalin komunikasi yang baik dengan siswa dan orang tua, guna memahami kebutuhan individu setiap anak dan memberikan dukungan yang tepat.

  4. Menurut Loreman et al. (2010), guru yang mengajar di kelas inklusif harus memiliki keterampilan dalam mendukung perkembangan anak berkebutuhan khusus serta mampu mengelola kelas yang heterogen.


Menurut Loreman et al. (2010), guru yang mengajar di kelas inklusif harus memiliki keterampilan dalam mendukung perkembangan anak berkebutuhan khusus serta mampu mengelola kelas yang heterogen. Oleh karena itu, pelatihan bagi guru menjadi aspek krusial dalam mendukung keberhasilan pendidikan inklusif.


  1. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Inklusif

Orang tua berperan dalam memberikan dukungan emosional dan akademik bagi anak-anak mereka. Orang tua juga penanggung jawab utama dalam pendidikan anak-anak baik dalam pendidikan di lembaga formal, informal maupun non formal. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak, orang tua juga berperan  dalam  mendukung  dan memfasilitasi proses pendidikan tersebut. Orang tua harus memahami sifat-sifat dari dimensi nilai-nilai  inklusif  seperti  nilai  kesetaraan,  keadilan,  keberagaman,  kolaborasi,  menerima kebutuhan khusus setiap siswa untuk berlangsungnya proses pendidikan dan pembelajaran. Pandangan  orang  tua  tersebut  terhadap  nilai-nilai  pembelajaran  inklusi  yang  positif  dapat berperan memfasilitasi kebutuhan belajar dan pencapaian prestasi belajar anaknya. Beberapa peran penting orang tua dalam pendidikan inklusif antara lain:

  1. Memberikan dukungan emosional agar anak memiliki rasa percaya diri dan semangat dalam belajar.

  2. Berkolaborasi dengan guru untuk memastikan anak mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai.

  3. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di rumah, dengan memberikan bimbingan dan dorongan kepada anak dalam belajar.

  4. Menurut Kurniawati & Arman (2021), keterlibatan orang tua dalam pendidikan inklusif dapat meningkatkan motivasi belajar anak serta memperkuat hubungan antara sekolah dan keluarga.

  5. Menurut Kurniawati & Arman (2021), keterlibatan orang tua dalam pendidikan inklusif dapat meningkatkan motivasi belajar anak serta memperkuat hubungan antara sekolah dan keluarga.


Pembahasan

  1. Implementasi Peran Guru dalam Pendidikan Inklusif

Guru yang mengajar di kelas inklusif harus memiliki pemahaman yang mendalam tentang berbagai kebutuhan siswa. Salah satu metode yang dapat diterapkan adalah Universal Design for Learning (UDL), yang memungkinkan pembelajaran disesuaikan dengan berbagai gaya belajar siswa. Selain itu, pelatihan dan pengembangan profesional bagi guru sangat diperlukan agar mereka memiliki keterampilan dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Pemerintah dan institusi pendidikan perlu menyediakan program pelatihan yang berkelanjutan bagi guru untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam pendidikan inklusif.

Selain UDL, pendekatan lain yang dapat digunakan oleh guru adalah:

  • Pembelajaran Kooperatif, yang melibatkan siswa dalam kelompok kecil dengan komposisi yang beragam agar mereka dapat saling membantu dalam memahami materi.

  • Modifikasi Kurikulum, dengan menyesuaikan materi dan metode evaluasi berdasarkan kebutuhan individu siswa.

  • Pendekatan Berbasis Teknologi, seperti pemanfaatan perangkat lunak pembelajaran dan alat bantu digital untuk mendukung aksesibilitas pembelajaran bagi siswa berkebutuhan khusus.



  1. Kolaborasi Orang Tua dan Guru dalam Pendidikan Inklusif

Komunikasi dan kerjasama antara guru dan orangtua sangat penting agar tercipta hubungan yang bermakna untuk mengoptimalkan kebutuhan anak. Guru di kelas bekerjasama dengan guru wali kelas dan guru konselor dalam pelayanan siswa serta membantu memberikan para siswa dengan menanamkan tanggung jawab, mendorong kemandirian dan mendorong siswa dalam belajar. Dukungan rekan kerja juga akan sangat penting karena melalui sharing masalah dengan rekan kerja, guru dapat menemukan solusi dalam menangani anak berkebutuhan khusus serta dapat menurunkan tingkat jenuh yang didapat selama mengajar. Guru sekolah regular perlu untuk lebih sering diberikan kesempatan untuk menghadiri berbagai forum pendidikan inklusif agar pemahaman dan kompetensinya dalam menangani ABK semakin meningkat. Kerjasama antara guru dan orang tua menjadi faktor utama keberhasilan pendidikan inklusif. Beberapa bentuk kolaborasi yang dapat dilakukan adalah:

  • Komunikasi rutin antara guru dan orang tua untuk membahas perkembangan anak serta mencari solusi atas kendala yang dihadapi.

  • Dukungan orang tua dalam proses pembelajaran di rumah, seperti membantu anak memahami materi yang diajarkan di sekolah.

  • Partisipasi aktif orang tua dalam kegiatan sekolah, guna menciptakan lingkungan belajar yang lebih inklusif dan mendukung perkembangan anak secara optimal.

  1. Tantangan dalam Pendidikan Inklusif


Terdapat banyak tantangan  yang di hadapi   baik   dari   dalam   maupun luar. Tantangan  ini  akan menjadi hambatan dalam terciptanya pendidikan inklusif  yang baik. Hambatan yang pertama adalah  dari  tenaga  pengajar  atau guru. Guru  memiliki peranan penting dalam      mendidik di pendidkan inklusif.     Pendidikan inklusif  yang  terjadi  di  Indonesia masih mengalami hambatan, hambatan  yang  terjadi  selama  ini yaitu:


a. Kurangnya pengetahuan guru tentang   anak   berkebutuhan khusus.


b.Minimnya    keterampilan guru  dalam  menangani  ABK  dan sikap   guru   terhadap   ABK   yang dilihat  masih  memandang sebelah mata (Juwono  &  Kumara,  2011).


Sikap guru terhadap pendidikan inklusif      didefinisikan sebagai kecenderungan     untuk berespon secara kognitif, afektif, dan konatif terhadap pendidikan inklusif (Mahat,    2008). Winarti (2015) menyebutkan kondisi guru belum didukung dengan kualitas guru yang memadai Keberadaan guru khusus  masih dinilai belum sensitif dan proaktif terhadap permasalahan yang dihadapi  ABK.  Winarti  juga menyebutkan   bahwa   guru belum didukung  dengan  kejelasan  aturan tentang  peran,  tugas  dan  tanggung jawab       masing-masing guru. 

Pelaksanaan  tugas  belum  disertai dengan   diskusi   rutin, tersedianya model kolaborasi sebagai panduan, serta  dukungan anggaran yang memadai (Winarti, 2015).

Selain guru, dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif dibutuhkan sarana dan prasarana yang baik. Tapi dalam kenyataannya masih    terbatasnya sarana dan prasarana    tersebut. Memang dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif membutuhkan sarana  dan prasarana yang banyak. Hal ini karena    sekolah harus menyesuaikan dengan    berbagai jenis kebutuhan anak berkebutuhan khusus  yang  berbeda-beda  seperti alat bantu dengar, buku timbul, dan sebagainya yang harus disesuaikan dengan    kondisi ABK. Dengan keterbatasaan ini  mempengaruhi kurangnya sekolah        dalam pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Masalah utama   minimnya sarana dan prasarana yang   dimiliki adalah factor biaya (Pratiwi, 2015).

Rendahnya kesadaran orang tua  dan  masyarakat  terhadap  hak anak  berkebutuhan  khusus  menjadi tantangan    yang harus dihadapi dalam penyelenggaraan  pendidikan inklusi. Amka (dalam Holden 1995) menyebutkan Sikap dan perilaku   orang tua memengaruhi perilaku  anak-anak   mereka, yang kemudian dibawa ke kehidupan selanjutnya. Teori ini menunjukkan bahwa orang tua yang tidak mendukung pendidikan inklusif dapat  memengaruhi secara negatif pembentukan   sikap dan perilaku anak mereka (Amka,     2019). Apabila orang tua mendukung penuh  anaknya yang berkebutuhan khusus, ini  sangat memungkinkan anak tersebut   mencapai potensi maksimalnya. Danielsen,   Samdal, Hetland dan Wold (2009) menyatakan dukungan dari ibu dapat      memunculkan perasaan berharga pada    anak, sementara dukungan dari ayah      dapat mengembangkan kompetensi anak. 

Selain orang tua, peranan masyarakat juga penting dalam menangani     anak berkebutuhan khusus. Orang tua dan  masyarakat adalah lingkungan terdekat   yang memliki peranan penting. Sikap menerima dan mendukung kekurangan anak dari orang tua dan masyarakat dapat  mendorong anak lebih dalam     mengembangkan potensinya. Jika orang   tua dan masyarakat tidak menerima dan mendukung maka kemajuan anak berkebutuhan khusus akan semakin terhambat. Anak berkebutuhan khusus  akan cenderung malu dan cemas untuk  memulai  melakukan sesuatu.

Sayangnya dikeadaan nyata saat   ini, orang tua masih ragu bahkan takut untuk menyekolahkan anaknya ke     sekolah reguler. Alasannya mulai dari  takut  anak tidak mampu, takut ada diskriminasi, dan lainnya. Selain itu  masyarakat juga kurang peduli tentang          keberadaan anak berkebutuhan khusus  dan  terkesan membedakan antara  anak  normal dan ABK.


  1. Solusi Untuk Mengatasi Tantangan Dalam Pendidikan Inklusif


Adapun beberapa solusi yang dapat diambil untuk mengatasi tantangan dalam pendidikan inklusif agar berjalan dengan lebih baik, yaitu:


  1. Pemanfaatan  teknologi  yang  kreatif,  inovatif  dan  tepat  dalam  proses pembelajaran 


Pemanfaatan teknologi yang kreatif, inovatif, dan tepat memiliki potensi besar dalam memperkuat pendidikan inklusif dengan memfasilitasi aksesibilitas, diferensiasi, dan keterlibatan siswa dengan kebutuhan khusus. Salah satu keuntungan utama teknologi adalah  kemampuannya untuk  menyediakan  berbagai  macam  alat  pembelajaran  yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan individual siswa, seperti program perangkat lunak yang  dirancang  khusus  untuk  mendukung  pembelajaran  anak-anak  dengan  kesulitan belajar atau aplikasi yang menyediakan konten multimedia yang dapat diakses oleh siswa dengan berbagai tingkat kemampuan.  Pemanfaatan teknologi dalam konteks pembelajaran telah membuka pintu bagi pembelajaran jarak jauh atau online, yang menghasilkan peningkatan signifikan dalam aksesibilitas  bagi  siswa  dengan  keterbatasan  fisik  atau  mobilitas.  Tidak  hanya  itu, platform-platform  pembelajaran  digital  juga  telah  mampu  menciptakan  lingkungan belajar yang interaktif dan menyenangkan, memungkinkan kolaborasi antara siswa yang memiliki kebutuhan khusus dengan teman sekelas mereka. Namun, dalam mengadopsi teknologi  ini,  penting  untuk  diingat  bahwa  keberhasilannya  sangat  bergantung  pada pelatihan  yang  memadai  bagi  guru  dan  tenaga  pendidik.  Pelatihan  yang  efektif memastikan  bahwa  mereka  mampu  mengintegrasikan  alat-alat  teknologi  ini  secara optimal ke dalam pengalaman pembelajaran siswa, sehingga menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih dinamis dan inklusif.  


  1. Peningkatan kompetensi guru dan pendidik melalui pelatihan dan pendampingan dalam memahami kebutuhan khusus siswa


Pelatihan guru dan staf pendidikan dalam memahami kebutuhan khusus siswa dan pemanfaatan  teknologi  inovatif  diperlukan  untuk  pendidikan  inklusif  berbasis  ilmu pengetahuan dan teknologi. Pemanfaatan teknologi dalam pendidikan telah terbukti dapat menumbuhkan motivasi dan pengetahuan siswa.



  1. Meningkatkan  keterjangkauan  dan  ketersediaan  fasilitas  pendidikan  inklusif yang dapat memenuhi kebutuhan siswa yang berkebutuhan khusus.


Peningkatan kemudahan akses dan ketersediaan infrastruktur pendidikan inklusif yang  sesuai  bagi  siswa  berkebutuhan  khusus,  terutama  dalam  hal  literasi  digital, mempunyai fungsi yang sangat krusial. Hal ini tidak hanya menjamin bahwa semua siswa mempunyai kesempatan yang setara untuk mengakses teknologi dan sumber daya digital, tetapi juga dapat memanfaatkannya secara efektif dalam mendukung proses pembelajaran mereka. 



Kesimpulan

Pendidikan inklusif membutuhkan peran aktif dari berbagai pihak, terutama guru dan orang tua. Guru bertanggung jawab dalam menciptakan strategi pembelajaran yang ramah inklusif, sementara orang tua berperan dalam memberikan dukungan emosional dan akademik bagi anak.

Kolaborasi antara guru dan orang tua menjadi kunci utama keberhasilan pendidikan inklusif. Meskipun masih terdapat berbagai tantangan dalam implementasinya, upaya bersama dari pemerintah, sekolah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif dan setara bagi semua anak.



Daftar Pustaka

Diajeng, T. P. P., Nur, R. A., Hasyim, M., Mappaompo, M. A., Rahmi, S., Oualeng, A., Silaban, P. S. M. J., Suyuti, Iswati, & Rukmini, B. S. (tahun). Pendidikan inklusif: Konsep, implementasi, dan tujuan. Nama Penerbit.

Redhana, I. W. (2023). Pendidikan inklusi. Rajawali Pers.

Dona Liza, Marlina, L., Pratama, I. G., & Andriani, O. (2024). Peran guru dan orang tua dalam melaksanakan pendidikan inklusi untuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di sekolah. JISPENDIORA: Jurnal Ilmu Sosial Pendidikan dan Humaniora, 3(1), 59–68.

Mellinia, T. (2020). Peran guru pendidikan inklusi menghadapi tantangan dan menjawabnya.

Osf.io. (2021). Faktor-faktor yang memengaruhi implementasi pendidikan inklusi di sekolah dasar. OSF Preprints.

Pratama, R. Y., & Andriani, N. (2023). Pengembangan media pembelajaran berbasis aplikasi Canva untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik di sekolah dasar. Jurnal Ilmiah Riset dan Studi, 4(5), 1409–1417.

Depdiknas. (2018). Pendidikan Inklusif di Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kurniawati, F., & Arman, A. N. Z. (2021). Peran Orang Tua dalam Pendidikan Inklusif. Jakarta: Rajawali Pers.

Loreman, T., Deppeler, J., & Sharma, U. (2010). Inclusive Education: Supporting Diversity in the Classroom. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mitler, P. (2000). Pendidikan Inklusif: Teori dan Implementasi. Jakarta: Prenada Media.

Smith, P. (2010). Strategi Pembelajaran untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Alfabeta.

UNESCO. (2009). Guidelines for Inclusive Education. Paris: UNESCO Publishing.

Vaughn, S., & Bos, C. S. (2012). Strategi Mengajar Anak dengan Kesulitan Belajar dan Perilaku Bermasalah. Jakarta: PT Indeks.

Wedell, K. (2008). Kebijakan dan Praktik Pendidikan Inklusif. Bandung: Penerbit ITB.

Westwood, P. (2013). Metode Pembelajaran bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Winter, E., & O’Raw, P. (2010). Pendidikan Inklusif: Konsep dan Aplikasinya di Sekolah. Malang: UMM Press. 





×
Berita Terbaru Update