-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Tantangan Guru dalam Melaksanakan Modifikasi Perilaku di Sekolah Dasar Inklusif dan Solusinya

Rabu, 16 April 2025 | April 16, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-17T04:49:35Z

Tantangan Guru dalam Melaksanakan Modifikasi Perilaku di Sekolah Dasar Inklusif dan Solusinya

Oleh: Aisyah Tri Adinda / 2022015087

Nadia Chomanensi / 2022015095

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 

Email: aisyahtriadinda01@gmail.com,nadianensi01@gmail.com



I.Pendahuluan 

Inklusi bersumber dari kata “inclusion”, yang berarti melibatkan atau mengajak. Pengertian inklusi disusun demi merealisasikan lingkungan yang ramah untuk semua orang dengan mengajak dan mengikutsertakan orang dari berbagai keanekaragaman kemampuan, status, kondisi, latar belakang, etnik, budaya dan lainnya. Menurut Garnida (2015: 48) pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak yang memiliki keterbatasan tertentu dan anak anak lainnya yang disatukan tanpa pertimbangan akan keterbatasan masing masing.

Pendidikan inklusi merupakan konsep pelayanan pendidikan terpadu bagi setiap anak yang bertujuan untuk memperoleh pendidikan yang layak, khususnya bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus yang diselenggarakan di sekolah reguler atau formal.

Modifikasi perilaku menurut Eysenk adalah usaha mengubah perilaku dan emosi manusia dengan cara yang menguntungkan berdasarkan hukumhukum teori modern proses belajar. Sedangkan Powers dan Osborn mendefinisikan modifikasi perilaku sebagai penggunaan secara sistematis teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi perilaku sosial tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan perilaku tersebut.

Hal ini memerlukan strategi khusus seperti modifikasi perilaku agar proses belajar mengajar dapat berlangsung efektif.

Namun, penerapan modifikasi perilaku di kelas inklusif tidaklah mudah. Guru seringkali menghadapi kendala seperti keterbatasan pengetahuan tentang teknik modifikasi perilaku, kurangnya pelatihan, minimnya dukungan dari tenaga pendidik khusus, serta kurangnya keterlibatan orang tua. Selain itu, kondisi lingkungan sekolah dan beban administratif juga menjadi tantangan tersendiri dalam praktiknya.


Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat agar penerapan modifikasi perilaku dapat berjalan optimal. Beberapa pendekatan seperti pelatihan guru, kerja sama tim (guru, orang tua, dan pendamping), serta adaptasi metode pengajaran menjadi upaya yang penting untuk mendukung keberhasilan pendidikan inklusif. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tantangan yang dihadapi guru serta solusi yang dapat diterapkan dalam penerapan modifikasi perilaku di Sekolah Dasar inklusif.

II.Pembahasan

Tantangan guru dalam melaksanakan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif dan solusinya:

  1. Karakteristik siswa 

Pada kasus ini karakteristik siswa yang memiliki kebutuhan khusus berupa  keistimewaan khusus. Siswa yang memiliki karakteristik ini tidak menutup  kemungkinan mereka mudah bosan dan selalu mencari perhatian di kelas dengan membuat onar. Siswa istimewa ini memiliki kecepatan belajar dalam hal tertentu yang luar biasa dibandingkan dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu, siswa ini tadi berupaya terus mencari perhatian-perhatian yang bisa mengganggu kondisi pelaksanaan pembelajaran di kelas.

Dalam kasus ini guru di hadapkan pada tantangan untuk memahami keunggulan yang dimiliki siswa tersebut,guru dapat mempertimbangkan untuk memberikan tugas tugas yang lebih menantang agar potensi siswa semakin berkembang,siswa juga bisa dilibatkan dalam kegiatan tutor sebaya yaitu menampingi teman dalam belajar.Melalui tantangan tantangan seperti ini,siswa dengan karakteristik belajar yang istimewa dapat di fasilitasi agar tumbuh secara optimal  

  1. Sarana dan prasarana 

Ketersediaan sarana dan prasarana memiliki dampak yang signifikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, mengingat ketergantungan mereka pada media pembelajaran. Setiap anak berkebutuhan khusus memiliki kebutuhan yang unik, sehingga sekolah inklusif perlu menyediakan berbagai jenis media pembelajaran yang beragam. Namun, masalah utama muncul karena banyak sekolah inklusif yang belum dapat memenuhi kebutuhan akan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus (ABK) (Agustin, 2019).

Dalam mengatasi tantangan seperti sarana dan prasarana yang belum memadai, sekolah dapat menjalin kolaborasi erat antara guru, orang tua, dan siswa. Contohnya, sekolah dapat membentuk kelompok pendukung bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) serta memberikan layanan kesehatan untuk mendukung pembelajaran yang efektif.

  1. Manajemen sekolah 

Sejumlah permasalahan terkait manajemen pendidikan inklusi diidentifikasi oleh Agustin (2019). Salah satunya adalah bahwa perencanaan pengelolaan pendidikan inklusi belum melibatkan praktisi dan personel lain secara menyeluruh. Pengorganisasian dalam pembagian tugas belum optimal dilakukan oleh praktisi yang bertugas, dan pengawasan terhadap kegiatan atau program masih belum dilakukan secara menyeluruh. Sekolah juga belum sepenuhnya siap untuk mengimplementasikan program inklusi, baik dari segi administrasi maupun sumber daya manusia (SDM). Proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) juga belum berjalan secara optimal. Selama ini, anak berkebutuhan khusus (ABK) belum mendapatkan layanan dan program khusus dari sekolah untuk mengembangkan potensi mereka.

Solusi yang apat dilakukan untuk tantangan seperti ini yaitu sekolah dapat memfasilitasi guru untuk mengikuti pelatihan, workshop, dan seminar.Menurut Wati (2014) Sekolah perlu memberikan penyuluhan tentang program pendidikan inklusif. Penyelenggaraan sekolah inklusif menjadi tanggung jawab bersama dan dilaksanakan secara kolaborasi anatara guru kelas dengan GPK (Restiana et al., 2020). Salah satu indikator dalam komunikasi yang efektif adalah transmisi atau penyaluran komunikasi yang terjalin antara pelaksana program yaitu antara sesama guru dengan peserta didik dan orang tua (Afifa & Subowo, 2020)

  1. Kurikulum 

Tantangan yang sering muncul adalah ketidaksesuaian kurikulum pembelajaran dan penilaian dengan kebutuhan anak. Kurikulum yang sesuai untuk pendidikan inklusi adalah kurikulum yang dimodifikasi, yaitu kurikulum standar bagi peserta didik reguler yang telah disesuaikan dengan kemampuan awal dan karakteristik peserta didik berkebutuhan khusus (Noviandari et al., 2021). Berdasarkan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi bagi Siswa yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan serta bakat istimewa, satuan pendidikan yang menerapkan pendidikan inklusi menggunakan kurikulum tingkat satuan.

Karena anak berkebutuhan khusus menggunakan standar kurikulum nasional yang sama dengan siswa reguler, maka standar penilaian siswa ABK juga harus mengikuti standar penilaian siswa reguler. Akibatnya, beberapa anak berkebutuhan khusus mungkin tidak dapat lulus karena standar penilaian tersebut tidak mempertimbangkan tingkat kecerdasan mereka yang berbeda.

Solusi yang dapat diberikan untuk tantangan seperti ini yaitu dengan pengembangan kurikulum pendidikan inklusi berbasis diferensiasi di sekolah dasar merupakan   upaya   strategis   untuk memenuhi kebutuhan beragam peserta didik, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Pendekatan diferensiasi memungkinkan  penyesuaian  materi, metode, dan evaluasi pembelajaran sesuai  dengan kemampuan dan potensi individu siswa. Guru  memainkan  peran  penting dalam    menerapkan    pembelajaran diferensiasi  di  kelas inklusif.  Mereka dituntut untuk memahami karakteristik masing-masing siswa dan merancang strategi   pembelajaran   yang   sesuai. Buku "Model Pembelajaran Berdiferensiasi" dapat memberikan pedoman  praktis  dalam  menerapkan pembelajaran  berdiferensiasi  di  kelas yang inklusif(Kurniasih, 2018)

III.Kesimpulan

Pelaksanaan modifikasi perilaku di sekolah dasar inklusif menghadapi berbagai tantangan, mulai dari karakteristik siswa yang beragam, keterbatasan sarana dan prasarana, manajemen sekolah yang belum optimal, hingga kurikulum yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus (ABK). Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, dibutuhkan kerja sama yang kuat antara guru, orang tua, dan pihak sekolah. Solusi yang dapat diterapkan meliputi pemberian pelatihan bagi guru, penyediaan media pembelajaran yang sesuai, penguatan manajemen pendidikan inklusif, serta penerapan kurikulum berdiferensiasi yang menyesuaikan dengan kebutuhan individu siswa. Dengan pendekatan yang tepat, pendidikan inklusif dapat berjalan secara efektif dan mampu mengoptimalkan potensi setiap siswa.

Referensi

Hidayat, A. H., Rahmi, A., Nurjanah, N. A., Fendra, Y., & Wismanto. (2024). Permasalahan Penerapan Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar. Harmoni Pendidikan: Jurnal Ilmu Pendidikan, 1(2), 102–111.

Trisia, Dina, and Septi Fitri Meilana. "Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusi Berbasis Diferensiasi di Sekolah Dasar." Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar 10, no. 1 (2025): 1087–1096.

Setiawan, Heri, Styo Mahendra Wasita Aji, and Abdul Aziz. "Tiga Tantangan Guru Masa Depan Sekolah Dasar Inklusif." BRILIANT: Jurnal Riset dan Konseptual 5.2 (2020): 241-251.

Hanifah, D. S., Haer, A. B., Widuri, S., & Santoso, M. B. (2021). Tantangan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Dalam Menjalani Pendidikan Inklusi di Tingkat Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM)2(3), 473-483.

Asri, Dahlia Novarianing, and Suharni Suharni. "Modifikasi perilaku: teori dan penerapannya." (2021).

Kriswanto, D., Suyatno, & Sukirman. (2023). Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar: Analisis Faktor-Faktor dan Solusi yang Ditawarkan. JURNAL BASICEDU7(5), 3081-3090.

Azahra, D. S., Rahma, N. A., & Zulfadewina. (2025). Kolaborasi dan Solusi Sekolah dalam Menghadapi Hambatan Pendidikan Inklusi di SD Negeri Pekayon Kota Jakarta Timur. Jurnal9(1), 1-7.


×
Berita Terbaru Update