-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DI SEKOLAH DASAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERDASARKAN KONSEP AJARAN KI HADJAR DEWANTARA

Sabtu, 15 Juni 2024 | Juni 15, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-16T04:12:55Z

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA  DI SEKOLAH DASAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) BERDASARKAN KONSEP AJARAN KI HADJAR DEWANTARA

By Triessa Rezita (2022015036)




Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membentuk generasi penerus bangsa yang bermutu dan berkualitas. Dalam konteks pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) terpadu, peran guru merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilakukan melalui suatu pendekatan yang dapat diterapkan adalah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) yang berbasis pada konsep ajaran Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara merupakan tokoh pendidikan Indonesia yang mengajarkan akan pentingnya pendekatan humanis atau pendekatan dalam pendidikan yang memfokuskan pada pengembangan potensi diri siswa secara utuh dan seimbang, yang mencakup aspek akademis, emosional, sosial, dan spiritual dalam proses pembelajaran. Konsep ajarannya menekankan nilai-nilai keberagaman, inklusivitas, dan penghargaan terhadap potensi setiap individu. Dengan mengintegrasikan konsep ajaran Ki Hadjar Dewantara dalam model CTL, guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang memperhatikan keberagaman siswa, mendorong keterlibatan aktif, dan mengembangkan karakter siswa secara holistik atau pendekatan yang menekankan pentingnya memahami siswa secara keseluruhan, tidak hanya dalam aspek akademis tetapi juga spiritual, moral, emosional, dan fisik.

Apa sih model pembelajaran CTL itu  ?

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan suatu model pembelajaran yang berkembang pesat di Amerika Serikat, dan sejak awal 2000-an mulai banyak dikaji dan dikembangkan di Indonesia. Sehingga model Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu proses pembelajaran yang holistik dengan tujuan untuk memberikan pelajaran dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata siswa baik itu berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, kultural, dan sebagainya, sehingga siswa dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat di aplikasikan dan di transfer dari satu konteks permasalahan yang satu dengan lainnya.(Malau dan Nurjaman, 2019)

Model pembelajaran CTL memungkinkan guru untuk menyusun rencana pembelajaran yang relevan dengan konteks kehidupan nyata siswa, sehingga materi pembelajaran akan dapat lebih mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Oleh karena itu, melalui keterkaitan antara pengetahuan dengan situasi nyata, siswa diajak untuk berpikir kritis, mengaitkan informasi, dan memperkuat pemahaman mereka. Selain itu, model CTL juga mendorong kolaborasi antara guru, siswa, dan lingkungan sekitar dalam proses pembelajaran, sejalan dengan konsep keterlibatan orang tua dan masyarakat dalam pendidikan yang dianjurkan oleh Ki Hadjar Dewantara. Dengan demikian, guru dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif, humanis, dan bernilai karakter, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa secara holistik. 

Prinsip-prinsip Model CTL 

Menurut Johnson, yang dikutip oleh Nunuk Suryani mengatakan bahwa terdapat tiga pilar dalam sistem CTL yaitu sebagai berikut:

  1. CTL mencerminkan prinsip saling bergantungan satu sama lain.

Prinsip ini dimaksudkan kesalingbergantungan dalam mewujudkan diri siswa, misalnya ketika siswa bergabung untuk memcahkan suatu masalah dan ketika guru mengadakan pertemuan dengan teman sejawatnya. Hal ini terlihat ketika subjek yang berbeda dihubungkan dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan Dinas Purbakala dan Komunitas.

  1. CTL mencerminkan prinsip diferensiasi 

Dalam prinsip ini diferensiasi menjadi nyata ketika CTL menantang siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, menghargai perbedaan, bekerja sama, menghasilkan gagasan dan hasil baru yang berbeda dan untuk menyadari bahwa keberagaman adalah tanda kekuatan dan pemantapan karakter siswa.



  1. CTL mencerminkan prinsip pengorganisasian diri

Pengorganisasian diri terlihat ketika para siswa mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapatkan umpan balik yang diberikan dari penilaian autentik, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat mereka semangat dan termotivasi.(Malau dan Nurjaman, 2019)

Selain prinsip model CTL, terdapat juga komponen utama pendekatan CTL yaitu:

  1. Konstruktuvisme, dimana memungkinkan siswa membangun pengetahuannya melalui pengalaman baru berdasarkan pengetahuan awal.

  2. Bertanya, suatu kegiatan dimana guru mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.

  3. Menemukan, dimana siswa dituntut untuk menggunakan keterampilan berpikir kritis dan membangun pengetahuan baru melalui proses sitematis menemukan pengetahuan baru.

  4. masyarakat belajar, sekumpulan siswa yang dibentuk melalui kegiatan diskusi, tanya jawab, dan lain-lain yang memungkinkan siswa dapat berinteraksi, berbagi, dan belajar dari pengalaman lainnya.

  5. pemodelan, kegiatan yang melibatkan guru dalam menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. Model ini dapat berupa ilustrasi, model atau media yang nyata.

  6. refleksi, kegiatan untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi hasil belajar siswa dalam membantu siswa memahami apa yang telah dipelajari.

  7. penilaian nyata, suatu penilaian yang melibatkan berbagai cara seperti melalui kegiatan kelompok, persentasi, atau proyek secara objektif sesuai dengan keadaan yang sebenar-benarnya. (Mazidah & Sartika, 2023)

Adapun kelebihan pendekatan CTL antara lain: (1) bisa menekankan kemampuan berpikir siswa secara utuh, baik fisik dan juga mental; (2) bisa membuat siswa belajar bukan melalui hafalan, tetapi melalui proses yang dialami dalam kehidupan; (3) fakta bahwa kelas kontekstual merupakan tempat untuk pengujian data yang benar-benar ditemukan siswa; dan (4) faktanya bahwa materi itu ditemukan oleh siswa itu sendiri, bukan temuan orang lain.

Berdasarkan uraian singkat diatas adapun langkah-langkah yang dapat diambil oleh guru dalam menerapkan model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran IPA Terpadu di Sekolah Dasar yaitu sebagai berikut:

  1. Menyusun rencana pembelajaran yang relevan dengan konteks kehidupan nyata siswa.

  2. Mengaitkan materi pembelajaran IPA dengan situasi atau konteks kehidupan sehari-hari siswa.

  3. Mendorong siswa untuk mengaitkan pengetahuan IPA yang dipelajari dengan pengalaman dan situasi nyata.

  4. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran melalui diskusi, eksperimen, atau proyek.

  5. Menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan dengan konteks siswa, seperti studi lapangan, video, atau tamu undangan.

  6. Memberikan umpan balik yang konstruktif kepada siswa untuk membantu mereka mengaitkan pembelajaran IPA dengan konteks nyata. Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, guru dapat membantu siswa dalam memahami konsep IPA terpadu secara lebih mendalam melaui model pembelajaran CTL.

Keterkaitan Peran Guru dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Terpadu di Sekolah Dasar Melalui Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Konsep Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara, merupakan Bapak Pendidikan Indonesia yang mengemukakan tiga prinsip dasar pendidikan yang dikenal dengan Ing Ngarsa Sung Tuladha (Di depan memberi teladan), Ing Madya Mangun Karsa (Di tengah membangun ide atau gagasan), dan Tut Wuri Handayani (Di belakang memberi dorongan atau motivasi). Nah prinsip-prinsip inilah yang menjadi landasan guru dalam melaksanakan dan menjalankan perannya, termasuk dalam meningkatkan hasil belajar IPA di sekolah dasar melalui model pembelajaran CTL ini.

Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai peran guru dalam meningkatkan hasil belajar IPA Terpadu di Sekolah Dasar melalui model pembelajaran IPA Terpadu berdasarkan konsep ajaran Ki Hadjar Dewantara:

  1. Ing Ngarsa Sung Tuladha (Menjadi teladan dan inspirator bagi siswa)

Dalam konsep IPA yaitu guru menjadi teladan dalam bersikap ilmiah, dimana guru harus dapat menunjukan rasa ingin tahu, objektivitas, dan keterbukaan terhadap sesuatu hal yang baru yaitu dengan menunjukan sikap peduli terhadap lingkungan dan penerapan IPA dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu guru juga menjadi model dalam menerapkan nilai-nilai karakter, seperti menunjukan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, kerjasama, dan komunikasi yang baik kepada siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu guru merupakan inspirator yang memotivasi siswa dalam membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap IPA melalui penyampaian materi yang menarik, penggunaan media pembelajaran yang inovatif, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapat serta bertanya jika ada yang belum diketahui.


  1. Ing Madya Mangun Karsa (Memfasilitasi dan memnbangun kemandirian siswa)

Pada prinsip kedua ini guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan bermakna yang mengubungkan materi IPA Terpadu dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa atau kehidupan nyata, seperti dengan menggunakan contoh yang dekat dengan lingkungan siswa, melibatkan siswa dalam pembelajaran yang aktif dan kreatif, serta guru juga dapat menerapkan strategi pembelajaran CTL yang mendorong siswa untuk menemukan sendiri pengetahuannya, seperti Problem Based Learning (PBL), Project Based Learning (PjBL), Inquiry Based Learning, dan Discovery Learning. Oleh karena itu, guru juga dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif dalam memberikan pertanyaan yang menantang, memberikan kesempatan berdiskusi, serta mampu membimbing siswa dalam merancang dan melakukan suatu percobaan.


  1. Tut Wuri Handayani (Membimbing dan memberdayakan siswa)

Dalam prinsip Ki Hadjar Dewantara yang ketiga ini guru dapat memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi atau menyelesaikan tugas, namun tetap memberikan kesempatan kepada siswa untuk berusaha secara mandiri. Setelah itu guru memberikan penilaian yang objektif dan adil terhadap hasil belajar siswa, serta memberikan saran dan masukan yang membangun agar siswa dapat meningkatkan kemampuannya. Oleh karena itu guru juga akan memberikan kesempatan kepada siswa dalam mengembangkan bakat dan minatnya dalam bidang IPA melalui kegiatan ekstrakulikuler, penelitian ilmiah, atau olimpiade sains.

Adapun contoh konkret penerapan dalam pembelajaran IPA tentang ekosistem, yang dikaitkan dengan konsep Ki Hadjar Dewantara:

  1. Ing Ngarsa Sang Tuladha, dimana siswa diajak terjun langsung ke lingkungan sekitar untuk mengamati ekosistem secara langsung dan menunjukan sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya.

  2. Ing Madya Mangun Karsa, guru memfasilitasi siswa dalam diskusi kelompok untuk mengidentifikasi komponen ekosistem dan perannya, serta merancang solusi untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

  3. Tut Wuri Handayani, membimbing dan mengarahkan siswa dalam melakukan persentasi hasil diskusi dan memberikan sebuah umpan balik yang membangun bagi siswa.

Dengan demikian dalam era perkembangan teknologi dan infromasi seperti saat ini, penting bagi guru untuk terus mengembangkan metode pembelajaran yang inovatif dan relevan dengan kebutuhan siswa, salah satunya yaitu dengan meningkatkan kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPA terpadu dengan mengintegrasikan konsep ajaran Ki Hadjar Dewantara dalam model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL). Model ini memfokuskan pada pengaktifan pengetahuan siswa dengan menghubungkan materi pelajaran IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru dapat menggunakan teknologi informasi dan media digital untuk mempermudah penyampaian materi kontekstual kepada siswa, sehingga siswa dapat memahami suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari tanpa harus melihat atau mengalami kejadian secara nyata.

Oleh karena itu dengan mengintegrasikan konsep ajaran Ki Hadjar Dewantara dalam model CTL guru dapat memberikan kontribusi positif dalam meningkatkakan kualitas pembelajaran dan hasil belajar IPA terpadu siswa. 

DAFTAR PUSTAKA

Malau dan Nurjaman. (2019). Bab II Landasan Teori. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 8–24.

Mazidah, N. R., & Sartika, S. B. (2023). Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Hasil Belajar Kognitif pada Mata Pelajaran IPA Kelas V di SDN Grabagan. Jurnal Papeda: Jurnal Publikasi Pendidikan Dasar, 5(1), 9–16. https://doi.org/10.36232/jurnalpendidikandasar.v5i1.3192




×
Berita Terbaru Update