-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

Senin, 01 Juli 2024 | Juli 01, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-07-01T12:38:47Z

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA DAN KETERAMPILAN BERPIKIR  KRITIS SISWA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED  LEARNING (PBL) 

Dita azzahra (2021015271) 

Belajar merupakan suatu aktivitas yang hendaknya dilakukan secara terus-menerus  tanpa mengenal Batasan usia. Belajar dapat dilakukan secara formal, informal, berdasarkan  pengalaman pribadi, maupun berdasarkan pengalaman orang lain. Menurut pendapat  (Syahputra, Edi : 2018) Pembelajaran merupakan merupakan proses yang dibangun oleh  pendidik untuk meningkatkan moral, intelektual, serta mengembangkan kemampuan yang  dimiliki peserta didik. Adapun kemampuan yang hendaknya dimiliki oleh peserta didik  yaitu kemampuan berpikir kritis, kemampuan dalam berkereatifitas, kemampuan dalam  memecahkan masalah, hingga kemampuan penguasaan materi pembelajaran dengan baik.  Perkembangan abad 21 ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi  komunikasi. Kesuksesan siswa pada abad 21 tergantung pada kemampuan siswa dalam  menguasai kecakapan abad 21. Sehingga siswa harus belajar dan pendidik harus  menyediakan fasilitas bagi siswa mengembangkan kecakapan abad 21. Partnership for 21st Century Skills mengindentifikasi bahwa kecakapan abad 21 meliputi berpikir kritis,  pemecahan masalah, komunikasi dan kolaborasi.  

Pembelajaran IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam. Sehingga  pembelajaran IPA tidak hanya berfokus pada penguasaan fakta atau konsep tetapi  merupakan suatu proses dalam penemuan suatu pengetahuan. Sehingga, dalam  pembelajaran IPA diperlukan peran aktif siswa dalam menemukan pengetahuan. Proses  pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengetahuan secara langsung dan mampu  menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mewujudkan tujuan dari  pembelajaran guru harus mampu menjadi fasilitator dalam meciptakan lingkungan  pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa seperti yang telah  terangkum dalam kurikulum. Pembelajaran IPA harus mampu memfasilitasi siswa dalam  menguasai kecakapan abad 21 yaitu : 1) keterampilan belajar dan berinovasi yang meliputi  kemampuan dalam memecahkan masalah, kreatif dan inovatif, serta mampu  berkomunikasi dan berkolaborasi; 2) terampil untuk menggunakan media, teknologi, 

informasi, dan komunikasi (TIK); 3) kemampuan untuk menjalani kehidupan dan karir,  meliputi kemampuan beradpatasi, luwes, berinisiatif, mampu mengembangkan diri,  memiliki kemampuan social dan budaya, produktif, dapat dipercaya, memiliki jiwa  kepemimpinan, dan tanggung jawab (Kemdikbud, 2014).  

Namun pada kenyataannya pembelajaran IPA kerap kali tidak sesuai dengan tujuan  dari pembelajaran IPA. Pada penelitian yang dilakukan (Ipa et al., 2014) pembelajaran IPA  di sekolahan tidak seperti dengan hakikat pembelajaran IPA yang sesungguhnya.  Pembelajaran IPA di sekolahan masih terpaku pada paradigma penelusuran informasi  sehingga melupakan aspek keterampilan proses dalam memperoleh ilmu. Selain itu dalam  pembelajaran di kelas penggunaan model pembelajaran yang mengarahkan siswa siswa  untuk merekontruksi pengalaman dalam kehidupan sehari-hari masih kurang. Selian itu,  permasalahan lain, penggunaan model pembelajaran konvensional yang hanya berorientasi  pada aktivitas guru dan ranah kognitif. Permasalahan tersebut berdampak pada rendahnya  hasil belajar IPA siswa SD. Selain itu, rendahnya hasil belajar IPA dapat dibuktikan  berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Trend in Mathematic and Science Study  (TIMSS) pada tahun 2011, menyatakan bahwa skor rata-rata dan peringkat Indonesia pada  mata pelajaran IPA yaitu peringkat 40 dari 42 negara dengan perolehan skor 406. 

Rendahnya hasil belajar IPA siswa dapat diakibatkan antara lain karena rendahnya  pemahaman siswa dalam menerima materi pelajaran yang diberikan oleh guru, belum  terjadinya suasana yang aktif ketika pembelajaran berlangsung, dan kurangnya keterlibatan  siswa secara langsung. Hal ini juga dapat menghambat kemampuan siswa dalam berpikir  kritis terhadap berbagai informasi. Sehingga siswa sulit dalam mengaitkan materi pelajaran  dan aplikasinya di kehidupan sehari-hari. Kemampuan berpikir kritis ini perlu  dikembangkan pada siswa karena merupakan salah satu kecakapan hidup (life skill) yang  menjadikan siswa terlatih dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan  (Fatmawati et al., 2018). Pembelajaran yang masih terpusat pada guru atau teacher  centered learning (TCL), membuat siswa kurang mengembangkan kemampuan berpikir  kritisnya. Padahal kemampuan berpikir kritis perlu dikembangkan untuk melatih siswa  menganalisis masalah, membuat keputusan dari berbagai sudut pandang, lebih teliti,  cermat dan logis. Berpikir kritis adalah berpikir logis dan reflektif yang dipusatkan pada  keputusan apa yang diyakini atau dikerjakan (Ennis dalam Saiful,2013). Suyanto (2011) 

mengatakan bahwa berfikir kritis adalah suatu upaya dimana proses peningkatan secara  sistematis kognitif siswa dengan pemikiran yang harus lebih peka untuk merumuskan,  menganalisis, dan mengevaluasi prinsip dan pendapat dari siswa tersebut (Rizki Intan,  2018).  

Untuk mengatasi masalah tersebut maka perlu adanya inovasi model pembelajaran  yang dapat meningkatkan hasil belajar serta kemampuan berpikir kritis siswa. Salah  satunya dengan menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).  Pembelajaran dengan model Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu model  pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Menurut Sujatmika (2016),  mengatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu cara untuk lebih  mengaktifkan peserta didik selama proses pembelajaran. Selain itu model ini mendesain  suasana belajar untuk memecahkan masalah baik secara individu maupun kelompok. Sari  dan Sugiyarto (2015) mengatakan bahwa Problem Based Learning (PBL) adalah model  pembelajaran yang bercirikan menggunakan masalah dalam kehidupan nyata sebagai  sesuatu yang harus dipelajari peserta didik untuk melatih dan meningkatkan kemampuan  berpikir, pemecahan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep penting (Fatmawati  et al., 2018). Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran yang dapat  memberikan macam-macam kondisi dimana suatu permasalahan nyata tersebut dapat  terselesaikan dengan penyelidikan yang nyata. Dimana pembelajaran tersebut ialah suatu  interaksi yang dapat memberikan perubahan tingkah laku dan sikap dari seseorang.  Sehingga dalam pembelajaran yang berbasis PBL disini akan dapat membantu peserta  didik agar mereka dapat mengembangkan keterampilan berfikirnya secara kritis dan dapat  mengembangkan kemampuan penyelesaian terhadap masalah yang konkret. Dari beberapa  pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran dengan memecahkan masalah guna lebih mengaktifkan peserta  didik selama proses pembelajaran, sehingga dapat melatih dan meningkatkan kemampuan  berpikir kritis, pemecahan masalah, serta mendapatkan pengetahuan konsep penting 

Adapun Ciri-ciri pembelajaran Problem Based Learning (PBL), menurut Hmello Silver  dan Brarows (Fakhriyah, 2014) yaitu pengajuan pertanyaan/masalah, berfokus pada  keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, menghasilkan produk, memamerkannya  dan kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah menyediakan kondisi untuk meningkatkan 

keterampilan berpikir kritis dan analitis serta memecahkan permasalahan kompleks dalam  kehidupan nyata sehingga akan memunculkan “budaya berpikir” pada diri siswa.  Pembelajaran Problem Based Learning mampu meningkatkan kemampuan pemecahan  masalah dan kemampuan berpikir kritis.  

Berdasarkan uraian tersebut maka dengan menerapkan model Problem Based Learning (PBL) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan berpikir kritis siswa karena dalam  kegiatan belajar nya siswa diajak untuk memecahkan masalah yang mana merupakan usaha  untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa. Siswa tidak hanya memahami konsep  yang relevan dengan masalah yang menjadi pusat perhatian akan tetapi juga mendapat  pengalaman belajar yang berhubungan dengan keterampilan menerapkan metode ilmiah  dalam pemecahan masalah dan menumbuhkan pola berpikir kritis siswa. 


×
Berita Terbaru Update