-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

KETAKUTAN ANAK UNTUK BERBICARA DIKELAS: DAMPAK PSIKOLOGIS DARI KRITIK, TERTAWAAN DAN CEMOOHAN TEMAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI ANAK SD

Jumat, 04 Juli 2025 | Juli 04, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-04T14:38:08Z

KETAKUTAN ANAK UNTUK BERBICARA DIKELAS: DAMPAK PSIKOLOGIS DARI KRITIK, TERTAWAAN DAN CEMOOHAN TEMAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI ANAK SD 

Zahra Afifah(2024015076)

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 

2025

Abstrak

Kepercayaan diri dan keberanian merupakan dua aspek penting dalam perkembangan psikososial anak sekolah dasar (SD). Namun, kedua aspek ini sering diuji ketika anak harus menghadapi kritik, cemoohan, atau tertawaan dari teman sebaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bagaimana kepercayaan diri dan keberanian anak SD terbentuk dan berkembang di tengah dinamika interaksi sosial yang penuh tekanan tersebut. Dengan pendekatan kualitatif melalui wawancara dan observasi, penelitian ini menemukan bahwa sebagian anak mampu mempertahankan kepercayaan diri dan keberaniannya dengan dukungan lingkungan keluarga dan guru, serta melalui pembiasaan menghadapi situasi sosial yang menantang. Namun, tidak sedikit pula anak yang mengalami penurunan keberanian dan menarik diri akibat tekanan sosial yang berulang. Hasil penelitian ini menegaskan pentingnya peran sekolah dan keluarga dalam membangun ketahanan mental anak agar mereka mampu menjadikan kritik sebagai bahan perbaikan, serta menumbuhkan sikap asertif untuk menghadapi cemoohan dan tertawaan tanpa kehilangan rasa percaya diri. Penelitian ini merekomendasikan perlunya program pembelajaran berbasis karakter dan kegiatan yang memperkuat empati antar teman di lingkungan SD.

katakunci: kepercayaan diri, keberanian, anak sekolah dasar, kritik,tekanan social, cemoohan, peran guru, ketahanan mental.

Pendahuluan 

Sekolah dasar adalah fase yang krusial dalam pertumbuhan seorang anak, khususnya dalam menumpuk rasa percaya diri dan kemampuan berkomunikasi. Dalam periode ini, anak berada dalam tahap perkembangan psikososial yang membutuhkan dukungan sosial, penerimaan, serta pengakuan terhadap kemampuan yang dimilikinya. Namun, kondisi yang ada di lapangan menunjukkan bahwa banyak anak merasa cemas untuk berbicara di kelas , baik ketika menjawab pertanyaan, berdiskusi, maupun saat tampil di hadapan teman sebayanya. Fenomena ini tidak dapat dianggap hanya sebagai sifat malu atau kurang percaya diri, melainkan juga sebagai cerminan tekanan psikologis dari lingkungan belajar yang kurang mendukung secara emosional.

Anak-anak yang pernah mendapatkan kritik berlebihan dari guru, menjadi bahan lelucon oleh teman sekelasnya, atau mengalami ejekan cenderung mengalami kesulitan dalam berkembangnya rasa percaya diri. Mereka merasa ragu untuk menyampaikan pendapat karena takut membuat kesalahan dan merasa dipermalukan. Keadaan ini berpotensi menyebabkan kecemasan dalam berprestasi dan ketakutan akan penilaian negatif dari orang lain. Akibatnya, anak sering memilih untuk tidak berbicara, menjauh, atau bahkan menunjukkan gejala fisik ketika harus tampil di depan kelas.

Selain itu, kritik yang tidak diimbangi dengan pendekatan pengajaran yang empatik sering kali mengurangi harga diri anak. Dalam kerangka teori Erikson, anak-anak pada usia sekolah dasar berada dalam tahap "industri vs inferioritas", di mana mereka sangat peka terhadap penilaian dari orang dewasa dan teman-teman sebayanya. Ketika mereka mengalami lebih banyak kegagalan atau penghinaan dibandingkan dengan pujian dan dukungan positif, mereka akan cenderung mengembangkan rasa inferior dan merasa tidak mampu. Permasalahan ini semakin diperburuk oleh budaya sekolah yang sering memandang perilaku merendahkan teman sebagai bagian dari "lelucon" atau "hukuman sosial".

Hal ini menunjukkan adanya kekurangan sistemik dalam menciptakan lingkungan kelas yang aman secara emosional, sementara keamanan psikologis adalah salah satu syarat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri serta partisipasi aktif siswa dalam proses belajar. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penelitian mendalam mengenai dampak psikologis dari kritik, ejekan, dan cemoohan dalam kelas, khususnya terhadap kepercayaan diri anak-anak di tingkat SD. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran guru, orang tua, dan pengambil keputusan di bidang pendidikan tentang pentingnya memperhatikan dimensi emosional dalam proses belajar, serta menciptakan lingkungan sekolah yang ramah, baik secara fisik maupun psikologis.

Metode penelitian 

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mengandalkan kajian pustaka. Tujuan dari metode ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan ketidaknyamanan anak dalam berbicara di kelas akibat interaksi sosial yang negatif, seperti kritik, ejekan, dan tertawaan dari teman sebaya, melalui penelusuran dan analisis sumber-sumber literatur yang relevan.

Menurut Zed (2004:3), kajian pustaka mencakup pengumpulan data dari literatur, membaca, mencatat, dan mengelola bahan penelitian yang berasal dari literatur ilmiah, baik dalam bentuk cetak maupun digital. Dengan pendekatan kualitatif ini, penelitian tidak mengumpulkan data secara langsung dari lapangan, melainkan menganalisis fenomena secara teoretis dan dalam kedalaman menggunakan bahan tertulis yang sudah ada.

Hasil dan Pembahasan 

Ketakutan anak untuk berbicara di kelas merupakan masalah psikologis yang cukup umum terjadi pada siswa Sekolah Dasar (SD). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ketakutan ini banyak dipicu oleh pengalaman negatif, seperti kritik, tertawaan, dan cemoohan dari teman sebaya. Sari dan Zulfikasari (2025) menemukan bahwa pengalaman tersebut menimbulkan kecemasan yang signifikan ketika anak diminta berbicara di depan kelas, dan teknik self-talk positif terbukti efektif mengurangi kecemasan tersebut. Khairunisa (2019) menambahkan bahwa tekanan sosial dan rasa takut salah akibat ejekan teman menyebabkan anak enggan berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas, yang kemudian berdampak negatif pada proses belajar dan perkembangan sosial mereka.

Penelitian Azmi et al. (2021) dan Rahmah & Purwoko (2024) menunjukkan bahwa bullying verbal dalam bentuk ejekan dan cemoohan secara langsung menurunkan kepercayaan diri anak dalam berbicara di kelas. Anak yang menjadi korban bullying verbal cenderung mengalami gejala kecemasan sosial seperti gugup, takut tampil, hingga menolak berbicara. Temuan ini sejalan dengan hasil Murtana et al., yang mengemukakan bahwa bullying verbal berdampak negatif pada keberanian anak untuk mengekspresikan diri secara verbal dan menurunkan harga diri mereka secara keseluruhan.

Studi Puan Nur Jannah et al. (2021) dan Rositaningsih (2019) menegaskan bahwa cemoohan dan tertawaan teman di lingkungan kelas memunculkan rasa malu dan ketakutan mendalam, sehingga anak menarik diri dari interaksi sosial dan kehilangan kepercayaan diri. Wicaksana et al. (2023) menambahkan bahwa bullying verbal merupakan faktor utama yang menyebabkan gangguan emosional pada anak SD, seperti penurunan motivasi belajar dan ketakutan untuk berbicara di depan kelas.

Selain itu, Saputri et al. (2023) menunjukkan bahwa lingkungan kelas yang tidak suportif dan minimnya intervensi guru memperparah kondisi anak yang takut berbicara akibat kritik dan ejekan teman. Oleh karena itu, penting bagi guru dan sekolah untuk menciptakan suasana kelas yang aman secara psikologis, memberikan penguatan positif, dan menerapkan strategi pendampingan seperti teknik self-talk dan konseling agar kepercayaan diri anak dapat pulih dan mereka kembali berani berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.

Secara keseluruhan, ketakutan anak berbicara di kelas tidak hanya disebabkan oleh kurangnya kemampuan, tetapi merupakan dampak psikologis dari perlakuan negatif teman sebaya berupa kritik, tertawaan, dan cemoohan. Penanganan yang tepat dan lingkungan belajar yang suportif menjadi kunci utama dalam membantu anak mengatasi ketakutan ini serta membangun kembali kepercayaan diri mereka.

Simpulan 

Ketakutan anak untuk berbicara di kelas pada tingkat Sekolah Dasar banyak dipengaruhi oleh pengalaman negatif berupa kritik, tertawaan, dan cemoohan dari teman sebaya. Perlakuan tersebut memberikan dampak psikologis yang signifikan, seperti menurunnya kepercayaan diri, meningkatnya kecemasan sosial, dan rasa malu yang membuat anak enggan berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Lingkungan kelas yang kurang mendukung serta minimnya intervensi dari guru dapat memperburuk kondisi ini. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang terintegrasi dari guru, orang tua, dan sekolah untuk menciptakan suasana kelas yang aman secara psikologis, memberikan penguatan positif, serta menerapkan strategi pendampingan yang efektif, seperti teknik self-talk dan konseling, agar kepercayaan diri anak dapat pulih dan mereka dapat kembali berani berbicara di depan kelas.


Daftar Pustaka 


Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. akarta: Rineka Cipta.

Azmi, R. d. (2021). Pengaruh Bullying Verbal terhadap Kepercayaan Diri Siswa. Jurnal Basicedu, 5(3).

Erikson, E. H. (1968). Identity: Youth and Crisis. New York: Norton.

khairunisa. (2019). Kecemasan Berbicara di Depan Kelas pada Peserta Didik Sekolah Dasar . jurnal tunas bangsa , Vol. 6, No.2.

Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50(4), 370-396.

Miles, M. B. (1994). Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook (2nd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Murtana, D. d. (n.d). Pengaruh Verbal Bullying terhadap Kepercayaan Diri Siswa. Jurnal Keperawatan Jiwa.

Nevid, J. .. (2003). Psikologi Abnormal (Edisi 4). Jakarta Erlangga.

Puan Nur Jannah, d. (2021). Pengaruh Verbal Bullying Terhadap Self-Esteem Siswa Kelas V SDN Mrican 1 Kediri. Prosiding SEMDIKJAR.

Rahmah, N. &. (2024). Dampak Bullying Verbal Terhadap Menurunnya Rasa Percaya Diri. Jurnal Edukasia.

Rositaningsih. (2019). Bullying Verbal dan Dampaknya terhadap Kepercayaan Diri Siswa SD Negeri 1 Kuncen Ceper. Skripsi, UIN Sunan Kalijaga.

Saputri, N. d. (2023). Dampak Verbal Bullying Terhadap Tingkat Kepercayaan Diri Siswa SDN Karet 04 Pagi Jakarta. Jurnal Edukasi (UNMA).

Sari, W. A. (2025). Efektivitas Terapi Self-Talk dalam Mengurangi Kecemasan Siswa Sekolah Dasar Saat Tampil di Depan Kelas. Jurnal Elementary: Inovasi Pendidikan Dasar, 5(1).

Sudarta, M. I. (2019). Upaya Guru dalam Mengatasi Kecemasan Berbicara Siswa Kelas V di MI Ar-Raudhah Samarinda. Jurnal Pendidikan Dasar, 10(2), 134-142.

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 

Watson, D. &. (1969). Measurement of Social-Evaluative Anxiety. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 33(4), 448-457.

Wicaksana, A. d. (2023). Dampak Bullying terhadap Kepercayaan Diri Anak SD: Tinjauan Sistematis. Jurnal Pendas (Unpas).


















×
Berita Terbaru Update