PERAN STRATEGI GURU DALAM MENUMBUHKAN KETAHANAN EMOSIONAL SIAWA SEKOLAH DASAR
Paskalia Pratiwi.S (2024015101)
PGSD Universitas Sarjanawiata Tamansiswa
ABSTRAK
Ketahanan emosional merupakan aspek penting dalam perkembangan psikologis anak usia sekolah dasar (SD), karena menjadi fondasi bagi kemampuan mereka menghadapi tekanan akademik, sosial, dan emosional di lingkungan sekolah . Anak-anak yang memiliki ketahanan emosional cenderung lebih mampu mengelola stres, memulihkan diri dari kegagalan, serta tetap termotivasi dalam proses belajar. Dalam konteks pendidikan dasar, guru memegang peran strategis tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pendamping emosional yang mampu membentuk iklim kelas yang aman, suportif, dan empatik. Artikel ini membahas bagaimana guru dapat menumbuhkan ketahanan emosional siswa SD melalui pendekatan pedagogis yang humanistik, komunikasi yang positif, serta penerapan strategi regulasi emosi dalam kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan teori perkembangan Erikson dan konsep resiliensi psikologis, artikel ini menekankan pentingnya hubungan interpersonal yang hangat antara guru dan siswa sebagai salah satu kunci terbentuknya ketahanan emosional. Selain itu, disoroti pula tantangan yang dihadapi guru dalam mendeteksi dan mendampingi anak-anak yang mengalami tekanan emosional, serta perlunya pelatihan berkelanjutan bagi guru dalam bidang literasi kesehatan mental anak. Diharapkan artikel ini dapat menjadi referensi bagi para pendidik dan pemangku kebijakan dalam menciptakan sekolah dasar yang tidak hanya mendidik secara akademik, tetapi juga menguatkan secara emosional.
Kata kunci: ketahanan emosional, guru, psikologi pendidikan, sekolah dasar, hubungan guru-siswa, regulasi emosi.
PENDAHULUAN
Pendidikan di jenjang sekolah dasar memiliki peran dalam membentuk dasar kepribadian, karakter, dan kesiapan anak dalam menghadapi kehidupan yang lebih kompleks di masa depan. Di usia ini, anak-anak tidak hanya sedang mengalami perkembangan kognitif yang pesat, tetapi juga menghadapi proses pembentukan identitas diri dan keterampilan sosial ,emosional yang akan menentukan bagaimana mereka menyikapi tekanan, kegagalan, dan tantangan. Dalam konteks ini, ketahanan emosional menjadi aspek penting yang sering kali terabaikan. Ketahanan emosional bukan hanya pada siswa akan tetapi ketahanan emosi juga perlu terhadap guru dalam mengatasi tantangan dan tekanan menghadapi siswa, mencerminkan kemampuan anak untuk tetap tenang di tengah tekanan, bangkit dari kegagalan, serta menghadapi situasi sulit dengan cara yang sehat dan konstruktif. Kemampuan ini tidak bersifat bawaan, melainkan dapat dibentuk dan dipupuk melalui interaksi yang suportif di lingkungan terdekat anak, salah satunya adalah lingkungan sekolah, Sekolah sebagai tempat anak menghabiskan sebagian besar waktunya menjadi ruang yang strategis dalam membentuk karakter dan daya tahan emosional siswa. Peran guru dalam hal ini tidak hanya sebagai pengajar yang menyampaikan materi pelajaran, tetapi juga sebagai pembimbing, pengamat, dan pendamping emosional. Guru yang mampu menciptakan suasana kelas yang positif, inklusif, dan aman secara psikologis akan memberikan dampak besar terhadap rasa percaya diri, kemampuan adaptasi siswa, dalam kesehatan mental siswa. Guru dengan pendekatan yang humanistik dan empatik akan membantu anak merasa dihargai, diterima, dan didengarkan, yang pada akhirnya memperkuat rasa aman psikologis mereka untuk berkembang.
Namun pada kenyataannya, belum semua guru memiliki kesadaran dan keterampilan yang memadai dalam mengelola aspek psikologis anak. Tantangan seperti beban administrasi, fokus berlebihan pada pencapaian akademik, dan kurangnya pelatihan mengenai kesehatan mental,Guru sebagai figur dewasa yang berinteraksi langsung dengan siswa setiap hari memiliki potensi besar untuk menanamkan nilai-nilai resiliensi melalui keteladanan, komunikasi positif, dan strategi regulasi emosi yang diterapkan secara konsisten di kelas. Pendekatan seperti mindful breathing, dialog emosional, serta penguatan karakter dapat menjadi alat yang efektif dalam memperkuat daya tahan mental siswa. Relasi hangat antara guru dan siswa juga berfungsi sebagai “jaring pengaman emosional” yang sangat dibutuhkan anak-anak, terutama mereka yang menghadapi tekanan dari lingkungan keluarga atau sosial. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut, maka sangat penting untuk menelaah bagaimana strategi guru dapat digunakan secara efektif dalam menumbuhkan ketahanan emosional siswa sekolah dasar. Dengan harapan, pendidikan dasar tidak hanya menjadi sarana pencapaian akademik semata, tetapi juga menjadi wahana pembentukan individu yang tangguh secara emosional dan siap menghadapi realitas kehidupan.
METODE
Artikel ini disusun dengan pendekatan kualitatif-deskriptif berbasis studi kepustakaan (library research) dan observasi lapangan terbatas. bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam mengenai peran guru dalam menumbuhkan ketahanan emosional siswa di jenjang Sekolah Dasar (SD.
Data utama dalam artikel ini diperoleh dari:
Studi literatur yang meliputi buku-buku psikologi pendidikan, jurnal ilmiah nasional dan internasional, serta artikel-artikel terpercaya yang membahas topik ketahanan emosional, psikologi perkembangan anak usia sekolah, dan peran pedagogis guru.
Observasi informal terhadap praktik pembelajaran di beberapa sekolah dasar negeri dan swasta di lingkungan penulis, terutama dalam interaksi antara guru dan siswa dalam menghadapi situasi emosional (misalnya saat siswa mengalami kesulitan belajar, konflik dengan teman, atau tekanan akademik).
Wawancara singkat dan tidak terstruktur dengan beberapa guru SD sebagai sumber pendukung, untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai tantangan dan praktik yang dilakukan guru dalam membangun ketahanan emosional siswa.
Pendekatan deskriptif digunakan untuk menggambarkan bagaimana guru dapat berperan secara strategis dalam menumbuhkan ketahanan emosional siswa melalui:
Penerapan strategi regulasi emosi di kelas,Pembentukan iklim kelas yang aman dan suportif secara psikologis, Hubungan interpersonal yang positif antara guru dan siswa, Penguatan rasa percaya diri siswa melalui komunikasi dan pendekatan yang empatik.
artikel ini juga mengacu pada teori perkembangan psikososial Erik Erikson (terutama tahap industri vs inferioritas) dan teori resiliensi dalam psikologi anak. Dengan demikian, pembahasan tidak hanya bersifat praktis, tetapi juga memiliki dasar teoretis yang kuat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kajian Teori dan Pembahasan
Keteladanan Guru dalam Mengelola Emosi
Guru yang mampu mengelola emosinya sendiri dengan baik menjadi contoh yang sangat berpengaruh bagi siswa. Guru harus bersikap tenang dalam situasi sulit, merespons siswa dengan sabar, dan menunjukkan rasa empati, dan belajar cara menghadapi tekanan secara sehat pada siswa. Sikap guru yang reaktif, keras, justru memperburuk kondisi emosional anak, apalagi mereka yang berasal dari latar belakang keluarga penuh tekanan. Situasi Kelas yang Aman secara Psikologis Guru yang menciptakan suasana kelas yang terbuka, hangat, dan bebas dari rasa takut (psychological safety) membantu siswa merasa diterima dan tidak takut gagal. Ketika anak merasa nyaman mengekspresikan pendapat dan emosi tanpa takut dikritik atau dipermalukan, mereka akan lebih siap menghadapi tantangan akademik maupun sosial. Praktik yang mendukung situasi ini antara lain: memberikan penguatan positif, memberi ruang dialog emosional (seperti sesi komunikasi terbuka), dan tidak menggunakan hukuman yang mempermalukan siswa.
Penerapan Strategi Regulasi Emosi
Guru dapat menumbuhkan ketahanan emosional dengan melibatkan siswa dalam strategi regulasi emosi, seperti latihan pernapasan, teknik mindful breathing, atau refleksi sederhana terhadap perasaan mereka setelah menghadapi kesulitan. Strategi ini memperkuat kemampuan metakognitif anak untuk mengenali, memahami, dan mengelola emosinya sendiri. Dalam observasi, guru yang meluangkan waktu 5–10 menit sebelum atau sesudah pelajaran untuk “berhenti sejenak” dan mengajak siswa merenungi perasaan mereka menunjukkan dampak positif terhadap ketenangan suasana kelas secara umum.
Hubungan Personal antara Guru dan Siswa
Kedekatan guru dengan siswa secara personal misalnya dengan mengenali nama lengkap, menyapa dengan hangat, atau menanyakan kabar meningkatkan rasa dihargai dan diterima anak di lingkungan sekolah. Hubungan yang penuh perhatian ini menjadi jaring pengaman psikologis yang memungkinkan siswa merasa cukup aman untuk berkembang dan menghadapi tekanan. Menurut teori Erikson (tahap industri vs inferioritas), anak usia SD berada dalam fase di mana mereka sangat membutuhkan pengakuan atas kemampuannya dan dukungan untuk membangun kepercayaan diri. Guru menjadi kunci dalam membantu mereka “merasa mampu” dan tidak inferior.
Tantangan di lapangan
Meskipun guru memiliki posisi strategis, banyak di antara mereka mengaku kesulitan dalam menerapkan strategi psikologis karena beberapa faktor:
Beban administratif dan kurikulum yang padat
Minimnya pelatihan tentang kesehatan mental anak
Kurangnya dukungan dari pihak sekolah atau orang tua
Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas guru melalui pelatihan, supervisi psikologis, dan sinergi antara sekolah, keluarga, dan pihak profesional seperti psikolog pendidikan.
KESIMPULAN
Strategi pembelajaran dan pendekatan yang tepat di lingkungan sekolah dasar memiliki peran penting dalam membentuk ketahanan emosional siswa. Ketahanan emosional kemampuan siswa untuk menghadapi tekanan, mengelola emosi, serta bangkit dari kegagalan dapat ditumbuhkan melalui penerapan strategi yang berfokus pada pembelajaran sosial-emosional, penciptaan lingkungan yang suportif, serta hubungan positif antara guru dan siswa. Guru berperan sebagai fasilitator dalam mengenalkan keterampilan regulasi emosi, pemecahan masalah, dan penguatan karakter. Dengan strategi yang terencana dan berkelanjutan, siswa tidak hanya tumbuh secara kognitif, tetapi juga menjadi pribadi yang Tangguh dan siap menghadapi tantangan dimasa depan.
DAFTAR PUSTAKA
nurhayati, n. (2023). Strategi guru dalam mengembangkan kemampuan sosial emosional pada anak Sekolah Dasar (SD) usia 7–8 tahun di Tenggarong. Jurnal Benua Etam Ramah Anak Usia Dini, 1(1), 26–35.
Handayani, S. W., Masfuah, S., & Fardani, M. A. (2021). Kecerdasan emosional anak Sekolah Dasar saat pembelajaran daring. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 5(3), 446–456. https://doi.org/10.23887/jppp.v5i3.32250
Andini, S. R., Putri, V. M., Desyandri, D., & Irdamurni, I. (2022). Dampak pendidikan karakter untuk mengelola emosional peserta didik di Kelas V. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(2), 11161–11167.
Damayanti, E., & Nugroho, A. (2020). Strategi Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia, 5(2), 123–132.
Yuliana, R. (2019). Peran Guru sebagai Pendidik dalam Menumbuhkan Ketahanan Emosi Siswa. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling, 6(1), 45–53.