-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

PENINGKATAN MINAT BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA KELAS 2 SD

Sabtu, 29 Juni 2024 | Juni 29, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-30T00:24:56Z

PENINGKATAN MINAT BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN MODEL  PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA KELAS 2 SD 

By Zahrisa Hanum (2021015268) 

Pendahuluan 

Minat dapat digambarkan dengan suatu kecenderungan hati terhadap sesuatu yang disukai. Sedangkan, minat belajar adalah suatu perasaan atau ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas,  tanpa padanya perintah atau paksaan. Minat merupakan penerimaan pada suatu hubungan antar  dirinya dan di luar dirinya, jika semakin kuat atau dekatnya hubungan tersebut kemungkinan  semakin besar minatnya. Minat pada dasarnya merupakan suatu kondisi yang terjadi apabila  seseorang melihat karakteristik atau arti yang diinginkan dan dibutuhkan oleh diri. 

Isi  

Dalam proses pembelajaran sering sekali di temukan peserta didik yang terlihat bosan, lesu, dan letih ketika guru menjelaskan materi. Tidak hanya itu peserta didik juga  sering terlihat ramai, gaduh, bermain sesukanya saat diberi tugas kelompok, waktu  istirahat, bahkan tidak jarang pada waktu pembelajaran berlangsung. Sedikit dari mereka  yang menggunakan konsentrasinya untuk belajar, memberikan pikiran untuk mengerjakan  soal, dan secara aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Keadaan ini terjadi  hampir 80% pada peserta didik kelas 2 SD pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Peserta  didik banyak yang kurang memiliki motivasi belajar yang tinggi. Karakteristik peserta  didik yang memiliki motivasi belajar di lihat dari munculnya Hasrat atau keinginan untuk  mencapai keberhasilan, munculnya dorongan untuk memenuhi kebutuhan belajar, dan  memiliki cita-cita masa depan., terdapat penghargaan dalam belajar, kegiatan yang  menarik dalam pembelajaran, serta lingkungan belajar yang kondusif. Uno (2008).  Sedangkan motivasi yang tinggi dapat di lihat dari memiliki rasa ingin untuk terus  mencapai tujuan, dengan memanfaatkan peluang untuk mencapai tujuan yang diikuti oleh 

peserta didik. Motivasi belajar ada pada diri peserta didik dengan karakteristik sebagai  berikut : 

a. Giat dalam menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang  lama dan tidak berhenti sebelum selesai), 

b. Tekun menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa) tidak memerlukan  dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin, 

c. Menunjukkan minat menyelesaikan permasalahan baik pada diri sendiri  maupun khalayak umum (misalnya: masalah pembangunan, agama, politik,  ekonomi, keadilan, tindak kriminal dan sebagainya), 

d. Cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin (hal yang bersifat mekanis,  berulang-ulang begitu saja sehingga kurang kreatif), 

e. Dapat mempertahankan pendapatnya jika yakin akan sesuatu. 

f. Senang mencari dan memecahkan masalah maupun soal-soal dan penugasan  yang diberikan oleh guru, Sardiman (2000). 

Indikator permasalahan mengenai motivasi belajar diperoleh dari observasi lapangan kelas  2 SD mata pelajaran Bahasa Indonesia yang terbagi menjadi 4, diantaranya: 

1. Ketekunan dan Keuletan 

Perilaku tekun terlihat pada sikap peserta didik ketika saat berusaha secara sungguh-sungguh agar dapat mencapai sesuatu yang diinginkan. Perilaku tekun  dapat menjadi hal yang dapat mengubah diri menjadi terampil dan mumpuni dalam  bidang yang ditekuni. Orang yang mempunyai kreativitas, keterampilan dan  kemauan yang keras akan meraih keberhasilan apabila dibarengi dengan ketekunan.  Pelaksanaan pembelajaran dengan sikap tekun akan membawa peserta didik pada  keberhasilan. Sedangkan sikap ulet tergambarkan dengan kemauan keras dan tidak  mudah putus asa walaupun banyak halang rintang yang menghalangi usaha. Setiap  orang harus bekerja dan berusaha dengan tekun dan ulet agar mencapai apa yang di  cita-citakan. Ketekunan dan keuletan adalah kunci utama meraih keberhasilan.  Ketekunan dan keuletan berbanding terbalik dengan kemalasan. Motivasi belajar  mengenai ketekunan dan keuletan belum ada pada jiwa peserta didik kelas 2 SD pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Peserta didik cenderung malas, kurang 

adanya gairah mengikuti pembelajaran, kurang adanya kerja keras yang dilakukan  secara terus menerus dalam waktu yang lama (konsisten), menyerah sebelum  menyelesaikan tugas, mudah putus asa, dan menitikberatkan dorongan guru. Selain  itu, kebanyakan peserta didik lebih suka bermain, sulit dikondisikan, melakukan  kegiatan melawan aturan kelas saat pembelajaran dan sikap enggan untuk 

mengikuti pembelajaran sehingga pada saat penjelasan materi peserta didik sudah  lemas, letih, lesu dan bosan. 

2. Minat dan Semangat Belajar 

Perhatian dan kecenderungan hati seseorang terhadap lingkungan, tanggung jawab sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup menjadi motivasi utama yang  diperlukan peserta didik. Minat tidak lahir begitu saja, melainkan diperoleh  kemudian hari setelah adanya proses, pengalaman dan pembelajaran. Minat dan  semangat menyatu dalam diri peserta didik sebagai gairah melaksanakan kegiatan  belajar, menjamin keberhasilan belajar serta memberikan arah belajar sesuai tujuan. Minat dan semangat belajar peserta didik kelas 2 SD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi problematik yang perlu diselesaikan. Akar permasalahan terjadi  karena adanya faktor eksternal yang mempengaruhi semangat dan minat belajar  peserta didik, sikap malas peserta didik, kurangnya dorongan untuk belajar, kurangnya konsentrasi belajar pada peserta didik, pembelajaran yang belum memaksimalkan metode student centre, kurang minatnya pada pembelajaran  Bahasa Indonesia karena berbagai faktor, salah satunya jam pelajaran yang  dilaksanakan pada siang hari. 

3. Kemandirian 

Kemandirian (self reliance) peserta didik tergambar pada kemampuan mengelola semua yang dimiliki, mengelola waktu, berjalan dan berpikir secara mandiri serta kemampuan mengambil risiko dan memecahkan masalah. Individu yang mandiri  tidak membutuhkan petunjuk yang detail secara terus menerus mengenai  bagaimana mencapai produk akhir, dan berusaha bersandar pada diri sendiri.  Kemandirian berkenaan dengan tanggung jawab, penyelesaian penugasan dan  keterampilan dalam mengerjakan sesuatu mencapai sesuatu dan bagaimana  mengelola sesuatu, Parker (2005). Kemandirian peserta didik kelas 2 SD belum 

tercermin secara sempurna, ketergantungan peserta didik kepada guru, teman teman, dan orang-orang di sekitarnya menimbulkan mundurnya sikap kemandirian.  Kurang mampunya mengelola waktu, energi, emosional dalam bermain dan belajar  menjadi penyebab utama hilangnya kemandirian pada peserta didik. Selain itu,  peserta didik cenderung pasif dalam berpendapat, namun sangat aktif dalam  bermain di luar pembelajaran. 

4. Optimis 

Peserta didik dengan sikap optimis akan berpikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif dengan terus berusaha mencapai yang  terbaik dari keadaan terburuk, Ghufron & Risnawati (2010). Optimis dilihat dari  pandangan kecerdasan emosional yakni suatu pertahanan diri pada seseorang agar  tidak terjatuh dalam masa kebodohan, putus asa dan depresi pada saat mengalami  kesulitan. Mampu menerima kekecewaan dengan respon positif, tidak mudah putus  asa, merencanakan tindakan ke depan, mencari solusi, mencari pertolongan dan  melihat kegagalan sebagai pengelaman untuk melakukan perbaikan, Ghufron &  Risnawati (2010). Namun sikap optimis belum sepenuhnya ada dalam diri peserta  didik kelas 2 SD pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Akar masalah dari sikap pesimis (kebalikan dari optimis) muncul karena mereka meyakini bahwa setinggi  dan segiat apa pun disekolah akhirnya akan kembali ke kebun dan sawah. Sehingga  semangat juang, cita-cita luhur mereka sudah terkubur terlebih dahulu sebelum  mencoba dan mengusahakan. Selain itu, peserta didik kurang senang mencari dan  memecahkan masalah maupun soal-soal dan penugasan yang diberikan guru karena  sikap pesimis cenderung memberi noda. 

Untuk meningkatkan minat belajar dan keaktifan siswa di kelas, salah  satunya dengan menerapkan model kooperatif tipe TGT yang membuat suasana  kelas lebih menyenangkan dengan adanya permainan yang sesuai dengan karakter  siswa sekolah dasar yaitu senang bermain. Pembelajaran kooperatif tipe TGT Team  Game Tournamen (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan  Keith Edwards merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins.  Dalam metode ini, para peserta didik dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas 

empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin,  dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu peserta didik  bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah  menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana peserta didik  memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin  bagi skor timnya. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri  untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual  (Robert E. Slavin, 2008). 

Ada lima komponen utama dalam TGT antara lain : 

1. Penyajian kelas, pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi  dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran  langsung atau dengan ceramah diskusi yang dipimpin guru. Pada saat  penyajian kelas ini ,peserta didik harus benar-benar memperhatikan  dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu  peserta didik bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada  saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok. 

2. Kelompok (team), Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai  dengan lima orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih  mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus  untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik  dan optimal pada saat game. 

3. Game, terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk  menguji pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas  dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan pertanyaan sederhana bernomor. Peserta didik memilih kartu  bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan  nomor itu. Peserta didik yang menjawab benar pertanyaan itu akan  mendapatkan skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan peserta didik  untuk tournament mingguan. 

4. Turnamen, untuk memulai turnamen masing-masing peserta  mengambil nomor undian. 

5. Penghargaan kelompok (team recognise), guru kemudian  mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan  

mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi  

kriteria yang ditentukan. 

Kesimpulan  

Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi peserta didik kelas 2 SD  dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, perlu dilakukan upaya yang lebih sistematis dalam  membangun minat belajar, meningkatkan motivasi, mengembangkan kemandirian, dan  mempromosikan sikap optimis. Implementasi model pembelajaran yang sesuai seperti TGT dapat  membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan bagi mereka.


×
Berita Terbaru Update