PENINGKATAN MINAT BELAJAR BAHASA INDONESIA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT PADA KELAS 2 SD
By Zahrisa Hanum (2021015268)
Pendahuluan
Minat dapat digambarkan dengan suatu kecenderungan hati terhadap sesuatu yang disukai. Sedangkan, minat belajar adalah suatu perasaan atau ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa padanya perintah atau paksaan. Minat merupakan penerimaan pada suatu hubungan antar dirinya dan di luar dirinya, jika semakin kuat atau dekatnya hubungan tersebut kemungkinan semakin besar minatnya. Minat pada dasarnya merupakan suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat karakteristik atau arti yang diinginkan dan dibutuhkan oleh diri.
Isi
Dalam proses pembelajaran sering sekali di temukan peserta didik yang terlihat bosan, lesu, dan letih ketika guru menjelaskan materi. Tidak hanya itu peserta didik juga sering terlihat ramai, gaduh, bermain sesukanya saat diberi tugas kelompok, waktu istirahat, bahkan tidak jarang pada waktu pembelajaran berlangsung. Sedikit dari mereka yang menggunakan konsentrasinya untuk belajar, memberikan pikiran untuk mengerjakan soal, dan secara aktif melibatkan diri dalam proses pembelajaran. Keadaan ini terjadi hampir 80% pada peserta didik kelas 2 SD pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Peserta didik banyak yang kurang memiliki motivasi belajar yang tinggi. Karakteristik peserta didik yang memiliki motivasi belajar di lihat dari munculnya Hasrat atau keinginan untuk mencapai keberhasilan, munculnya dorongan untuk memenuhi kebutuhan belajar, dan memiliki cita-cita masa depan., terdapat penghargaan dalam belajar, kegiatan yang menarik dalam pembelajaran, serta lingkungan belajar yang kondusif. Uno (2008). Sedangkan motivasi yang tinggi dapat di lihat dari memiliki rasa ingin untuk terus mencapai tujuan, dengan memanfaatkan peluang untuk mencapai tujuan yang diikuti oleh
peserta didik. Motivasi belajar ada pada diri peserta didik dengan karakteristik sebagai berikut :
a. Giat dalam menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam waktu yang lama dan tidak berhenti sebelum selesai),
b. Tekun menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin,
c. Menunjukkan minat menyelesaikan permasalahan baik pada diri sendiri maupun khalayak umum (misalnya: masalah pembangunan, agama, politik, ekonomi, keadilan, tindak kriminal dan sebagainya),
d. Cepat bosan dengan tugas-tugas yang rutin (hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja sehingga kurang kreatif),
e. Dapat mempertahankan pendapatnya jika yakin akan sesuatu.
f. Senang mencari dan memecahkan masalah maupun soal-soal dan penugasan yang diberikan oleh guru, Sardiman (2000).
Indikator permasalahan mengenai motivasi belajar diperoleh dari observasi lapangan kelas 2 SD mata pelajaran Bahasa Indonesia yang terbagi menjadi 4, diantaranya:
1. Ketekunan dan Keuletan
Perilaku tekun terlihat pada sikap peserta didik ketika saat berusaha secara sungguh-sungguh agar dapat mencapai sesuatu yang diinginkan. Perilaku tekun dapat menjadi hal yang dapat mengubah diri menjadi terampil dan mumpuni dalam bidang yang ditekuni. Orang yang mempunyai kreativitas, keterampilan dan kemauan yang keras akan meraih keberhasilan apabila dibarengi dengan ketekunan. Pelaksanaan pembelajaran dengan sikap tekun akan membawa peserta didik pada keberhasilan. Sedangkan sikap ulet tergambarkan dengan kemauan keras dan tidak mudah putus asa walaupun banyak halang rintang yang menghalangi usaha. Setiap orang harus bekerja dan berusaha dengan tekun dan ulet agar mencapai apa yang di cita-citakan. Ketekunan dan keuletan adalah kunci utama meraih keberhasilan. Ketekunan dan keuletan berbanding terbalik dengan kemalasan. Motivasi belajar mengenai ketekunan dan keuletan belum ada pada jiwa peserta didik kelas 2 SD pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Peserta didik cenderung malas, kurang
adanya gairah mengikuti pembelajaran, kurang adanya kerja keras yang dilakukan secara terus menerus dalam waktu yang lama (konsisten), menyerah sebelum menyelesaikan tugas, mudah putus asa, dan menitikberatkan dorongan guru. Selain itu, kebanyakan peserta didik lebih suka bermain, sulit dikondisikan, melakukan kegiatan melawan aturan kelas saat pembelajaran dan sikap enggan untuk
mengikuti pembelajaran sehingga pada saat penjelasan materi peserta didik sudah lemas, letih, lesu dan bosan.
2. Minat dan Semangat Belajar
Perhatian dan kecenderungan hati seseorang terhadap lingkungan, tanggung jawab sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup menjadi motivasi utama yang diperlukan peserta didik. Minat tidak lahir begitu saja, melainkan diperoleh kemudian hari setelah adanya proses, pengalaman dan pembelajaran. Minat dan semangat menyatu dalam diri peserta didik sebagai gairah melaksanakan kegiatan belajar, menjamin keberhasilan belajar serta memberikan arah belajar sesuai tujuan. Minat dan semangat belajar peserta didik kelas 2 SD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi problematik yang perlu diselesaikan. Akar permasalahan terjadi karena adanya faktor eksternal yang mempengaruhi semangat dan minat belajar peserta didik, sikap malas peserta didik, kurangnya dorongan untuk belajar, kurangnya konsentrasi belajar pada peserta didik, pembelajaran yang belum memaksimalkan metode student centre, kurang minatnya pada pembelajaran Bahasa Indonesia karena berbagai faktor, salah satunya jam pelajaran yang dilaksanakan pada siang hari.
3. Kemandirian
Kemandirian (self reliance) peserta didik tergambar pada kemampuan mengelola semua yang dimiliki, mengelola waktu, berjalan dan berpikir secara mandiri serta kemampuan mengambil risiko dan memecahkan masalah. Individu yang mandiri tidak membutuhkan petunjuk yang detail secara terus menerus mengenai bagaimana mencapai produk akhir, dan berusaha bersandar pada diri sendiri. Kemandirian berkenaan dengan tanggung jawab, penyelesaian penugasan dan keterampilan dalam mengerjakan sesuatu mencapai sesuatu dan bagaimana mengelola sesuatu, Parker (2005). Kemandirian peserta didik kelas 2 SD belum
tercermin secara sempurna, ketergantungan peserta didik kepada guru, teman teman, dan orang-orang di sekitarnya menimbulkan mundurnya sikap kemandirian. Kurang mampunya mengelola waktu, energi, emosional dalam bermain dan belajar menjadi penyebab utama hilangnya kemandirian pada peserta didik. Selain itu, peserta didik cenderung pasif dalam berpendapat, namun sangat aktif dalam bermain di luar pembelajaran.
4. Optimis
Peserta didik dengan sikap optimis akan berpikir yang positif dan realistis dalam memandang suatu masalah. Berpikir positif dengan terus berusaha mencapai yang terbaik dari keadaan terburuk, Ghufron & Risnawati (2010). Optimis dilihat dari pandangan kecerdasan emosional yakni suatu pertahanan diri pada seseorang agar tidak terjatuh dalam masa kebodohan, putus asa dan depresi pada saat mengalami kesulitan. Mampu menerima kekecewaan dengan respon positif, tidak mudah putus asa, merencanakan tindakan ke depan, mencari solusi, mencari pertolongan dan melihat kegagalan sebagai pengelaman untuk melakukan perbaikan, Ghufron & Risnawati (2010). Namun sikap optimis belum sepenuhnya ada dalam diri peserta didik kelas 2 SD pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Akar masalah dari sikap pesimis (kebalikan dari optimis) muncul karena mereka meyakini bahwa setinggi dan segiat apa pun disekolah akhirnya akan kembali ke kebun dan sawah. Sehingga semangat juang, cita-cita luhur mereka sudah terkubur terlebih dahulu sebelum mencoba dan mengusahakan. Selain itu, peserta didik kurang senang mencari dan memecahkan masalah maupun soal-soal dan penugasan yang diberikan guru karena sikap pesimis cenderung memberi noda.
Untuk meningkatkan minat belajar dan keaktifan siswa di kelas, salah satunya dengan menerapkan model kooperatif tipe TGT yang membuat suasana kelas lebih menyenangkan dengan adanya permainan yang sesuai dengan karakter siswa sekolah dasar yaitu senang bermain. Pembelajaran kooperatif tipe TGT Team Game Tournamen (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam metode ini, para peserta didik dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas
empat sampai lima orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu peserta didik bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana peserta didik memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Teman satu tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan dengan mempelajari lembar kegiatan dan menjelaskan masalah masalah satu sama lain, memastikan telah terjadi tanggung jawab individual (Robert E. Slavin, 2008).
Ada lima komponen utama dalam TGT antara lain :
1. Penyajian kelas, pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah diskusi yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini ,peserta didik harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang diberikan guru, karena akan membantu peserta didik bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game karena skor game akan menentukan skor kelompok.
2. Kelompok (team), Kelompok biasanya terdiri atas empat sampai dengan lima orang peserta didik. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game.
3. Game, terdiri atas pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan pertanyaan sederhana bernomor. Peserta didik memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Peserta didik yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapatkan skor. Skor ini yang nantinya dikumpulkan peserta didik untuk tournament mingguan.
4. Turnamen, untuk memulai turnamen masing-masing peserta mengambil nomor undian.
5. Penghargaan kelompok (team recognise), guru kemudian mengumumkan kelompok yang menang, masing-masing team akan
mendapat sertifikat atau hadiah apabila rata-rata skor memenuhi
kriteria yang ditentukan.
Kesimpulan
Dengan demikian, untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi peserta didik kelas 2 SD dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, perlu dilakukan upaya yang lebih sistematis dalam membangun minat belajar, meningkatkan motivasi, mengembangkan kemandirian, dan mempromosikan sikap optimis. Implementasi model pembelajaran yang sesuai seperti TGT dapat membantu menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan bagi mereka.