-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran IPA Terpadu

Sabtu, 29 Juni 2024 | Juni 29, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-29T23:23:14Z

Teori Konstruktivistik dalam Pembelajaran IPA Terpadu

By Laura Restya Dira (2022015017)


Pada abad 21 perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, informasi berlangsung dengan cepat dan penuh persaingan. Masyarakat Indonesia harus mempersiapkan diri dengan menumbuhkan dan mengembangkan berbagai kompetensi untuk mengantisipasi dan memenangkan persaingan. Keadaan seperti ini membawa dampak persaingan di segala bidang kehidupan salah satunya bidang pendidikan. Pendidikan ditantang untuk memusatkan perhatian pada terbentuknya manusia masa depan yang memiliki karakteristik manusia masa depan yaitu manusia yang memiliki kepekaan, kemandirian, tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan, mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar terus menerus untuk menemukan dan menjadi diri sendiri yang merupakan suatu proses (to) learn to be, mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya. 

Paradigma pembelajaran di abad 21 adalah pembelajaran yang berorientasi untuk mengembangkan kemampuan atau keterampilan abad 21 peserta didik yang dikenal sebagai The 4C Skills yaitu kemampuan berpikir kritis, komunikasi, kreatif, dan kolaborasi. Pada satu sisi, pendidikan di abad 21 adalah pendidikan yang mempersiapkan sumber daya manusia sebagai luaran dari pendidikan itu sendiri dengan mengarah kepada pemenuhan tantangan abad 21 salah satunya adalah dengan mengasah kemampuan berpikir kritis peserta didik. Paradigma pendidikan abad 21 telah mengalami pergeseran yang ditandai dengan perbedaan orientasi pembelajaran. Paradigma pergeseran dari behaviorisme ke konstruktivisme dengan pendekatan konstruktivis cepat populer dan dianggap sebagai konteks transformasi paradigmatik atau inovasi. 

Para ahli pembelajaran menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran konstruktivisme untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Model pembelajaran konstruktivisme mampu membuat siswa aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan pada kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan proses aktif, siswa mengkonstruksi arti teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain agar menghasilkan pengetahuan yang bermakna dan dapat disimpan dalam memori jangka panjang. pembelajaran konstruktivisme yaitu belajar merupakan proses aktif di mana makna dikembangkan berdasarkan pengalaman. Filosofi konstruktivisme, yang menitikberatkan pada pendekatan inkuiri, guru diharapkan untuk mempersiapkan, menyampaikan dan beradaptasi pada alat penilaian yang menggunakan metode dan teknik yang dipandu oleh asumsi teoritis konstruktivisme. Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses, pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau membangun gagasan atau konsep baru didasarkan atas pengetahuan yang dimiliki di masa lalu atau ada pada saat itu dan dapat dikatakan belajar melibatkan konstruksi pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh dirinya sendiri. Menurut teori konstruktivis siswa harus berinteraksi dengan kegiatan yang bermakna karena pengalaman sebelumnya, karena konstruktivisme itu sendiri merupakan pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang didasarkan pada premis bahwa kognisi (belajar) adalah hasil dari "konstruksi mental" sehingga dapat dikatakan bahwa siswa belajar dengan menyesuaikan informasi baru dengan apa yang sudah mereka ketahui. Konstruktivis percaya bahwa pembelajaran dipengaruhi oleh konteks dimana sebuah ide diajarkan. Konstruktivisme adalah teori belajar yang ditemukan dalam psikologi yang menjelaskan bagaimana orang dapat memperoleh pengetahuan dan belajar, oleh karena itu memiliki aplikasi langsung untuk pendidikan. Pembelajaran konstruktivis, berpusat pada siswa dan pengalaman pendekatan sebanyak mungkin. 

Konstruktivisme dapat dilihat sebagai teori pengajaran membuat saran yang kuat untuk pengajaran sains dengan menganjurkan dua berikut yang pertama memunculkan konsepsi siswa sebelumnya tentang topik yang diajarkan, dan kedua menciptakan pemahaman kognitif konflik ke dalam pikiran siswa yang menghadapkan konsepsi mereka sebelumnya dengan fenomena baru dengan konsepsi anak lain atau menggunakan pengetahuan baru. Pembelajaran abad 21 yang dikombinasikan dengan konstruktivisme berpusat pada siswa dan diarahkan secara mendalam memahami konten untuk bekerja secara kreatif. Beberapa ahli dan dilihat dalam beberapa jurnal mengatakan bahwa yang paling keterampilan yang penting untuk dikembangkan adalah :1) berpikir kritis dan pemecahan masalah, 2)kolaborasi lintas jaringan, 3)kelincahan dan kemampuan beradaptasi, 4) inisiatif dan kewirausahaan, 5) komunikasi lisan dan tertulis yang efektif, 6) mengakses dan menganalisis informasi, dan 7) keingintahuan dan imajinasi. Pendekatan konstruktivis merupakan media yang sangat baik digunakan dalam pengajaran untuk meningkatkan kemampuan berpikir tinggi siswa. Pembelajaran lebih bermakna jika siswa mengkonstruksi pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Refleksi yang ditulis dalam jurnal siswa di kelas konstruktivis meliputi 1) topik tentang solusi dibahas secara menyeluruh, 2) strategi yang digunakan, dan 3) menemukan jawabannya dari topik yang dibahas. Hal ini membuktikan bahwa keterampilan siswa dalam pemahaman, analisis, dan aplikasi pada kelompok eksperimen benar-benar ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan konstruktivis dalam mengajarkan konsep dan prinsip kimia. 

Pembelajaran IPA dikatakan efektif apabila terjadi peningkatan hasil belajar yaitu hasil kemampuan kecakapan dan keterampilan serta sikap yang dinilai hasil pengukuran dengan tes dengan mengedepankan keaktifan belajar peserta didik. Berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran IPA di SD, tentunya sampai saat ini masih terdapat beberapa permasalahan. Masalah yang sering dialami suatu sekolah dasar yaitu rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA. Hasil yang rendah ini diakibatkan oleh berbagai faktor, seperti guru yang kesulitan menjelaskan materi, guru tidak menggunakan media dalam mengajar, serta siswa yang menganggap IPA sulit. Keberhasilan proses belajar dilihat dari hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa tersebut apakah sudah memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau belum.

Pendidik sebagai fasilitator memiliki peran yang sangat besar dalam menciptakan generasi yang mampu menerapkan ilmu yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.  Pendidik harus mampu mengarahkan peserta didik melalui proses pembelajaran bermakna yang dialaminya sendiri sehingga mampu menerapkan pengetahuannya di dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendidik harus mampu menciptakan pembelajaran yang aktif dan berpusat kepada peserta didik (student center). Untuk mencapainya, pengajar dapat menggunakan pendekatan, strategi, model, atau metode pembelajaran inovatif.

Riset menunjukkan, paradigma pembelajaran dapat berubah dengan memanfaatkan media pembelajaran, peserta didik berstatus tidak hanya sebagai objek namun juga bagian utama dalam pembelajaran, paradigma ini dapat membantu peserta didik untuk memiliki rasa percaya diri sehingga proses belajar mengajar menjadi lebih partisipatif, kolaboratif serta interaktif.

Teori konstruktivisme memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya. Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa mengkonstruksi pengetahuannya melalui diskusi kelompok sehingga akan mampu meningkatkan kemampuan penalaran dan prestasi IPA siswa. Melalui pendekatan konstruktivisme, siswa menemukan konsep dari penyelidikan dan pengumpulan data melalui kegiatan pengamatan, percobaan, diskusi, tanya jawab dan membaca buku. Pendekatan ini sangat cocok diimplementasikan pada pengembangan media khususnya muatan IPA. Karakteristik pembelajaran kontruktivistik dalam pembelajaran IPA adalah sebagai berikut:

 a. siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,

 b. belajar harus mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, 

 c. pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar, melainkan dikonstruksi secara personal,

 d. pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi lingkungan belajar, 

e. kurikulum bukanlah sekadar hal yang dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber.

Pendekatan konstruktivis fokusnya yaitu pada pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, satuan Pendidikan telah lama menganjurkan keterlibatan peserta didik dalam proses memperoleh pengetahuan dan telah mencari cara agar guru menjadi pendukung dalam proses pembelajaran daripada sebagai sosok yang hanya mendikte informasi. Tugas guru dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konstruktivis adalah membantu agar siswa mampu membangun pengetahuannya sesuai dengan situasi konkrit, sehingga hasil pembelajaran dapat ditingkatkan. Para ahli juga mengemukakan hasil belajar siswa mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan kepada siswa. Siswa yang mengikuti pembelajaran dengan baik akan mudah menerima materi dan hasil belajar pun meningkat, sehingga penerapan teori konstruktivisme diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar IPA.


×
Berita Terbaru Update