-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA DAN MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI SEMUA

Minggu, 13 April 2025 | April 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-13T23:21:04Z

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA DAN MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI SEMUA 

Dinda Testa Rossa 

Pendidikan Guru Sekolah Dasar 

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 

E-mail : testarosadinda@gmail.com 



A. PENDAHULUAN 

Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang diakui secara internasional  melalui berbagai konvensi dan perundangan. Konvensi Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan  Budaya yang disahkan pada tahun 1966 menegaskan bahwa setiap negara harus  mengakui hak atas pendidikan. Indonesia sebagai anggota PBB telah menandatangani  kesepakatan ini (Baswir dkk 1999). Selain itu, Konvensi Internasional tentang Pendidikan  di Dakar, Afrika Selatan pada tahun 2000 juga mewajibkan semua negara untuk  menyediakan pendidikan dasar yang berkualitas dan gratis bagi semua warga negara. 

Dunia pendidikan di Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari  pemberantasan buta huruf hingga memastikan kesempatan pendidikan yang sama bagi  semua. Pendidikan adalah hak asasi manusia dasar yang dijamin oleh Undang-Undang  Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Negara menjamin bahwa  

semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, memiliki hak yang sama untuk  memperoleh pendidikan bermutu. Oleh karena itu, semua anak berhak mendapatkan  pendidikan untuk menjamin keberlangsungan hidup dan masa depan mereka, tanpa  terkecuali anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti tuna netra, tuna rungu, autis, dan  lain-lain. Mereka harus mendapatkan perlakuan yang sama dan kesempatan pendidikan  yang setara dengan anak-anak lainnya. 

Pendidikan Inklusif merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk  perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi dimana anak berkebutuhan khusus dan  anak-anak pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan inklusif  merupakan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua  anak berkebutuhan khusus dapat menerima pendidikan yang setara dikelas biasa  bersama teman-teman usianya. Pendidikan Inklusif di selenggarakan untuk mengakomodasi semua kelebihan dan kekurangan anak berkebutuhn khusus dengan  menciptakan lingkungan yang menyenangkan, ramah dan dapat menumbuhkan rasa  percaya diri siswa berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan yang layak  sesuai dengan hak mereka serta didukung oleh kerjasama antara pemerintah, dan  masyarakat. Dalam implementasi pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus tidak  

1

mendapat perlakuan khusus ataupun hak-hak istimewa, melainkan persamaan hak  dan kewajiban yang sama dengan peserta didik lainnya. Kerjasama dari berbagai  pihak baik itu pemerintah, pihak sekolah, masyarakat dan terutama orang tua sangat  berpengaruh dalam pelaksaannya, karena pendidikan inklusif merupakan tantangan  baru bagi pihak sekolah dan masyarakat. Dengan pelaksanaan pendidikan inklusif ini  diharapkan mampu menciptakan generasi penerus yang dapat memahami dan menerima  segala bentuk perbedaan dan tidak menciptakan diskriminasi dalam kehidupan  masyarakat kedepannya. 

Pendidikan inklusif memiliki peran penting dalam memberikan kesempatan  pendidikan yang sama bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK).  Dengan pendidikan inklusif, anak-anak dapat belajar bersama tanpa diskriminasi dan  memperoleh pengalaman berharga dalam berinteraksi dengan anak-anak lain yang  memiliki latar belakang dan kebutuhan yang berbeda. 

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan maupun perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental intelektual, sosial dan emosi dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga  memerlukan layanan pendidikan khusus (Departemen PendidikanNasional, 2009). Jika  anak berkebutuhan khusus dimasukkan ke sekolah regular dengan Kurikulum Standar  Nasional tanpa adanya layanan pendidikan khusus maka nantinya di kemudian hari  anak-anak ini akan mengalami kesulitan dalam menerima materi pelajaran. Hal ini  memunculkan potensi anak untuk tidak naik kelas atau putus sekolah sehingga anak  tidak lagi memperoleh kesempatan dalam pendidikan. Kegiatan pembelajaran sebagai  bagian dari pelayanan pendidikan inklusif perlu pengaturan, perencanaan, dan  pelaksanaan yang baik. 

Pelayanan pendidikan inklusif harus dapat menjangkau dan melayani semua  siswa tanpa memandang perbedaan. Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) seperti  gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan fisik, mental kecerdasan atau  emosi, perilaku sosial, autis dan yang lainnya wajib mendapatkan perhatian dan pelayanan yang berkualitas bersama siswa lainnya.Proses pembelajaran yang berkualitas  akan mampu mengantarkan siswa mencapai ketuntasan dan kompetensi belajarnya  serta mengantarkan siswa menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Dalam proses  belajar mengajar, peran dan kualitas guru sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran  yang dilaksanannya. Guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya.  Persoalannya,sekolah inklusif memiliki siswa berkebutuhan khusus dan siswa  normal dalam dalam satu kelas yang sama. Keberadaan ABK dan siswa normal  

2

dalam satu kelas adalah sebuah persoalan yang harus dipecahkan oleh guru. Guru  sangat perlu mendapatkan jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut. 

Mencermati fenomena saat ini pendidikan inklusif merupakan salah satu  strategi paling tepat untuk mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan anak yang  berkebutuhan khusus namun kenyataan dalam penyelenggaran pendidikan inkusif di  Indonesia masih ditemukan banyak kendala seperti, manajemen sekolah inklusif masih  belum optimal, tenaga kerja yang memiliki kapabilitas dalam mengajar anak  berkebutuhan khusus masih dinilai kurang (seperti guru belum mengetahui karateristik  anak berkebutuhan khusus dan metode-metode untuk menanganinya), kurangnya guru  pembimbing khusus, belum siapnya sekolah menampung anak berkebutuhan khusus,  masih banyaknya siswa dalam kelas, masih adanya intimidasi anak anak berkebutuhan  khusus oleh teman sekelasnya. 

B. KAJIAN TEORI 

1. Pengertian Pendidikan Inklusif 

Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan  anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa  bersama teman-teman seusianya Sapon Shevin (dalam O’Neil 1994). Berdasarkan  batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan  yang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak  sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Selain itu  pendidikan inklusif dapat di artikan sebagai pendidikan yang memberikan  kesempatan kepada semua anakbelajar bersama-sama di sekolah umum dengan  memperhatikan keragaman dan kebutuhuan individual, sehingga potensi anak dapat  berkembang secara optimal (Direktorat Pembinaan SLB, 2007), Menurut Peraturan  Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif,  Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang  memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan  memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan  atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan  peserta didik pada umumnya.  

2. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dan Klasifikasinya 

UU Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 4 menyebutkan bahwa ragam penyandang  disabilitas meliputi, (a) disabilitas fisik, (b) disabilitas intelektual, (c) disabilitas mental,  dan/atau (d) disabilitas sensorik. Pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa ragam penyandang  

3

disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialami secara tunggal, ganda,  atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang-undangan. UU Nomor 8 Tahun 2016, ragam penyandang  disabilitas adalah sebagai berikut.  

a) Disabilitas fisik 

Penyandang disabilitas fisik adalah orang yang mengalami gangguan fungsi gerak, akibat amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP),  stroke, kusta, dan orang kecil. Penyandang disabilitas fisik disebut dengan tunadaksa  (Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009). Peserta didik yang memiliki kelainan atau  cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, otot dan sendi) dan syaraf pusat  membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.  

Ciri-ciri anak tunadaksa dapat diidentifikasi melalui gejala sebagai berikut. - Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.  

- Mengalami kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna atau tidak lentur/tidak  terkendali).  

- Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil  dari biasa.  

- Terdapat cacat pada alat gerak.  

- Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.  

- Mengalami kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan  sikap tubuh tidak normal.  

- Hiperaktif/tidak dapat tenang. 

b) Disabilitas intelektual  

Penyandang disabilitas intelektual adalah orang yang mengalami gangguan fungsi  pikir karena tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata, seperti lambat belajar,  disabilitas grahita, dan down syndrom. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang  Pendidikan Inklusif dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan  Pengelolaan Pendidikan menyebut penyandang disabilitas intelektual dengan  tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan  dalam perkembangan mental disertai ketidakmampuan untuk belajar dan  menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga membutuhkan penyesuaian layanan  pendidikan.  

Ciri-ciri anak dengan tunagrahita adalah sebagai berikut.  

- Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar.  - Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia.  

4

- Perkembangan bicara/bahasa terlambat.  

- Perhatiannya terhadap lingkungan tidak ada/kurang sekali.  

- Sulit menyesuaikan diri dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar.  - Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali).  

- Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).  

- Secara akademik masih mampu membaca, menulis, dan berhitung sederhana  tetapi tidak naik kelas dua kali terturut-turut.  

- Tidak mampu berpikir secara abstrak. 

c) Disabilitas mental  

Penyandang disabilitas mental adalah orang yang mengalami gangguan fungsi  pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: (a) psikososial, di antaranya skizofrenia,  bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; dan (b) disabilitas  perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial, di antaranya  autis dan hiperaktif. 

Autisme.  

Beberapa pola perilaku khas yang ditunjukkan oleh anak dengan autisme antara lain - marah, menangis, atau tertawa tanpa alasan yang jelas,  

- hanya menyukai atau mengonsumsi makanan tertentu,  

- melakukan tindakan atau gerakan tertentu dilakukan secara berulang, seperti  mengayun tangan atau memutar-mutarkan badan,  

- hanya menyukai objek atau topik tertentu,  

- melakukan aktivitas yang membahayakan dirinya sendiri, seperti menggigit  tangan dengan kencang atau membenturkan kepala ke dinding,  

- memiliki bahasa atau gerakan tubuh yang cenderung kaku, dan  - sulit tidur. 

Hiperaktif.  

Hiperaktif adalah kondisi ketika anak terus aktif tidak melihat waktu, situasi, dan  suasana sekitar. Beberapa tanda anak hiperaktif adalah sebagai berikut.  - Berlari dan berteriak saat main meski berada di dalam ruangan.  - Berdiri di tengah kelas dan berjalan-jalan ketika guru sedang bicara.  - Bergerak dengan cepat sampai menabrak orang lain atau barang-barang.  - Bermain terlalu kasar sampai melukai anak lain bahkan diri sendiri.  - Bicara terus menerus.  

- Sering mengganggu orang lain.  

- Bergerak meski sedang duduk. 

5

- Gelisah dan ingin mengambil mainan.  

- Kesulitan untuk fokus dan duduk diam saat makan atau bermain 

d) Disabilitas sensorik  

Penyandang disabilitas sensorik mengalami salah satu fungsi dari panca indera,  seperti disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. Permendiknas  Nomor 70 Tahun 2009 tentang Penyandang Disabilitas dan PP Nomor 17 Tahun 2010  tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan menyebut disabilitas netra  dengan tunanetra dan disabilitas rungu dengan tunarungu.  

Tunanetra  

Tunanetra adalah orang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak  berfungsinya indera penglihatan. Mereka tidak dapat melihat gerakan tangan pada  jarak kurang dari 1 (satu) meter karena ketajaman penglihatan mereka 20/200 kaki.  Mereka hanya mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki, dengan bidang  penglihatannya tidak lebih luas dari 20º. (Heward & Orlansky, 1988). Untuk  kepentingan pendidikan, anak tunanetra dengan kelainan yang sangat berat harus  diajar membaca dengan menggunakan huruf Braille atau dengan metode  pendengaran, seperti menggunakan audiotape atau alat perekam lain. Namun, anak  dengan gangguan penglihatan sebagian hanya dapat membaca tulisan apabila  menggunakan alat pembesar atau hurufnya diperbesar (Hallahan dan M Kauffman). 

Tunarungu  

Walaupun menggunakan alat bantu dengar, anak yang mengalami kehilangan  pendengaran menyeluruh atau sebagian, tetap membutuhkan penyesuaian layanan  pendidikan. Kelompok tunarungu terbagi atas: kurang dengar (Hard of Hearing) dan  tuli (deaf). Kelompok yang mengalami kurang dengar adalah mereka yang  kehilangan pendengaran ≤ 90 dB. Kelompok yang mengalami tuli (deaf) yaitu  mereka yang kehilangan pendengaran di atas 90 dB. 

e) Peserta didik cerdas istimewa dan berbakat  

adalah anak yang memiliki kemampuan unggul dan menunjukkan prestasi jauh  lebih tinggi dibandingkan dengan teman seusianya, baik dalam bidang akademik  maupun non akademik, sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan. 

f) Peserta didik dengan hambatan majemuk  

adalah mereka yang mempunyai kelainan lebih dari satu sehingga membutuhkan  penyesuaian layanan pendidikan. 

6

C. PEMBAHASAN 

1. Implementasi Pendidikan Inklusif Di Indonesia 

Proses menuju pendidikan inklusif di Indonesia diawali pada awal tahun 1960-an  oleh beberapa orang siswa tunanetra di Bandung dengan dukungan organisasi para  tunanetra sebagai satu kelompok penekan. Pada masa itu SLB untuk tunanetra hanya  memberikan layanan pendidikan hingga ke tingkat SLTP. Sesudah itu para pemuda  tunanetra diberi latihan kejuruan dalam bidang kerajinan tangan atau pijat. Sejumlah  pemuda tunanetra bersikeras untuk memperoleh tingkat pendidikan lebih tinggi dengan  mencoba masuk ke SMA biasa meskipun ada upaya penolakan dari pihak SMA itu.  Lambat-laun terjadi perubahan sikap masyarakat terhadap kecacatan dan beberapa  sekolah umum bersedia menerima siswa tunanetra. 

Pada akhir tahun 1970-an pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap  pentingnya pendidikan integrasi, dan mengundang Helen Keller International, Inc. untuk  membantu mengembangkan sekolah integrasi. Keberhasilan proyek ini telah  menyebabkan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan nomor 002/U/1986  tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat yang mengatur bahwa anak penyandang  cacat yang memiliki kemampuan seyogyanya diberi kesempatan untuk belajar bersama sama dengan sebayanya yang non-cacat di sekolah biasa. Sayangnya, ketika proyek  pendidikan integrasi itu berakhir, implementasi pendidikan integrasi semakin kurang  dipraktekkan, terutama di jenjang SD. 

Akan tetapi, menjelang akhir tahun 1990-an upaya baru dilakukan lagi untuk  mengembangkan pendidikan inklusif melalui proyek kerjasama antara Depdiknas dan  pemerintah Norwegia did bawah manajemen Braillo Norway dan Direktorat PLB. Agar  tidak mengulangi kesalahan did masa lalu dengan program pendidikan integrasi yang  nyaris mati, perhatian diberikan pada sustainabilitas program pengimplementasian  pendidikan inklusif. 

Untuk itu, strategi yang diambil adalah sebagai berikut. 

a. Diseminasi ideologi pendidikan inklusif melalui berbagai seminar dan  lokakarya; 

b. Mengubah peranan SLB yang ada agar menjadi pusat sumber untuk  mendukung sekolah inklusif (dengan alat bantu mengajar, materi ajar,  

metodologi, dsb.); Penataran/pelatihan bagi guru-guru SLB maupun guru-guru  reguler untuk memungkinkan mereka memberikan layanan yang lebih baik  kepada anak berkebutuhan kusus dalam setting inklusi; 

7

c. Reorientasi pendidikan guru did LPTK dan keterlibatan universitas dalam  program tersebut; 

d. Desentralisasi pembuatan keputusan untuk memberikan lebih banyak peran  kepada pemerintah daerah dalam implementasi pendidikan inklusif; e. Mendorong dan memfasilitasi pembentukan kelompok-kelompok kerja untuk  mempromosikan implementasi pendidikan inklusif; 

f. Keterlibatan LSM dan organisasi internasional dalam program ini; g. Menjalin jejaring antar berbagai pihak terkait: 

h. Mengembangkan sekolah inklusif perintis; 

i. Pembukaan program magister dalam bidang inklusi dan pendidikan kebutuhan  khusus. 

Hasil yang paling dapat teramati dari program tersebut adalah sebagai berikut. 

a. Sejumlah lokakarya dan seminar tentang pendidikan inklusif, baik pada  tingkat nasional maupun lokal, telah diselenggarakan, yang melibatkan para  pendidik dan pengelola pendidikan. 

b. Sembilan SLB di sembilan provinsi telah dipilih untuk menjadi pusat sumber  dan perananya sebagai pusat sumber sedikit demi sedikit menjadi kenyataan  dengan tetap mempertahankan peranannya sebagai SLB. The National  Resource Centre in Jakarta, Citeureup Regional Resource Centre in West Java  and Payakumbuh Regional Resource Centre in West Sumatra are the three  most functional among the nine resource centres. In addition, a number of  other special schools have been designed to function as supportive centres. 

c. Beberapa universitas sudah mulai memperkenalkan pendidikan inklusif  sebagai satu mata kuliah atau sebagai satu topik dalam mata kuliah terkait  kepada mahasiswanya. 

d. Dosen sejumlah universitas sudah terlibat dalam lokakarya atau seminar  tentang pendidikan inklusif. 

e. Dinas Pendidikan di sejumlah propinsi sudah lebih proaktif dalam  mempromosikan pendidikan inklusif. 

f. Sebuah kelompok kerja pendidikan inklusif telah terbentuk di Jawa Barat.  yang anggotanya berasal dari Pusat Sumber Citeureup. Dinas Pendidikan Jawa  Barat, dan UPI. 

g. UNESCO telah aktif terlibat dalam promosi pendidikan inklusif di Jawa  Barat. 

h. Pada tahun 2002 proyek telah mengembangkan masing-masing tiga sekolah  inklusif perintis di 9 propinsi yang memiliki Pusat Sumber, dan pada tahun  

8

2003 Depdiknas secara ambisius meningkatkan jumlah tersebut. Sejak saat itu  sekitar 2000 anak penyandang cacat sudah ditempatkan did sekolah reguler. i. Program magister inklusi dan pendidikan kebutuhan khusus dibuka di UPI  dengan bantuan teknis dari Universitas Oslo. 

j. Namun yang telah benar-benar melaksanakan pendidikan inklusif secara  eksklusif telah dilaksanakan seperti antara lain di Sekolah Al-Falah Cibubur  Jakarta Timur sejak 1996 yang sekaligus dilaksanakan sekolah tersebut dalam  programnya besarnya yang dikenal dengan Beyond Centre and Central Times  (BCCT) dalam kerjasamanya dengan Thalahasse Creative School Florida US. 

k. Sebagai salah satu implementasi itu telah dilaksanakan Lokakarya Nasional  tentang Pendidikan Inklusif yang diselenggarakan di Bandung. Indonesia  tanggal 8-14 Agustus 2004 dan membuat deklarasi nasional dan menghimbau  kepada pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan  industri serta masyarakat untuk dapat: 

Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya  mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang  pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya,  sehingga menjadi generasi penerus yang handal. 

Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sebagai  individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi,  pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan tuntutan masyarakat, tanpa perlakuan deskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik,  psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural. 

Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang  ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders,  terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri,  orang tua serta masyarakat. 

Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pemenuhan anak berkelainan dan  anak berkebutuhan khusus lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat  mengembangkan keunikan potensinya secara optimal. 

Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk  berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun dan di  lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan. 

Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media  masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan lainnnya berkesinambungan.  Secara 

9

Menyusun Rencana Aksi (Action Plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan  aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan,  rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus  lainnya. 

Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab untuk Menuju  Pendidikan Inklusif di Indonesia (Bandung, 11 Agustus 2004). 

2. Manfaat Pendidikan Inklusif 

Menurut Dedy Kustawan 2012 manfaat pendidikan inklusi yaitu:  

a. Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik  

Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus  

Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah  memiliki rasa percaya diri dan memiliki kesempatan menyesuaikan diri serta  memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan nyata pada lingkungan pada  umumnya. Peserta didik berkebutuhan khusus terhindar dari label atau sebutan  yang tidak baik, memahami pelajaran disekolah dengan lebih baik dan  

mampu. Peserta didik berkebutuhan khusus akan lebih mandiri, dapat  

beradaptasi, aktif, dan dapat menghargai perbedaan, serta memperoleh  

kesempatan bersosialisasi dan berbagi dengan anak-anak pada umumnya  

secara alamiah sehingga akan memberikan masukan yang sangat berarti dalam  aspek kehidupannya.  

Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik pada umumnya  

Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik pada umumnya adalah belajar  mengenai keterbatasan dan kelebihan tertentu pada teman-temannya,  

mengetahui keterbatasan dan kelebihan serta keunikan temannya. Peserta  didik pada umumnya akan tumbuh rasa kepedulian terhadap keterbatasan dan  kelebihan peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik pada umumnya  akan dapat mengembangkan keterampilan sosial, berempati terhadap  

permasalahan peserta didik berkebutuhan khusus, dan membantu peserta didik  yang berkebutuhan khusus dan teman-teman peserta didik pada umum lainnya  yang mendapat kesulitan.  

b. Manfaat pendidikan inklusif bagi guru  

Manfaat pendidikan inklusif bagi guru adalah akan lebih tertantang untuk  mengajar lebih baik dan dapat mengakomodasi semua peserta didik sehingga akan  berupaya untuk meningkatkan wawasannya mengenai keberagaman karakteristik  semua peserta didik. guru akan lebih kreatif dan terampil mengajar dan mendidik,  lebih mengenali peta kekuatan dan kelemahan peserta didiknya. Guru dapat  

10

meningkatkan kompetensinya dalam pendidikan khusus. Guru lebih terbuka terhadap  perbedaan atau keberagaman peserta didik, mampu mendidik peserta didik yang lebih  beragam, lebih terbiasa dan terlatih untuk mengatasi berbagai tantangan  pembelajaran, sehingga guru mendapat kepuasan dalam bekerja dan pencapaian  prestasi yang lebih tinggi.  

c. Manfaat pendidikan inklusif bagi orang tua  

Manfaat pendidikan inklusif bagi orang tua adalah merasa dihargai atau dapat  meningkatkan penghargaan terhadap anak. Orang tua merasa senang ketika anaknya  dapat bersosialisasi dengan baik tanpa ada diskriminasi dan akan lebih memahami  cara memotivasi peningkatan belajar anaknya yang disesuaikan dengan kebutuhan  khususnya. Orang tua mengetahui cara membimbing anaknya dengan lebih baik lagi,  dapat meningkatkan interaksi dan keterlibatan dalam kegiatan belajar anaknya serta  mendapat kesempatan untuk sharing dengan pihak sekolah dan stakeholderlainnya  dalam merencanakan pembelajaran untuk anaknya yang disesuaikan dengan  kebutuhan khususnya, kekuatannya, kelemahannya, permasalahan dan hambatan  lainnya, serta senang ketika anaknya memiliki keterampilan sosial yang baik. 

d. Manfaat pendidikan inklusif bagi pemerintah dan pemerintah daerah  Manfaat pendidikan inklusif bagi pemerintah dan pemerintah daerah adalah  kebijakan pendidikan terlaksana berlandaskan pada azas demokrasi, berkeadilan dan  tanpa diskriminasi karena dapat melaksanakan amanat Undang-Undang dan Peraturan  Pemerintah, peraturan menteri serta kebijakan-kebijakan sebagai manfestasi  keinginan atau harapan warga Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga  akan adanya nilai tambah kepercayaan warga Negara/ masyarakat kepada pemerintah.  Pemerintah daerah dan sekolah khususnya dalam bidang pendidikan. Termasuk juga  kepercayaan dunia (internasional) kepada pemerintah dan pemerintah daerah karena  sungguh-sungguh dalam merealisasikan komitmen-komitmen internasional berkenaan  dengan pendidikan untuk semua (Educational for All) sehingga akan tumbuh nilai  positif dimata dunia/ internasional. Manfaat lainnya yaitu dapat mempercepat/  akselerasi tuntasnya wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun. Peserta didik  mendapatkan hak pendidikan yang sama dan mendapatkan pendidikan yang lebih luas.  

e. Manfaat pendidikan inklusif bagi masyarakat  

Manfaat pendidikan inklusif bagi masyarakat adalah dapat memaksimalkan  potensi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat akan lebih sadar  

11

bahwa setiap peserta didik berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan  seperti peserta didik pada umumnya. Msyarakat dapat menyumbangkan pemikiran,  ide, atau gagasan untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik lagi dengan  lebih terbuka dan penuh kesadaran.  

f. Manfaat pendidikan inklusif bagi sekolah  

Manfaat pendidikan inklusif bagi sekolah yaitu pencitraan sekolah meningkat,  sekolah lebih terbuka, ramah dan tidak mendesriminasi. Sekolah dapat meningkatkan  mutu pendidikan secara komprehensif bagi semua peserta didik. sekolah dapat  meningkatkan akses bagi semua peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan  yang baik. Pendidikan tidak deskriminatif. Pembelajaran berpusat kepada peserta  didik. kegiatan pembelajaran dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik. prilaku  guru dapat membuat peserta didik senang belajar. Lingkungan sekolah dan kelas  ramah terhadap peserta didik. 

D. DAFTAR PUSTAKA 

Handayani, T., & Rahadian, A. S. (2013). Peraturan perundangan dan implementasi  pendidikan inklusif. Masyarakat Indonesia, 39(1), 149701. 

Sahrudin, M., Djafri, N., & Suking, A. (2023). Pengelolaan Pendidikan Inklusif. Jambura  Journal of Educational Management, 162-179. 

Saputra, A. (2016). Kebijakan pemerintah terhadap pendidikan inklusif. Golden Age:  Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 1(3), 1-15. 

Arriani, F., Agustiawati, A., Rizki, A., Widiyanti, R., Wibowo, S., Herawati, F., &  Tulalessy, C. (2021). Panduan pelaksanaan pendidikan inklusif. 

Firdaus, E. (2010, January). Pendidikan inklusif dan implementasinya di indonesia. In  Seminar Nasional Pendidikan (pp. 24-36). 

Irvan, M., & Jauhari, M. N. (2018). Implementasi Pendidikan Inklusif Sebagai Perubahan  Paradigma Pendidikan Di Indonesia. Buana Pendidikan: Jurnal Fakultas Keguruan dan  Ilmu Pendidikan Unipa Surabaya, 14(26), 175-187. 

Martha, D., & Suryana, D. (2019). Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Inklusif  Anak Usia Dini. Academia. Edu. 

12

Sukomardojo, T. (2023). Mewujudkan pendidikan untuk semua: Studi implementasi  pendidikan inklusif di Indonesia. Jurnal Birokrasi & Pemerintahan Daerah Volume, 5(2),  205-214. 

Jannah, A. M., Setiyowati, A., Lathif, K. H., Devi, N. D., & Akhmad, F. (2021). Model  layanan pendidikan inklusif di Indonesia. Anwarul, 1(1), 121-136. 

Lazar, F. L. (2020). Pentingnya pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus.  Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan Missio, 12(2), 99-115. 

13


×
Berita Terbaru Update