IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA DAN MANFAAT PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI SEMUA
Dinda Testa Rossa
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
E-mail : testarosadinda@gmail.com
A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hak asasi manusia yang diakui secara internasional melalui berbagai konvensi dan perundangan. Konvensi Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang disahkan pada tahun 1966 menegaskan bahwa setiap negara harus mengakui hak atas pendidikan. Indonesia sebagai anggota PBB telah menandatangani kesepakatan ini (Baswir dkk 1999). Selain itu, Konvensi Internasional tentang Pendidikan di Dakar, Afrika Selatan pada tahun 2000 juga mewajibkan semua negara untuk menyediakan pendidikan dasar yang berkualitas dan gratis bagi semua warga negara.
Dunia pendidikan di Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, mulai dari pemberantasan buta huruf hingga memastikan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua. Pendidikan adalah hak asasi manusia dasar yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. Negara menjamin bahwa
semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus, memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan bermutu. Oleh karena itu, semua anak berhak mendapatkan pendidikan untuk menjamin keberlangsungan hidup dan masa depan mereka, tanpa terkecuali anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti tuna netra, tuna rungu, autis, dan lain-lain. Mereka harus mendapatkan perlakuan yang sama dan kesempatan pendidikan yang setara dengan anak-anak lainnya.
Pendidikan Inklusif merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi dimana anak berkebutuhan khusus dan anak-anak pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan inklusif merupakan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dapat menerima pendidikan yang setara dikelas biasa bersama teman-teman usianya. Pendidikan Inklusif di selenggarakan untuk mengakomodasi semua kelebihan dan kekurangan anak berkebutuhn khusus dengan menciptakan lingkungan yang menyenangkan, ramah dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa berkebutuhan khusus untuk mengenyam pendidikan yang layak sesuai dengan hak mereka serta didukung oleh kerjasama antara pemerintah, dan masyarakat. Dalam implementasi pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus tidak
1
mendapat perlakuan khusus ataupun hak-hak istimewa, melainkan persamaan hak dan kewajiban yang sama dengan peserta didik lainnya. Kerjasama dari berbagai pihak baik itu pemerintah, pihak sekolah, masyarakat dan terutama orang tua sangat berpengaruh dalam pelaksaannya, karena pendidikan inklusif merupakan tantangan baru bagi pihak sekolah dan masyarakat. Dengan pelaksanaan pendidikan inklusif ini diharapkan mampu menciptakan generasi penerus yang dapat memahami dan menerima segala bentuk perbedaan dan tidak menciptakan diskriminasi dalam kehidupan masyarakat kedepannya.
Pendidikan inklusif memiliki peran penting dalam memberikan kesempatan pendidikan yang sama bagi semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Dengan pendidikan inklusif, anak-anak dapat belajar bersama tanpa diskriminasi dan memperoleh pengalaman berharga dalam berinteraksi dengan anak-anak lain yang memiliki latar belakang dan kebutuhan yang berbeda.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan maupun perkembangannya mengalami kelainan atau penyimpangan fisik, mental intelektual, sosial dan emosi dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus (Departemen PendidikanNasional, 2009). Jika anak berkebutuhan khusus dimasukkan ke sekolah regular dengan Kurikulum Standar Nasional tanpa adanya layanan pendidikan khusus maka nantinya di kemudian hari anak-anak ini akan mengalami kesulitan dalam menerima materi pelajaran. Hal ini memunculkan potensi anak untuk tidak naik kelas atau putus sekolah sehingga anak tidak lagi memperoleh kesempatan dalam pendidikan. Kegiatan pembelajaran sebagai bagian dari pelayanan pendidikan inklusif perlu pengaturan, perencanaan, dan pelaksanaan yang baik.
Pelayanan pendidikan inklusif harus dapat menjangkau dan melayani semua siswa tanpa memandang perbedaan. Anak dengan kebutuhan khusus (ABK) seperti gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan fisik, mental kecerdasan atau emosi, perilaku sosial, autis dan yang lainnya wajib mendapatkan perhatian dan pelayanan yang berkualitas bersama siswa lainnya.Proses pembelajaran yang berkualitas akan mampu mengantarkan siswa mencapai ketuntasan dan kompetensi belajarnya serta mengantarkan siswa menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat. Dalam proses belajar mengajar, peran dan kualitas guru sangat mempengaruhi kualitas pembelajaran yang dilaksanannya. Guru dituntut untuk selalu meningkatkan kompetensinya. Persoalannya,sekolah inklusif memiliki siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal dalam dalam satu kelas yang sama. Keberadaan ABK dan siswa normal
2
dalam satu kelas adalah sebuah persoalan yang harus dipecahkan oleh guru. Guru sangat perlu mendapatkan jalan keluar untuk mengatasi persoalan tersebut.
Mencermati fenomena saat ini pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi paling tepat untuk mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan anak yang berkebutuhan khusus namun kenyataan dalam penyelenggaran pendidikan inkusif di Indonesia masih ditemukan banyak kendala seperti, manajemen sekolah inklusif masih belum optimal, tenaga kerja yang memiliki kapabilitas dalam mengajar anak berkebutuhan khusus masih dinilai kurang (seperti guru belum mengetahui karateristik anak berkebutuhan khusus dan metode-metode untuk menanganinya), kurangnya guru pembimbing khusus, belum siapnya sekolah menampung anak berkebutuhan khusus, masih banyaknya siswa dalam kelas, masih adanya intimidasi anak anak berkebutuhan khusus oleh teman sekelasnya.
B. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya Sapon Shevin (dalam O’Neil 1994). Berdasarkan batasan tersebut pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Selain itu pendidikan inklusif dapat di artikan sebagai pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua anakbelajar bersama-sama di sekolah umum dengan memperhatikan keragaman dan kebutuhuan individual, sehingga potensi anak dapat berkembang secara optimal (Direktorat Pembinaan SLB, 2007), Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif, Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
2. Peserta Didik Berkebutuhan Khusus dan Klasifikasinya
UU Nomor 8 Tahun 2016 Pasal 4 menyebutkan bahwa ragam penyandang disabilitas meliputi, (a) disabilitas fisik, (b) disabilitas intelektual, (c) disabilitas mental, dan/atau (d) disabilitas sensorik. Pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa ragam penyandang
3
disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU Nomor 8 Tahun 2016, ragam penyandang disabilitas adalah sebagai berikut.
a) Disabilitas fisik
Penyandang disabilitas fisik adalah orang yang mengalami gangguan fungsi gerak, akibat amputasi, lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), stroke, kusta, dan orang kecil. Penyandang disabilitas fisik disebut dengan tunadaksa (Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009). Peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, otot dan sendi) dan syaraf pusat membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.
Ciri-ciri anak tunadaksa dapat diidentifikasi melalui gejala sebagai berikut. - Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.
- Mengalami kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna atau tidak lentur/tidak terkendali).
- Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.
- Terdapat cacat pada alat gerak.
- Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
- Mengalami kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal.
- Hiperaktif/tidak dapat tenang.
b) Disabilitas intelektual
Penyandang disabilitas intelektual adalah orang yang mengalami gangguan fungsi pikir karena tingkat kecerdasannya di bawah rata-rata, seperti lambat belajar, disabilitas grahita, dan down syndrom. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan menyebut penyandang disabilitas intelektual dengan tunagrahita. Tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam perkembangan mental disertai ketidakmampuan untuk belajar dan menyesuaikan diri sedemikian rupa sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.
Ciri-ciri anak dengan tunagrahita adalah sebagai berikut.
- Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/besar. - Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia.
4
- Perkembangan bicara/bahasa terlambat.
- Perhatiannya terhadap lingkungan tidak ada/kurang sekali.
- Sulit menyesuaikan diri dan berinteraksi sosial dengan lingkungan sekitar. - Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali).
- Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler).
- Secara akademik masih mampu membaca, menulis, dan berhitung sederhana tetapi tidak naik kelas dua kali terturut-turut.
- Tidak mampu berpikir secara abstrak.
c) Disabilitas mental
Penyandang disabilitas mental adalah orang yang mengalami gangguan fungsi pikir, emosi, dan perilaku, antara lain: (a) psikososial, di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan gangguan kepribadian; dan (b) disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan interaksi sosial, di antaranya autis dan hiperaktif.
• Autisme.
Beberapa pola perilaku khas yang ditunjukkan oleh anak dengan autisme antara lain - marah, menangis, atau tertawa tanpa alasan yang jelas,
- hanya menyukai atau mengonsumsi makanan tertentu,
- melakukan tindakan atau gerakan tertentu dilakukan secara berulang, seperti mengayun tangan atau memutar-mutarkan badan,
- hanya menyukai objek atau topik tertentu,
- melakukan aktivitas yang membahayakan dirinya sendiri, seperti menggigit tangan dengan kencang atau membenturkan kepala ke dinding,
- memiliki bahasa atau gerakan tubuh yang cenderung kaku, dan - sulit tidur.
• Hiperaktif.
Hiperaktif adalah kondisi ketika anak terus aktif tidak melihat waktu, situasi, dan suasana sekitar. Beberapa tanda anak hiperaktif adalah sebagai berikut. - Berlari dan berteriak saat main meski berada di dalam ruangan. - Berdiri di tengah kelas dan berjalan-jalan ketika guru sedang bicara. - Bergerak dengan cepat sampai menabrak orang lain atau barang-barang. - Bermain terlalu kasar sampai melukai anak lain bahkan diri sendiri. - Bicara terus menerus.
- Sering mengganggu orang lain.
- Bergerak meski sedang duduk.
5
- Gelisah dan ingin mengambil mainan.
- Kesulitan untuk fokus dan duduk diam saat makan atau bermain
d) Disabilitas sensorik
Penyandang disabilitas sensorik mengalami salah satu fungsi dari panca indera, seperti disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas wicara. Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Penyandang Disabilitas dan PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan Pendidikan menyebut disabilitas netra dengan tunanetra dan disabilitas rungu dengan tunarungu.
• Tunanetra
Tunanetra adalah orang yang memiliki hambatan dalam penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan. Mereka tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari 1 (satu) meter karena ketajaman penglihatan mereka 20/200 kaki. Mereka hanya mampu melihat suatu benda pada jarak 20 kaki, dengan bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º. (Heward & Orlansky, 1988). Untuk kepentingan pendidikan, anak tunanetra dengan kelainan yang sangat berat harus diajar membaca dengan menggunakan huruf Braille atau dengan metode pendengaran, seperti menggunakan audiotape atau alat perekam lain. Namun, anak dengan gangguan penglihatan sebagian hanya dapat membaca tulisan apabila menggunakan alat pembesar atau hurufnya diperbesar (Hallahan dan M Kauffman).
• Tunarungu
Walaupun menggunakan alat bantu dengar, anak yang mengalami kehilangan pendengaran menyeluruh atau sebagian, tetap membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan. Kelompok tunarungu terbagi atas: kurang dengar (Hard of Hearing) dan tuli (deaf). Kelompok yang mengalami kurang dengar adalah mereka yang kehilangan pendengaran ≤ 90 dB. Kelompok yang mengalami tuli (deaf) yaitu mereka yang kehilangan pendengaran di atas 90 dB.
e) Peserta didik cerdas istimewa dan berbakat
adalah anak yang memiliki kemampuan unggul dan menunjukkan prestasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan teman seusianya, baik dalam bidang akademik maupun non akademik, sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.
f) Peserta didik dengan hambatan majemuk
adalah mereka yang mempunyai kelainan lebih dari satu sehingga membutuhkan penyesuaian layanan pendidikan.
6
C. PEMBAHASAN
1. Implementasi Pendidikan Inklusif Di Indonesia
Proses menuju pendidikan inklusif di Indonesia diawali pada awal tahun 1960-an oleh beberapa orang siswa tunanetra di Bandung dengan dukungan organisasi para tunanetra sebagai satu kelompok penekan. Pada masa itu SLB untuk tunanetra hanya memberikan layanan pendidikan hingga ke tingkat SLTP. Sesudah itu para pemuda tunanetra diberi latihan kejuruan dalam bidang kerajinan tangan atau pijat. Sejumlah pemuda tunanetra bersikeras untuk memperoleh tingkat pendidikan lebih tinggi dengan mencoba masuk ke SMA biasa meskipun ada upaya penolakan dari pihak SMA itu. Lambat-laun terjadi perubahan sikap masyarakat terhadap kecacatan dan beberapa sekolah umum bersedia menerima siswa tunanetra.
Pada akhir tahun 1970-an pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap pentingnya pendidikan integrasi, dan mengundang Helen Keller International, Inc. untuk membantu mengembangkan sekolah integrasi. Keberhasilan proyek ini telah menyebabkan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan nomor 002/U/1986 tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat yang mengatur bahwa anak penyandang cacat yang memiliki kemampuan seyogyanya diberi kesempatan untuk belajar bersama sama dengan sebayanya yang non-cacat di sekolah biasa. Sayangnya, ketika proyek pendidikan integrasi itu berakhir, implementasi pendidikan integrasi semakin kurang dipraktekkan, terutama di jenjang SD.
Akan tetapi, menjelang akhir tahun 1990-an upaya baru dilakukan lagi untuk mengembangkan pendidikan inklusif melalui proyek kerjasama antara Depdiknas dan pemerintah Norwegia did bawah manajemen Braillo Norway dan Direktorat PLB. Agar tidak mengulangi kesalahan did masa lalu dengan program pendidikan integrasi yang nyaris mati, perhatian diberikan pada sustainabilitas program pengimplementasian pendidikan inklusif.
Untuk itu, strategi yang diambil adalah sebagai berikut.
a. Diseminasi ideologi pendidikan inklusif melalui berbagai seminar dan lokakarya;
b. Mengubah peranan SLB yang ada agar menjadi pusat sumber untuk mendukung sekolah inklusif (dengan alat bantu mengajar, materi ajar,
metodologi, dsb.); Penataran/pelatihan bagi guru-guru SLB maupun guru-guru reguler untuk memungkinkan mereka memberikan layanan yang lebih baik kepada anak berkebutuhan kusus dalam setting inklusi;
7
c. Reorientasi pendidikan guru did LPTK dan keterlibatan universitas dalam program tersebut;
d. Desentralisasi pembuatan keputusan untuk memberikan lebih banyak peran kepada pemerintah daerah dalam implementasi pendidikan inklusif; e. Mendorong dan memfasilitasi pembentukan kelompok-kelompok kerja untuk mempromosikan implementasi pendidikan inklusif;
f. Keterlibatan LSM dan organisasi internasional dalam program ini; g. Menjalin jejaring antar berbagai pihak terkait:
h. Mengembangkan sekolah inklusif perintis;
i. Pembukaan program magister dalam bidang inklusi dan pendidikan kebutuhan khusus.
Hasil yang paling dapat teramati dari program tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sejumlah lokakarya dan seminar tentang pendidikan inklusif, baik pada tingkat nasional maupun lokal, telah diselenggarakan, yang melibatkan para pendidik dan pengelola pendidikan.
b. Sembilan SLB di sembilan provinsi telah dipilih untuk menjadi pusat sumber dan perananya sebagai pusat sumber sedikit demi sedikit menjadi kenyataan dengan tetap mempertahankan peranannya sebagai SLB. The National Resource Centre in Jakarta, Citeureup Regional Resource Centre in West Java and Payakumbuh Regional Resource Centre in West Sumatra are the three most functional among the nine resource centres. In addition, a number of other special schools have been designed to function as supportive centres.
c. Beberapa universitas sudah mulai memperkenalkan pendidikan inklusif sebagai satu mata kuliah atau sebagai satu topik dalam mata kuliah terkait kepada mahasiswanya.
d. Dosen sejumlah universitas sudah terlibat dalam lokakarya atau seminar tentang pendidikan inklusif.
e. Dinas Pendidikan di sejumlah propinsi sudah lebih proaktif dalam mempromosikan pendidikan inklusif.
f. Sebuah kelompok kerja pendidikan inklusif telah terbentuk di Jawa Barat. yang anggotanya berasal dari Pusat Sumber Citeureup. Dinas Pendidikan Jawa Barat, dan UPI.
g. UNESCO telah aktif terlibat dalam promosi pendidikan inklusif di Jawa Barat.
h. Pada tahun 2002 proyek telah mengembangkan masing-masing tiga sekolah inklusif perintis di 9 propinsi yang memiliki Pusat Sumber, dan pada tahun
8
2003 Depdiknas secara ambisius meningkatkan jumlah tersebut. Sejak saat itu sekitar 2000 anak penyandang cacat sudah ditempatkan did sekolah reguler. i. Program magister inklusi dan pendidikan kebutuhan khusus dibuka di UPI dengan bantuan teknis dari Universitas Oslo.
j. Namun yang telah benar-benar melaksanakan pendidikan inklusif secara eksklusif telah dilaksanakan seperti antara lain di Sekolah Al-Falah Cibubur Jakarta Timur sejak 1996 yang sekaligus dilaksanakan sekolah tersebut dalam programnya besarnya yang dikenal dengan Beyond Centre and Central Times (BCCT) dalam kerjasamanya dengan Thalahasse Creative School Florida US.
k. Sebagai salah satu implementasi itu telah dilaksanakan Lokakarya Nasional tentang Pendidikan Inklusif yang diselenggarakan di Bandung. Indonesia tanggal 8-14 Agustus 2004 dan membuat deklarasi nasional dan menghimbau kepada pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri serta masyarakat untuk dapat:
• Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, kesejahteraan, keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi penerus yang handal.
• Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sebagai individu yang bermartabat, untuk mendapatkan perlakuan yang manusiawi, pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan potensi dan tuntutan masyarakat, tanpa perlakuan deskriminatif yang merugikan eksistensi kehidupannya baik secara fisik, psikologis, ekonomis, sosiologis, hukum, politis maupun kultural.
• Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.
• Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pemenuhan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sehingga memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya secara optimal.
• Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan siapapun, kapanpun dan di lingkungan manapun, dengan meminimalkan hambatan.
• Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif melalui media masa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan lainnnya berkesinambungan. Secara
9
• Menyusun Rencana Aksi (Action Plan) dan pendanaannya untuk pemenuhan aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya.
Pernyataan ini dibuat dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab untuk Menuju Pendidikan Inklusif di Indonesia (Bandung, 11 Agustus 2004).
2. Manfaat Pendidikan Inklusif
Menurut Dedy Kustawan 2012 manfaat pendidikan inklusi yaitu:
a. Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik
• Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus
Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah memiliki rasa percaya diri dan memiliki kesempatan menyesuaikan diri serta memiliki kesiapan dalam menghadapi kehidupan nyata pada lingkungan pada umumnya. Peserta didik berkebutuhan khusus terhindar dari label atau sebutan yang tidak baik, memahami pelajaran disekolah dengan lebih baik dan
mampu. Peserta didik berkebutuhan khusus akan lebih mandiri, dapat
beradaptasi, aktif, dan dapat menghargai perbedaan, serta memperoleh
kesempatan bersosialisasi dan berbagi dengan anak-anak pada umumnya
secara alamiah sehingga akan memberikan masukan yang sangat berarti dalam aspek kehidupannya.
• Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik pada umumnya
Manfaat pendidikan inklusif bagi peserta didik pada umumnya adalah belajar mengenai keterbatasan dan kelebihan tertentu pada teman-temannya,
mengetahui keterbatasan dan kelebihan serta keunikan temannya. Peserta didik pada umumnya akan tumbuh rasa kepedulian terhadap keterbatasan dan kelebihan peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik pada umumnya akan dapat mengembangkan keterampilan sosial, berempati terhadap
permasalahan peserta didik berkebutuhan khusus, dan membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus dan teman-teman peserta didik pada umum lainnya yang mendapat kesulitan.
b. Manfaat pendidikan inklusif bagi guru
Manfaat pendidikan inklusif bagi guru adalah akan lebih tertantang untuk mengajar lebih baik dan dapat mengakomodasi semua peserta didik sehingga akan berupaya untuk meningkatkan wawasannya mengenai keberagaman karakteristik semua peserta didik. guru akan lebih kreatif dan terampil mengajar dan mendidik, lebih mengenali peta kekuatan dan kelemahan peserta didiknya. Guru dapat
10
meningkatkan kompetensinya dalam pendidikan khusus. Guru lebih terbuka terhadap perbedaan atau keberagaman peserta didik, mampu mendidik peserta didik yang lebih beragam, lebih terbiasa dan terlatih untuk mengatasi berbagai tantangan pembelajaran, sehingga guru mendapat kepuasan dalam bekerja dan pencapaian prestasi yang lebih tinggi.
c. Manfaat pendidikan inklusif bagi orang tua
Manfaat pendidikan inklusif bagi orang tua adalah merasa dihargai atau dapat meningkatkan penghargaan terhadap anak. Orang tua merasa senang ketika anaknya dapat bersosialisasi dengan baik tanpa ada diskriminasi dan akan lebih memahami cara memotivasi peningkatan belajar anaknya yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Orang tua mengetahui cara membimbing anaknya dengan lebih baik lagi, dapat meningkatkan interaksi dan keterlibatan dalam kegiatan belajar anaknya serta mendapat kesempatan untuk sharing dengan pihak sekolah dan stakeholderlainnya dalam merencanakan pembelajaran untuk anaknya yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya, kekuatannya, kelemahannya, permasalahan dan hambatan lainnya, serta senang ketika anaknya memiliki keterampilan sosial yang baik.
d. Manfaat pendidikan inklusif bagi pemerintah dan pemerintah daerah Manfaat pendidikan inklusif bagi pemerintah dan pemerintah daerah adalah kebijakan pendidikan terlaksana berlandaskan pada azas demokrasi, berkeadilan dan tanpa diskriminasi karena dapat melaksanakan amanat Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, peraturan menteri serta kebijakan-kebijakan sebagai manfestasi keinginan atau harapan warga Negara Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga akan adanya nilai tambah kepercayaan warga Negara/ masyarakat kepada pemerintah. Pemerintah daerah dan sekolah khususnya dalam bidang pendidikan. Termasuk juga kepercayaan dunia (internasional) kepada pemerintah dan pemerintah daerah karena sungguh-sungguh dalam merealisasikan komitmen-komitmen internasional berkenaan dengan pendidikan untuk semua (Educational for All) sehingga akan tumbuh nilai positif dimata dunia/ internasional. Manfaat lainnya yaitu dapat mempercepat/ akselerasi tuntasnya wajib belajar pendidikan dasar Sembilan tahun. Peserta didik mendapatkan hak pendidikan yang sama dan mendapatkan pendidikan yang lebih luas.
e. Manfaat pendidikan inklusif bagi masyarakat
Manfaat pendidikan inklusif bagi masyarakat adalah dapat memaksimalkan potensi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan. Masyarakat akan lebih sadar
11
bahwa setiap peserta didik berkebutuhan khusus berhak memperoleh pendidikan seperti peserta didik pada umumnya. Msyarakat dapat menyumbangkan pemikiran, ide, atau gagasan untuk mengembangkan pendidikan yang lebih baik lagi dengan lebih terbuka dan penuh kesadaran.
f. Manfaat pendidikan inklusif bagi sekolah
Manfaat pendidikan inklusif bagi sekolah yaitu pencitraan sekolah meningkat, sekolah lebih terbuka, ramah dan tidak mendesriminasi. Sekolah dapat meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif bagi semua peserta didik. sekolah dapat meningkatkan akses bagi semua peserta didik untuk mendapatkan layanan pendidikan yang baik. Pendidikan tidak deskriminatif. Pembelajaran berpusat kepada peserta didik. kegiatan pembelajaran dapat mengakomodasi kebutuhan peserta didik. prilaku guru dapat membuat peserta didik senang belajar. Lingkungan sekolah dan kelas ramah terhadap peserta didik.
D. DAFTAR PUSTAKA
Handayani, T., & Rahadian, A. S. (2013). Peraturan perundangan dan implementasi pendidikan inklusif. Masyarakat Indonesia, 39(1), 149701.
Sahrudin, M., Djafri, N., & Suking, A. (2023). Pengelolaan Pendidikan Inklusif. Jambura Journal of Educational Management, 162-179.
Saputra, A. (2016). Kebijakan pemerintah terhadap pendidikan inklusif. Golden Age: Jurnal Ilmiah Tumbuh Kembang Anak Usia Dini, 1(3), 1-15.
Arriani, F., Agustiawati, A., Rizki, A., Widiyanti, R., Wibowo, S., Herawati, F., & Tulalessy, C. (2021). Panduan pelaksanaan pendidikan inklusif.
Firdaus, E. (2010, January). Pendidikan inklusif dan implementasinya di indonesia. In Seminar Nasional Pendidikan (pp. 24-36).
Irvan, M., & Jauhari, M. N. (2018). Implementasi Pendidikan Inklusif Sebagai Perubahan Paradigma Pendidikan Di Indonesia. Buana Pendidikan: Jurnal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unipa Surabaya, 14(26), 175-187.
Martha, D., & Suryana, D. (2019). Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini. Academia. Edu.
12
Sukomardojo, T. (2023). Mewujudkan pendidikan untuk semua: Studi implementasi pendidikan inklusif di Indonesia. Jurnal Birokrasi & Pemerintahan Daerah Volume, 5(2), 205-214.
Jannah, A. M., Setiyowati, A., Lathif, K. H., Devi, N. D., & Akhmad, F. (2021). Model layanan pendidikan inklusif di Indonesia. Anwarul, 1(1), 121-136.
Lazar, F. L. (2020). Pentingnya pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan Missio, 12(2), 99-115.
13