-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD

Minggu, 13 April 2025 | April 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-13T22:45:13Z

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD


Yustika Sari

Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

E-mail : yustikasariskw@gmail.com 








  1. PENDAHULUAN

Pendidikan  inklusif  merupakan  paradigma  pendidikan  yang  berfokus  pada  pemberian hak  pendidikan  bagi  setiap  anak  tanpa  memandang  latar  belakang,  kemampuan  fisik,  mental, atau  sosial mereka.  Di  Indonesia,  konsep  pendidikan  inklusif  telah  mulai  diterapkan  di berbagai  sekolah ,  Namun,  implementasi  pendidikan inklusif ini tidak serta merta berjalan lancar, karena terdapat berbagai tantangan yang dihadapi oleh institusi pendidikan, guru, siswa, dan juga orang tua (Azis, 2017).

Tantangan ini mencakup kesiapan  sekolah,  penyesuaian  kurikulum,  serta  kendala  dalam  pengelolaan  siswa  dengan kebutuhan khusus (ABK).salah  satu  sekolah  yang  berkomitmen  untuk mengimplementasikan  pendidikan  inklusif.  Sebagai  sekolah  yang  menerima  siswa  ABK,  sekolah  telah  melakukan  berbagai  upaya  untuk  memastikan  bahwa  siswa  ABK dapat  belajar  bersama  dengan  siswareguler  dalam  lingkungan  yang  mendukung.  Sekolah  ini berusaha  menyediakan  kurikulum  yang  fleksibel  dan  disesuaikan  dengan  kebutuhan  siswa ABK.  Selain  itu,  guru-guru  di  sekolah  ini  juga  dilatih  untuk  mampu  mengelola  kelas  inklusif dengan  baik,  sehingga  siswa  ABK  tidak  merasa  terisolasi  atau  terabaikan  dalam  proses pembelajaran.

Namun,   tantangan   utama   yang   dihadapi   oleh   sekolah ini dalam menerapkan pendidikan inklusif adalah kesiapan sumber daya manusia, terutama guru, dalam menghadapi  keragaman  kebutuhan  siswa.  Tidak  semua  guru  memiliki  pemahaman  yang mendalam  tentang  cara  mengelola  kelas  inklusif,  sehingga  sering  kali  terjadi  kesulitan  dalam menerapkan  metode  pembelajaran  yang  efektif  untuk  siswa  ABK  (Yunaini,  2021).  Selain  itu, kurangnya  fasilitas  yang  memadai  untuk  mendukung  pembelajaran  siswa  ABK  juga  menjadi kendala  yang  signifikan.  Misalnya, kebutuhan  akan  alat  bantu  pendengaran  untuk  siswa dengan gangguan pendengaran atau ruangan khusus untuk terapi tidak selalu dapat dipenuhi oleh sekolah.Di  sisi  lain,  dukungan  dari  orang  tua  juga  menjadi  faktor  penting  dalam  keberhasilan pendidikan  Inklusif  (Ekawati  &  Lian,  2022).  



tidak  semua  orang tua  mendukung  penuh  pendidikan  inklusif.  Beberapa  orang  tua  masih  memiliki  pandangan bahwa  anak  mereka  yang  memiliki  kebutuhan  khusus  sebaiknya  belajar di  sekolah  khusus, bukan  di  sekolah  reguler  (Udhiyanasari,  2019).  Hal  ini  tentunya  menambah  tantangan  bagi sekolah  dalam  mengintegrasikan  siswa  ABK  ke  dalam  lingkungan  sekolah  yang  inklusif. Dukungan  dari  orang  tua  sangat penting,  karena  tanpa  dukungan  tersebut,  upaya  sekolah dalam menerapkan pendidikan inklusif tidak akan optimal. Stigma  ini  sering  kali  muncul  dari masyarakat  sekitar  yang  belum  sepenuhnya  menerima  konsep  pendidikan  inklusif.  Stigma sosial  ini  dapat  berdampak  negatif  pada  proses  pembelajaran  siswa  ABK,  karena  mereka mungkin merasa terasing atau didiskriminasi oleh lingkungan sekitar (Elly, 2022). Oleh karena itu,  salah  satu  upaya  yang  dilakukan  oleh   sekolah  adalah  memberikan  edukasi  kepada masyarakat  tentang  pentingnya  pendidikan  inklusif  dan  bagaimana  hal  ini  dapat  membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Dari   perspektif   kebijakan,   pemerintah   Indonesia   telah   mendukung   implementasi pendidikan  inklusif  melalui  berbagai  regulasi,  seperti  Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional Nomor 70 Tahun 2019.

Peraturan ini menggariskan bahwa setiap anak,termasuk anak dengan kebutuhan  khusus,  berhak  mendapatkan  pendidikan  yang  layak  di  sekolah  reguler.  Namun, implementasi  kebijakan  ini  di  tingkat  lapangan sering kali menghadapi  berbagai  kendala, terutama  dalam  hal  pendanaan  dan  penyediaan  fasilitas  yang  memadai.  Sekolah-sekolah   perlu   mendapatkan   dukungan   yang   lebih   kuat   dari pemerintah,  baik  dalam  bentuk  dana  maupun  pelatihan  bagi  guru,  untuk  memastikan  bahwa pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik.Dalam  konteks  kurikulum,  pendidikan  inklusif  di  sekolah  berupaya untuk  menyesuaikan  materi  pembelajaran  agar  sesuai  dengan  kemampuan  dan  kebutuhan siswa  ABK.  Kurikulum  yang  diterapkan  tidak  hanya  mengacu  pada  standar  nasional,  tetapi juga  dimodifikasi  sesuai dengan  kebutuhan  khusus  siswa  (Masrokan  &  Fuadi,  2023).

Hal  ini dilakukan  untuk  memastikan  bahwa  semua  siswa,  baik  yang  reguler  maupun  ABK,  dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Modifikasi kurikulum ini mencakup penyesuaian metode   pengajaran,   evaluasi   pembelajaran,   dan   penyediaan   layanan   tambahan   seperti bimbingan khusus bagi siswa ABK.Pentingnya  pendidikan  inklusif  tidak  hanya  terletak  pada  aspek  akademis,  tetapi  juga pada  pengembangan karakter dan  sosial siswa.Melalui  pendidikan  inklusif,  siswa  ABK dapat belajar bersama dengan siswa reguler, yang membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial  dan  berinteraksi  dengan  orang  lain  (Yanuaret  al.,  2023).  Selain  itu,  pendidikan  inklusif juga  mengajarkan  nilai-nilai  toleransi,  kerjasama,  dan  saling  menghargai  di  antara  siswa.  Ini adalah   nilai-nilai  yang   sangat   penting   untuk   membentuk   masyarakat   yang  inklusif   dan berkeadilan.  Oleh  karena  itu,  pendidikan  inklusif  tidak  hanya  bermanfaat  bagi siswa  ABK, tetapi juga bagi siswa reguler yang belajar untuk hidup berdampingan dengan perbedaan

Namun,  untuk  mencapai  tujuan  tersebut,  diperlukan  komitmen  yang  kuat  dari  semua pihak yang terlibat, termasuk guru, orang tua, dan pemerintah. Guru perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola kelas inklusif, sementara orang tua  harus  mendukung  upaya  sekolah  dalam  mengintegrasikan  siswa  ABK  (Mansur,  2019).  Di sisi    lain,    pemerintah    perlu    memastikan    bahwa   kebijakan    pendidikan    inklusif    dapat diimplementasikan  dengan  baik  di  tingkat  sekolah,  termasuk  dalam  hal  penyediaan  dana  dan fasilitas  yang memadai  (Kinanthiet  al.,  2024). Dengan dukungan  yang  baik  dari  semua  pihak, diharapkan  pendidikan  inklusif  di sekolah dapat  berjalan  dengan  lebih efektif dan memberikan manfaat yang maksimal bagi semua siswa dan diharapkan  dapat  ditemukan solusi-solusi  yang  dapat  meningkatkan  efektivitas  pelaksanaan  pendidikan  inklusif,  sehingga sekolah dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain dalam menerapkan pendidikan inklusif di Indonesia.


  1. KAJIAN TEORI

  1. Landasan Teori Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu.pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya,semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan penyesuaian,mulai dari kurikulum,sarana prasarana,tenaga pendidikan,dan kependidikan system pembelajaran sampai system penilaiannya. Dengan kata lain, pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntunan kebutuhan individu peserta didik,bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan system persekolahan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berintrajsi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat,dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing.

Konsekuen penyelenggara pendidikan iinklusif adalah pihak sekolah di tuntut melakukan berbagai perubahan,mulai cara pandang,sikap,sampai pada proses pendidikan ,yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa deskriminasi(Irdardamurni, 2019)


6

  1. PEMBAHASAN

  1. Konsep Pendidikan Karakter Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk pola sifat atau karakter mulai dari usia dini, agar karakter baik tersebut tertanam dan mengakar pada jiwa anak. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi lebih berorientasi pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri anak, dikembangkan melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa pengajaran nilai-nilai karakter yang baik. Dalam pendidikan karakter, setiap individu dilatih agar tetap dapat memelihara sifat baik dalam diri (fitrah) sehingga karakter tersebut akan melekat kuat dengan latihan melalui pendidikan sehingga akan terbentuk akhlakul karimah.

Dalam konteks pendidikan di Indonesia, substansi pendidikan karakter

telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal 1 UU tersebut dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Pembangunan karakter anak bangsa merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa

ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, dimana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu ―Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.

Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu ―Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab‖ (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN). Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (Amka, 2016:70)

dinyatakan bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakanbersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau orangtua. Penguatan pendidikan karakter dilakukan dengan penumbuhan budi pekerti melalui kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulaisejak dari hari pertama sekolah, masa orientasi peserta didik baru untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan, sampai dengan kelulusan sekolah. Doni Koesoema (2010: 116) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pedidikan bisa menjadi salah satu sarana pemanusiaan dan pembudayaan. Pendidikan seharusnya menciptakan sebuah lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan keunikan ciptaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang memiliki kemampuaan intelektual dan moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin manusiawi. Seperti halnya pendidikan karakter inklusif yang diterapkan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Keberadaan peserta didik di kelas inklusif menambah keragaman perbedaan individual. Melalui keragaman yang ada, dapat ditanamkan nilai -nilai karakter seperti kasih sayang, kerjasama,saling menghargai, dan rasa percaya diri kepada peserta didik. Hal senada juga diungkapkan oleh Norman Kunc (David Smith, 2006: 396) bahwa inklusif sebagai suatu persoalan tentang nilai-nilai. Melalui pendidikan inklusif dapat ditanamkan nilai-nilai kebaikan kepada siswa, salah satu nilai yang ditanamkan adalah menghargai perbedaan dalam masyarakat manusia. Hargio Santoso (2012: 24) juga menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah hak asasi dan ini merupakan pendidikan yang baik untuk meningkatkan toleransi sosial. Implementasi pendidikan karakterdi sekolah reguler tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan di sekolah inklusif. Perbedaannya terletak pada keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas tersebut dan cara guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada semua siswa. Pelaksanaan pendidikan karakter inklusif di sekolahreguler menekankan pada peduli, kerja sama, menghargai perbedaan,saling menghormati, dan empati. Selain itu dapat ditanamkan nilai karakter yang lainnya seperti religius, jujur, tanggung jawab dan lain sebagainya. Dalam menanamkan nilai -nilai kebaikan tersebut, guru perlu memperhatikan unsur -unsur terbentuknya karakter dan relasi antarsiswa. Inilah konsep kelas pendidikan yang hakiki. Makna kelas dalam pendidikan karakter inklusif tidak semata ruang bangun, tetapi alam dan lingkungan menjadi kelas. Dimanapun, kapanpun, dengan siapapun semua warga sekolah tetap belajar.

  1. Pembelajaran Karakter Inklusi di Sekolah Reguler

Dalam proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus dengan berbagai spesifikasinya, memiliki modalitas tersendiri, bahkan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Yang perlu ditegaskan, meski berbeda-beda anak berkebutuhan khusus tetap memiliki modalitas belajar. Layanan  pembelajaran  yang  diberikan  oleh  manajemen  sekolah  dan  guru  seharusnya mengakomodir ragam  modalitas  yang dimiliki  semua peserta  didik.  Pembelajaran karakter inklusi pun  tetap harus  diberikan sesuai  dengan kekhususan  kebutuhan peserta didik  yang berada di sekolah regular Anak berkebutuhan  khusus  tidak hanya dilihat  dari  kekurangan, namun  meraka juga memiliki kelebihan, karakteristik, serta bakat tersendiri pada bidang-bidang tertentu. Bahkan sejarah  telah  mencatat,  tak  sedikit  tokoh-tokoh  besar  yang  justru  terlahir  dari  anak-anak berkebutuhan  khusus. Sebab mereka sangat membutuhkan interaksi dengan teman-temanya yang normal. Mereka perlu mendapat kesempatan dan peluang yang sama dengan anak-anak normal dalam layanan pendidikan. Sungguh merupakan sebuah keberhasilan yang sangat luar biasa, apabila input yang dibawah standar itu dapat diproses oleh lembaga pendidikan menjadi output yang sukses.  Pembelajaran  bagi  anak  berkebutuhan  khusus  di  sekolah  regular  tidak  lagi mempertimbangkan  kondisi  peserta  didiknya,  baik  yang  berkenaan  dengan  kondisi  fisik, intelektualitas, sosial, emosional, linguistik, etnisitas, agama, jender, kecakapan ataupun yang lainya. Pembelajaran  karakter  di  kelas  regular perlu diarahkan pada penekanan  membangun hubungan   antara    guru  dengan  siswa  dalam implementasi pendidikan karakter di kelas. Hal ini diperkuat oleh  Ajat  Sudrajat  (2011:  54)  yang  menyatakan  bahwa  ada  empat  cara  untuk mengimplementasikan   pendidikan   karakter   di   sekolah,    yaitu 

1) pembelajaran  (teaching),  

2)  keteladanan  (modeling),  

3)  penguatan  (reinforcing),  dan  

4) pembiasaan  (habituating).




  1. Manfaat Pendidikan inklusif terhadap peningkatan kepercayaan diri siswa berkebutuhan khusus di sd


  1. Lingkungan Belajar yang Menerima

Dalam pendidikan inklusif, siswa berkebutuhan khusus merasa diterima dan menjadi bagian dari komunitas sekolah. Rasa diterima ini memberikan rasa aman secara emosional yang menjadi dasar untuk membangun kepercayaan diri.


  1. Interaksi Sosial yang Positif

Belajar bersama siswa reguler memungkinkan siswa berkebutuhan khusus untuk bersosialisasi secara aktif. Interaksi ini membantu mereka merasa dihargai dan mampu menjalin hubungan, yang berdampak pada meningkatnya rasa percaya diri.


  1. Pengakuan terhadap Kemampuan Individu

Sistem pendidikan inklusif tidak hanya fokus pada kekurangan siswa, tetapi juga mengakui kelebihan dan potensi mereka. Ketika siswa berhasil menyelesaikan tugas atau menunjukkan kemampuan tertentu, mereka akan merasa bangga dan percaya diri terhadap diri mereka sendiri.


  1. Dukungan dari Guru dan Teman Sebaya

Guru di lingkungan inklusif memiliki peran penting dalam memberikan bimbingan dan motivasi. Selain itu, teman sebaya yang diberi pemahaman tentang toleransi dan empati dapat menjadi sumber dukungan emosional yang besar bagi siswa berkebutuhan khusus.



  1. Kemandirian dan Partisipasi Aktif

Dengan diberi ruang untuk belajar dan berkembang bersama, siswa berkebutuhan khusus terdorong untuk lebih mandiri dan aktif dalam berbagai kegiatan sekolah. Pengalaman ini menumbuhkan rasa mampu dan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri




































  1. DAFTAR PUSTAKA

Hargio  Santoso.  (2012). Cara  Memahami  dan  Menididik  Anak  Berkebutuhan Khusus. 

Yogyakarta: Gosyen Publishing


Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa.


Santoso, Hargio. (2012).  Cara    Memahami   dan   Menididk   Anak    Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Gosyen Publishing.


Sukomardojo,  T.  (2023).  Mewujudkan  Pendidikan  Untuk  Semua:  Studi  Implementasi Pendidikan Inklusif Di Indonesia. Jurnal Birokrasi & Pemerintahan Daerah Volume, 5(2), 205-214.


Kurniawan, L. J. (2018). Sosialisasi Orang Tua Dalam Membentuk Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus Yang Bersekolah Di Sekolah Luar Biasa Bahanul Amanah Kabupaten Madiun Jawa Timur (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).


Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep, implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18.


Agustin,  V.  D.  Manfaat  Program  Pendidikan  Inklusi  Di  Kiddy  Land  Dengan  Metode Montessori Di Kota Padang. Jurnal Nalar Pendidikan, 8(1), 47-54


Maryam, Maryam, Amin Nasrullah, and Siti Rabiatul Aliyah. "Implementasi Pendidikan Inklusif pada Siswa Berkebutuhan Khusus." Journal of Instructional and Development Researches 4.5 (2024): 418-430.


Santoso. 2012. Cara memahami dan mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep, 

implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18.

Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep, 

implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18.

Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep, implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18


×
Berita Terbaru Update