IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF TERHADAP PENINGKATAN KEPERCAYAAN DIRI SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD
Yustika Sari
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
E-mail : yustikasariskw@gmail.com
PENDAHULUAN
Pendidikan inklusif merupakan paradigma pendidikan yang berfokus pada pemberian hak pendidikan bagi setiap anak tanpa memandang latar belakang, kemampuan fisik, mental, atau sosial mereka. Di Indonesia, konsep pendidikan inklusif telah mulai diterapkan di berbagai sekolah , Namun, implementasi pendidikan inklusif ini tidak serta merta berjalan lancar, karena terdapat berbagai tantangan yang dihadapi oleh institusi pendidikan, guru, siswa, dan juga orang tua (Azis, 2017).
Tantangan ini mencakup kesiapan sekolah, penyesuaian kurikulum, serta kendala dalam pengelolaan siswa dengan kebutuhan khusus (ABK).salah satu sekolah yang berkomitmen untuk mengimplementasikan pendidikan inklusif. Sebagai sekolah yang menerima siswa ABK, sekolah telah melakukan berbagai upaya untuk memastikan bahwa siswa ABK dapat belajar bersama dengan siswareguler dalam lingkungan yang mendukung. Sekolah ini berusaha menyediakan kurikulum yang fleksibel dan disesuaikan dengan kebutuhan siswa ABK. Selain itu, guru-guru di sekolah ini juga dilatih untuk mampu mengelola kelas inklusif dengan baik, sehingga siswa ABK tidak merasa terisolasi atau terabaikan dalam proses pembelajaran.
Namun, tantangan utama yang dihadapi oleh sekolah ini dalam menerapkan pendidikan inklusif adalah kesiapan sumber daya manusia, terutama guru, dalam menghadapi keragaman kebutuhan siswa. Tidak semua guru memiliki pemahaman yang mendalam tentang cara mengelola kelas inklusif, sehingga sering kali terjadi kesulitan dalam menerapkan metode pembelajaran yang efektif untuk siswa ABK (Yunaini, 2021). Selain itu, kurangnya fasilitas yang memadai untuk mendukung pembelajaran siswa ABK juga menjadi kendala yang signifikan. Misalnya, kebutuhan akan alat bantu pendengaran untuk siswa dengan gangguan pendengaran atau ruangan khusus untuk terapi tidak selalu dapat dipenuhi oleh sekolah.Di sisi lain, dukungan dari orang tua juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan pendidikan Inklusif (Ekawati & Lian, 2022).
tidak semua orang tua mendukung penuh pendidikan inklusif. Beberapa orang tua masih memiliki pandangan bahwa anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus sebaiknya belajar di sekolah khusus, bukan di sekolah reguler (Udhiyanasari, 2019). Hal ini tentunya menambah tantangan bagi sekolah dalam mengintegrasikan siswa ABK ke dalam lingkungan sekolah yang inklusif. Dukungan dari orang tua sangat penting, karena tanpa dukungan tersebut, upaya sekolah dalam menerapkan pendidikan inklusif tidak akan optimal. Stigma ini sering kali muncul dari masyarakat sekitar yang belum sepenuhnya menerima konsep pendidikan inklusif. Stigma sosial ini dapat berdampak negatif pada proses pembelajaran siswa ABK, karena mereka mungkin merasa terasing atau didiskriminasi oleh lingkungan sekitar (Elly, 2022). Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukan oleh sekolah adalah memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan inklusif dan bagaimana hal ini dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Dari perspektif kebijakan, pemerintah Indonesia telah mendukung implementasi pendidikan inklusif melalui berbagai regulasi, seperti Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2019.
Peraturan ini menggariskan bahwa setiap anak,termasuk anak dengan kebutuhan khusus, berhak mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah reguler. Namun, implementasi kebijakan ini di tingkat lapangan sering kali menghadapi berbagai kendala, terutama dalam hal pendanaan dan penyediaan fasilitas yang memadai. Sekolah-sekolah perlu mendapatkan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah, baik dalam bentuk dana maupun pelatihan bagi guru, untuk memastikan bahwa pendidikan inklusif dapat berjalan dengan baik.Dalam konteks kurikulum, pendidikan inklusif di sekolah berupaya untuk menyesuaikan materi pembelajaran agar sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan siswa ABK. Kurikulum yang diterapkan tidak hanya mengacu pada standar nasional, tetapi juga dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan khusus siswa (Masrokan & Fuadi, 2023).
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa semua siswa, baik yang reguler maupun ABK, dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Modifikasi kurikulum ini mencakup penyesuaian metode pengajaran, evaluasi pembelajaran, dan penyediaan layanan tambahan seperti bimbingan khusus bagi siswa ABK.Pentingnya pendidikan inklusif tidak hanya terletak pada aspek akademis, tetapi juga pada pengembangan karakter dan sosial siswa.Melalui pendidikan inklusif, siswa ABK dapat belajar bersama dengan siswa reguler, yang membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial dan berinteraksi dengan orang lain (Yanuaret al., 2023). Selain itu, pendidikan inklusif juga mengajarkan nilai-nilai toleransi, kerjasama, dan saling menghargai di antara siswa. Ini adalah nilai-nilai yang sangat penting untuk membentuk masyarakat yang inklusif dan berkeadilan. Oleh karena itu, pendidikan inklusif tidak hanya bermanfaat bagi siswa ABK, tetapi juga bagi siswa reguler yang belajar untuk hidup berdampingan dengan perbedaan
Namun, untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak yang terlibat, termasuk guru, orang tua, dan pemerintah. Guru perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola kelas inklusif, sementara orang tua harus mendukung upaya sekolah dalam mengintegrasikan siswa ABK (Mansur, 2019). Di sisi lain, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan pendidikan inklusif dapat diimplementasikan dengan baik di tingkat sekolah, termasuk dalam hal penyediaan dana dan fasilitas yang memadai (Kinanthiet al., 2024). Dengan dukungan yang baik dari semua pihak, diharapkan pendidikan inklusif di sekolah dapat berjalan dengan lebih efektif dan memberikan manfaat yang maksimal bagi semua siswa dan diharapkan dapat ditemukan solusi-solusi yang dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan pendidikan inklusif, sehingga sekolah dapat menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain dalam menerapkan pendidikan inklusif di Indonesia.
KAJIAN TEORI
Landasan Teori Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu.pada sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya,semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan penyesuaian,mulai dari kurikulum,sarana prasarana,tenaga pendidikan,dan kependidikan system pembelajaran sampai system penilaiannya. Dengan kata lain, pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan dengan tuntunan kebutuhan individu peserta didik,bukan peserta didik yang menyesuaikan dengan system persekolahan dari pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berintrajsi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat,dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing.
Konsekuen penyelenggara pendidikan iinklusif adalah pihak sekolah di tuntut melakukan berbagai perubahan,mulai cara pandang,sikap,sampai pada proses pendidikan ,yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa deskriminasi(Irdardamurni, 2019)
6
PEMBAHASAN
Konsep Pendidikan Karakter Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk pola sifat atau karakter mulai dari usia dini, agar karakter baik tersebut tertanam dan mengakar pada jiwa anak. Pendidikan karakter adalah pendidikan yang tidak hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, akan tetapi lebih berorientasi pada proses pembinaan potensi yang ada dalam diri anak, dikembangkan melalui pembiasaan sifat-sifat baik yaitu berupa pengajaran nilai-nilai karakter yang baik. Dalam pendidikan karakter, setiap individu dilatih agar tetap dapat memelihara sifat baik dalam diri (fitrah) sehingga karakter tersebut akan melekat kuat dengan latihan melalui pendidikan sehingga akan terbentuk akhlakul karimah.
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, substansi pendidikan karakter
telah diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dalam pasal 1 UU tersebut dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Pembangunan karakter anak bangsa merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila; keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan nilai-nilai Pancasila; bergesernya nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa; ancaman disintegrasi bangsa; dan melemahnya kemandirian bangsa
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025, dimana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu ―Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
Terkait dengan upaya mewujudkan pendidikan karakter sebagaimana yang diamanatkan dalam RPJPN, sesungguhnya hal yang dimaksud itu sudah tertuang dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional, yaitu ―Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab‖ (Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional --UUSPN). Dengan demikian, RPJPN dan UUSPN merupakan landasan yang kokoh untuk melaksanakan secara operasional pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter (Amka, 2016:70)
dinyatakan bahwa pendidikan karakter seharusnya menjadi gerakanbersama yang melibatkan pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, dan/atau orangtua. Penguatan pendidikan karakter dilakukan dengan penumbuhan budi pekerti melalui kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang dimulaisejak dari hari pertama sekolah, masa orientasi peserta didik baru untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan, sampai dengan kelulusan sekolah. Doni Koesoema (2010: 116) menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pedidikan bisa menjadi salah satu sarana pemanusiaan dan pembudayaan. Pendidikan seharusnya menciptakan sebuah lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan keunikan ciptaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang memiliki kemampuaan intelektual dan moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin manusiawi. Seperti halnya pendidikan karakter inklusif yang diterapkan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Keberadaan peserta didik di kelas inklusif menambah keragaman perbedaan individual. Melalui keragaman yang ada, dapat ditanamkan nilai -nilai karakter seperti kasih sayang, kerjasama,saling menghargai, dan rasa percaya diri kepada peserta didik. Hal senada juga diungkapkan oleh Norman Kunc (David Smith, 2006: 396) bahwa inklusif sebagai suatu persoalan tentang nilai-nilai. Melalui pendidikan inklusif dapat ditanamkan nilai-nilai kebaikan kepada siswa, salah satu nilai yang ditanamkan adalah menghargai perbedaan dalam masyarakat manusia. Hargio Santoso (2012: 24) juga menyatakan bahwa pendidikan inklusif adalah hak asasi dan ini merupakan pendidikan yang baik untuk meningkatkan toleransi sosial. Implementasi pendidikan karakterdi sekolah reguler tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan di sekolah inklusif. Perbedaannya terletak pada keberadaan siswa berkebutuhan khusus di kelas tersebut dan cara guru dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada semua siswa. Pelaksanaan pendidikan karakter inklusif di sekolahreguler menekankan pada peduli, kerja sama, menghargai perbedaan,saling menghormati, dan empati. Selain itu dapat ditanamkan nilai karakter yang lainnya seperti religius, jujur, tanggung jawab dan lain sebagainya. Dalam menanamkan nilai -nilai kebaikan tersebut, guru perlu memperhatikan unsur -unsur terbentuknya karakter dan relasi antarsiswa. Inilah konsep kelas pendidikan yang hakiki. Makna kelas dalam pendidikan karakter inklusif tidak semata ruang bangun, tetapi alam dan lingkungan menjadi kelas. Dimanapun, kapanpun, dengan siapapun semua warga sekolah tetap belajar.
Pembelajaran Karakter Inklusi di Sekolah Reguler
Dalam proses pembelajaran anak berkebutuhan khusus dengan berbagai spesifikasinya, memiliki modalitas tersendiri, bahkan berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Yang perlu ditegaskan, meski berbeda-beda anak berkebutuhan khusus tetap memiliki modalitas belajar. Layanan pembelajaran yang diberikan oleh manajemen sekolah dan guru seharusnya mengakomodir ragam modalitas yang dimiliki semua peserta didik. Pembelajaran karakter inklusi pun tetap harus diberikan sesuai dengan kekhususan kebutuhan peserta didik yang berada di sekolah regular Anak berkebutuhan khusus tidak hanya dilihat dari kekurangan, namun meraka juga memiliki kelebihan, karakteristik, serta bakat tersendiri pada bidang-bidang tertentu. Bahkan sejarah telah mencatat, tak sedikit tokoh-tokoh besar yang justru terlahir dari anak-anak berkebutuhan khusus. Sebab mereka sangat membutuhkan interaksi dengan teman-temanya yang normal. Mereka perlu mendapat kesempatan dan peluang yang sama dengan anak-anak normal dalam layanan pendidikan. Sungguh merupakan sebuah keberhasilan yang sangat luar biasa, apabila input yang dibawah standar itu dapat diproses oleh lembaga pendidikan menjadi output yang sukses. Pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di sekolah regular tidak lagi mempertimbangkan kondisi peserta didiknya, baik yang berkenaan dengan kondisi fisik, intelektualitas, sosial, emosional, linguistik, etnisitas, agama, jender, kecakapan ataupun yang lainya. Pembelajaran karakter di kelas regular perlu diarahkan pada penekanan membangun hubungan antara guru dengan siswa dalam implementasi pendidikan karakter di kelas. Hal ini diperkuat oleh Ajat Sudrajat (2011: 54) yang menyatakan bahwa ada empat cara untuk mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah, yaitu
1) pembelajaran (teaching),
2) keteladanan (modeling),
3) penguatan (reinforcing), dan
4) pembiasaan (habituating).
Manfaat Pendidikan inklusif terhadap peningkatan kepercayaan diri siswa berkebutuhan khusus di sd
Lingkungan Belajar yang Menerima
Dalam pendidikan inklusif, siswa berkebutuhan khusus merasa diterima dan menjadi bagian dari komunitas sekolah. Rasa diterima ini memberikan rasa aman secara emosional yang menjadi dasar untuk membangun kepercayaan diri.
Interaksi Sosial yang Positif
Belajar bersama siswa reguler memungkinkan siswa berkebutuhan khusus untuk bersosialisasi secara aktif. Interaksi ini membantu mereka merasa dihargai dan mampu menjalin hubungan, yang berdampak pada meningkatnya rasa percaya diri.
Pengakuan terhadap Kemampuan Individu
Sistem pendidikan inklusif tidak hanya fokus pada kekurangan siswa, tetapi juga mengakui kelebihan dan potensi mereka. Ketika siswa berhasil menyelesaikan tugas atau menunjukkan kemampuan tertentu, mereka akan merasa bangga dan percaya diri terhadap diri mereka sendiri.
Dukungan dari Guru dan Teman Sebaya
Guru di lingkungan inklusif memiliki peran penting dalam memberikan bimbingan dan motivasi. Selain itu, teman sebaya yang diberi pemahaman tentang toleransi dan empati dapat menjadi sumber dukungan emosional yang besar bagi siswa berkebutuhan khusus.
Kemandirian dan Partisipasi Aktif
Dengan diberi ruang untuk belajar dan berkembang bersama, siswa berkebutuhan khusus terdorong untuk lebih mandiri dan aktif dalam berbagai kegiatan sekolah. Pengalaman ini menumbuhkan rasa mampu dan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Hargio Santoso. (2012). Cara Memahami dan Menididik Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa.
Santoso, Hargio. (2012). Cara Memahami dan Menididk Anak Berkebutuhan Khusus, Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Sukomardojo, T. (2023). Mewujudkan Pendidikan Untuk Semua: Studi Implementasi Pendidikan Inklusif Di Indonesia. Jurnal Birokrasi & Pemerintahan Daerah Volume, 5(2), 205-214.
Kurniawan, L. J. (2018). Sosialisasi Orang Tua Dalam Membentuk Kemandirian Anak Berkebutuhan Khusus Yang Bersekolah Di Sekolah Luar Biasa Bahanul Amanah Kabupaten Madiun Jawa Timur (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep, implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18.
Agustin, V. D. Manfaat Program Pendidikan Inklusi Di Kiddy Land Dengan Metode Montessori Di Kota Padang. Jurnal Nalar Pendidikan, 8(1), 47-54
Maryam, Maryam, Amin Nasrullah, and Siti Rabiatul Aliyah. "Implementasi Pendidikan Inklusif pada Siswa Berkebutuhan Khusus." Journal of Instructional and Development Researches 4.5 (2024): 418-430.
Santoso. 2012. Cara memahami dan mendidik Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep,
implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18.
Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep,
implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18.
Murniarti, E., & Anastasia, N. Z. (2016). Pendidikan inklusif di tingkat sekolah dasar: konsep, implementasi, dan strategi. Jurnal Dinamika Pendidikan, 9(1), 9-18