-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Membangun Kolaborasi: Peran Vital Guru dan Orang Tua dalam Pendidikan Inklusif

Minggu, 13 April 2025 | April 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-13T23:06:10Z

Membangun Kolaborasi: Peran Vital Guru dan Orang Tua dalam Pendidikan Inklusif

Evita Linda Amalia

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

E-mail: Evitalindaamalia@gmail.com




Pendahuluan

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang dapat memadukan semua siswa dari berbagai keberagaman yang ada, baik pada anak-anak yang memiliki hambatan ataupun tidak, perbedaan suku, bahasa, budaya, dan sebagainya. Sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran di kelas tanpa adanya hambatan dan mencari setiap solusi yang didapatkan, serta menyediakan fasilitas belajar guna mendukung ketercapaian kesuksesan belajar bagi semua anak (Septy Nurfadhillah, 2022). Menurut Surat Edaran Dirjen Dikdasmen No. 380 tahun 2003, pendidikan inklusi berarti anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dimasukkan ke dalam kelas bersama dengan anak-anak normal lainnya tanpa membuat perbedaan antara anak-anak dengan kebutuhan khusus dan anak-anak normal lainnya. Anak Berkebutuhan Khusus tidak pernah mendapatkan perbedaan dari anak normal dalam hal pendidikan atau hak dan persamaan yang diberikan. (Fitria, 2012). 

Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk membangun masyarakat inklusi adalah penyelenggaraan sistem sekolah inklusi. Banyak masalah yang muncul tentang pendidikan inklusi dan kekurangan pengetahuan dan kemampuan guru menunjukkan bahwa sistem pendidikan ini kurang baik. Penyelengaraan sekolah inklusi untuk anak berkebutuhan khusus seharusnya menciptakan lingkungan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan bagi semua siswa. 

Guru sangat penting untuk membantu siswa mewujudkan tujuan hidup mereka. Tanpa bantuan guru, minat, bakat, kemampuan, dan potensi siswa tidak akan berkembang dengan baik. Guru harus memperhatikan setiap siswa secara khusus karena ada perbedaan mendasar antara siswa. 

Peran orang tua menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan dan kegagalan anak dalam proses pendidikan. Untuk memungkinkan pendidikan inklusif di sekolah dasar sangat membutuhkan kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat di mana anak hidup dan berkembang sangat diperlukan. Orang tua bertanggung jawab untuk membantu anak-anak mereka mendapatkan pendidikan inklusif. Mereka harus terlibat dalam proses pengambilan keputusan dan membuat rencana untuk mencapai kelas inklusif.

Tujuan dari artikel ini adalah untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep pendidikan inklusi, yang berarti bahwa semua anak, termasuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dalam lingkungan yang sama dan tanpa diskriminasi. 

Kajian Teori

Undang-undang RI No 20 tahun 2003 pasal 5 tentang sistem pendidikanayat (1) Setiap warga negara mempunyai  hak  yang sama untuk memperoleh pendidikan  yang bermutu, (2) Warga  negara  yang  memiliki  kelainan  fisik,  emosional,  mental,  intelektual,  dan/atau  sosial berhak  memperoleh  pendidikan  khusus. Anak-anak dengan kebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan anak-anak normal dalam bidang pendidikan. Namun, karena keterbatasan mereka, anak-anak dengan kebutuhan khusus membutuhkan perhatian khusus.

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah institusi pendidikan yang dirancang khusus untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus. Layanan pembelajaran khusus diberikan kepada mereka di institusi ini. Di SLB, siswa memiliki kebutuhan khusus untuk belajar. Guru mengelola kelas dan menyediakan fasilitas lainnya. Namun, meskipun ada Sekolah Luar Biasa saat ini, baik di perkotaan maupun di pedesaan, masalah administrasi dan pembiayaan masih menjadi masalah bagi masyarakat, terutama bagi kalangan menengah ke bawah. Ini menjadi salah satu alasan orang tua menyekolahkan anak mereka yang berkebutuhan khusus ke sekolah umum.

Pembahasan

  1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak-anak dengan kebutuhan khusus memerlukan penanganan khusus karena mereka memiliki gangguan dan kelainan dalam perkembangannya (Widyorini et al., 2014). Oleh karena itu, mereka harus menerima perawatan khusus yang disesuaikan dengan tahap perkembangan mereka.

Mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) memiliki tantangan tersendiri bagi anak dan keluarganya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya, namun tidak selalu menunjukkan ketidakmampuan secara mental, emosi dan fisik. Yang termasuk anak berkebutuhan khusus antara lain: 

  1. Tunanetra

Anak tunanetra adalah anak yang mengalami keterbatasan atau ketidakmampuan indera penglihatan yang mengakibatkan kurangnya melihat. Bimbingan yang tepat untuk anak tunanetra didasarkan pada karakteristik mereka.
Tidak diragukan lagi, pelayanan diberikan melalui indera lain yang dimiliki anak, yaitu indera peraba dan indera pendengar. 

  1. Tunarungu

Tunarungu adalah orang yang mengalami kesulitan, gangguan, atau bahkan ketidakmampuan pada indera pendengarannya, sehingga mereka tidak dapat mendengar bunyi dengan sempurna atau bahkan tidak dapat mendengar (Rahmah, 2018). Komunikasi lisan atau verbal adalah tantangan bagi penyandang tunarungu. Ini termasuk mendengar, berbicara, dan memahami pembicaraan orang lain (Haliza et al., 2020).

  1. Tunagrahita

Anak tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang mengalami kesulitan dan keterbatasan perkembangan mental-intelektual, serta ketidakcakapan dalam komunikasi sosial di bawah rata-rata. Akibatnya, anak-anak ini mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya dan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan akademik mereka. Seseorang dianggap tunagrahita jika memiliki tiga indikator berikut: (1) kesulitan dengan fungsi kecerdasan umum atau di bawah rata-rata, (2) kesulitan dengan perilaku sosial atau adaptif, dan (3) kesulitan dengan perilaku sosial atau adaptif terjadi dari usia 13 perkembangan hingga usia 18 tahun.

  1. Tunalaras

Anak tunalaras didefinisikan sebagai anak yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial atau bertingkah laku menyimpang baik dengan tingkat sedang, berat, atau sangat berat sebagai akibat dari gangguan perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, yang merugikan dirinya sendiri, keluarga, dan lingkungan sekolah mereka.
Karena memiliki perilaku ekstrem yang sangat bertentangan dengan norma masyarakat, anak tunalaras dianggap sebagai anak yang sulit untuk diterima dalam hubungan pribadi maupun sosial. Perilaku ini biasanya terjadi secara tidak langsung dan menyebabkan gangguan emosi yang tidak menyenangkan bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. Berdasarkan penjelasan di atas, kita tahu bahwa anak tunalaras memiliki kelainan emosi dan perilaku. 

  1. Tunadaksa

Anak tunadaksa adalah anak yang memiliki kelainan atau kecacatan yang sudah ada pada bagian tubuh mereka seperti otot, tulang, tulang, atau persendian. Ada banyak alasan untuk tunadaksa ini, seperti kelainan bawaan, kecelakaan, atau kerusakan otak. Tunadaksa berasal dari kata "tuna", yang berarti "kurang" dan "daksa", yang berarti "tubuh". Selain itu, tunadaksa juga dapat diartikan sebagai kekurangan tubuh, seperti anggota tubuh yang tidak sempurna. Tunadaksa hanya memiliki cacat pada anggota tubuhnya, bukan inderanya, meskipun istilah "cacat" kadang-kadang digunakan untuk menggambarkannya. 

  1. Autis

Autisme adalah kondisi perkembangan neurobiologis yang kompleks yang berlangsung sepanjang hidup. Mereka yang mengalami autisme biasanya mengalami masalah dengan interaksi sosial dan komunikasi. Akibatnya, mereka mungkin mengalami kesulitan untuk berbicara atau tidak fokus saat berkomunikasi. Penyitas autisme kadang-kadang memiliki perilaku yang harus mereka lakukan atau yang mereka lakukan berulang kali, seperti mengucapkan kata-kata yang sama berulang kali. Selain itu, mereka kadang-kadang menggunakan isyarat atau menunjukkan sesuatu objek untuk mengungkapkan perasaan mereka. Jika seseorang dengan autisme mengalami kesedihan, mereka mungkin menunjukkan reaksi yang berbeda.

  1. Tuna wicara

Menurut Samuel A. Krik (1986), "tuna wicara adalah orang yang mengalami kesulitan berbicara", menurut Moores (2001:27). Keterbatasan dalam berbicara dapat disebabkan oleh kurang atau tidak berfungsinya alat bicara, seperti rongga mulut, lidah, langit-langit, dan pita suara. Keterbatasan dalam berbicara juga dapat disebabkan oleh organ pendengaran yang kurang atau tidak berfungsi, perkembangan bahasa yang terlambat, kerusakan pada struktur otot dan saraf, dan ketidakmampuan untuk mengontrol gerak.

Anak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolah luar biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing Untuk mendukung, memantau dan mengelola diperlukan agar anak ABK dapat berprestasi secara maksimal. Pemantauan dan pengelolaan yang diperlukan untuk memastikan bahwa anak-anak ABK dapat melakukannya dengan maksimal. Kebutuhan khusus.

  1. Peran Guru dalam Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusi guru harus selalu ramah karena anak-anak dengan kebutuhan khusus dapat berkembang dengan kekurangannya, dan anak-anak dengan kebutuhan khusus tidak boleh dibeda-bedakan dengan anak normal lainnya.  Guru kemudian melihat bahwa program inklusi juga dibuat untuk membantu anak menjadi lebih percaya diri dengan kemampuan mereka.  Guru percaya bahwa dengan pendidikan inklusi ini, mereka dapat membantu ABK di kelas. Ketika mereka menghadapi siswa yang memiliki kebutuhan khusus di kelas, guru menyatakan bahwa mereka berempati terhadap siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Guru merasa kasihan ketika melihat siswa berkebutuhan khusus kurang memahami materi. Karena itu, terkadang guru mencoba menjelaskan materi kembali kepada siswa berkebutuhan khusus.

Selain itu, para pendidik mencari sumber untuk mengelola siswa berkebutuhan khusus di dalam kelas. Mereka juga mengenali alat bantu alternatif yang dapat memfasilitasi proses pembelajaran bagi anak-anak ini, seperti menggunakan stik es krim untuk berhitung dan melibatkan tutor sebaya untuk memberikan contoh yang lebih nyata untuk pemahaman yang lebih baik. Selain itu, para guru mendorong siswa berkebutuhan khusus untuk berbagi pemahaman mereka tentang materi pelajaran, serta melibatkan orang tua dalam diskusi tentang kemajuan anak mereka di sekolah.

Pelaksanaan sistem pendidikan inklusif yang efektif dapat meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan di negara ini. Menekankan inklusivitas juga dapat meningkatkan toleransi dan rasa hormat di antara siswa-siswa pada umumnya, karena anak difabel memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan kehidupan. Tanggung jawab guru dalam memberlakukan Pendidikan Inklusif di kelas meliputi:  

  1. Menjaga komunikasi rutin dengan keluarga, khususnya orang tua atau wali, mengenai kemajuan dan prestasi belajar anak mereka; 

  2. Berkolaborasi dengan masyarakat untuk mengidentifikasi anak-anak yang tidak bersekolah dan mendorong pendaftaran dan partisipasi mereka.

  3. Menjelaskan manfaat dan tujuan dari menciptakan lingkungan belajar yang inklusif kepada orang tua siswa.  

  4. Membekali anak-anak untuk berinteraksi secara bermakna di dalam masyarakat sebagai bagian dari kurikulum mereka, seperti mengunjungi museum dan merayakan hari besar keagamaan dan nasional.  

  5. Meibatkan orang tua dan anggota masyarakat dalam kegiatan di kelas.  

  6. Menyampaikan konsep lingkungan pembelajaran inklusif kepada orang tua atau wali, komite sekolah, serta tokoh dan anggota masyarakat.  

  7. Berkolaborasi dengan orang tua untuk menjadi advokat bagi lingkungan pembelajaran inklusif baik di sekolah maupun di masyarakat.

Guru pendamping menghadapi tantangan untuk mengendalikan emosi anak berkebutuhan khusus yang tidak stabil. Beberapa hal dapat menyebabkan perubahan emosi yang tidak stabil, seperti merasa frustasi karena tidak dapat menyelesaikan tugas, merasa tidak nyaman karena memiliki keterbatasan fisik dalam melakukan aktivitas, mengalami kesulitan mengkomunikasikan emosinya baik secara lisan maupun non-verbal, dan merasa lelah setelah melakukan aktivitas. Dalam hal ini, guru pendamping harus sangat sabar dan tetap tenang agar dapat mengendalikan dirinya sehingga tidak terbawa emosi. Guru pendamping juga harus memahami sepenuhnya perubahan perilaku anak berkebutuhan khusus dan menggunakan pendekatan responsif sehingga mereka dapat memberikan tindakan yang tepat untuk mendukung perkembangan emosional anak berkebutuhan khusus.

Setiap pendidik harus mampu melaksanakan tugasnya secara efektif untuk memenuhi kebutuhan siswa penyandang disabilitas di sepanjang pengalaman pendidikan. Hal ini akan memastikan bahwa siswa penyandang disabilitas merasa nyaman selama perjalanan belajar mereka. Mereka tidak boleh merasa dikucilkan atau berbeda dengan teman sebayanya. Sebagai pendidik, penting bagi kita untuk melibatkan dan mendukung semua siswa, mendorong penerimaan dan pemahaman terhadap teman sekelasnya yang memiliki disabilitas (Nurlaela Bonso, Peran Guru dalam Pendidikan Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus, 2021).

  1. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Inklusi

Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka memainkan peran penting dalam memajukan pendidikan inklusif secara global. Hal ini termasuk keterlibatan dalam pengambilan keputusan mengenai penempatan sekolah serta kemitraan antara lembaga pendidikan dan keluarga anak berkebutuhan khusus.

Orang tua bertanggung jawab terutama untuk mendidik anak-anaknya. Orang tua tetap bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya, tidak peduli di lembaga formal, informal, atau non-formal. Di sini, peran orang tua memainkan peran penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan anak dalam proses pendidikan. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dan mendukung proses pendidikan anaknya. Pendidikan dari orang tua adalah pendidikan dasar bagi anak karena orang tua berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak-anak sangat bergantung pada orang tua mereka dan lingkungan mereka.

Dapat dikatakan bahwa peran dan fungsi orang tua sangatlah penting. Peran dan fungsi orang tua bagi anak berkebutuhan khusus antara lain orang tua sebagai pendamping, sebagai pembela, sebagai sumber, sebagai pengajar dan sebagai diagnosis. Peran orang tua pada anak berkebutuhan khusus dapat dilihat dari keikutsertaan orang tua dalam pendidikan anak yang merupakan faktor motivator dan faktor penentu dalam mengembangkan pendidikan dalam pengenalan. 

Dalam konteks pendidikan integrasi, peran orang tua merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberhasilan tujuan pendidikan sesuai dengan rencana yang optimal. Kontribusi orang tua yang dimaksud dapat diimplementasikan dalam penerimaan dan penilaian terhadap keberadaan pendidikan integrasi, partisipasi dalam sosialisasi, dukungan biaya dan fasilitas, bimbingan belajar atau hal-hal lain yang berkaitan dengan program dan pelaksanaan pendidikan secara menyeluruh.

Kesimpulan 

Pendidikan inklusif adalah metode pendidikan yang memungkinkan semua anak, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK), memiliki kesempatan yang sama untuk belajar bersama dalam lingkungan yang tidak diskriminatif. Tujuan utama dari pendidikan inklusif adalah membuat lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan, dan mendukung pertumbuhan setiap anak sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Anak-anak dengan kebutuhan khusus memerlukan perawatan dan pendekatan khusus. Setiap jenis ABK, termasuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunalaras, tunadaksa, autis, dan tuna wicara, membutuhkan pendekatan pembelajaran yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan keadaan mereka.

Peran guru sangat penting dalam pendidikan inklusif. Guru tidak hanya harus menyampaikan materi pelajaran, tetapi mereka juga harus sabar, kreatif, dan empati untuk membuat lingkungan belajar yang ramah dan mendukung keberhasilan semua siswa, termasuk ABK. Peran orang tua juga sangat penting untuk pendidikan inklusif. Orang tua berfungsi sebagai mentor, pendidik, pembela, dan pemberi dukungan psikologis dan finansial. Anak berkebutuhan khusus akan dapat tumbuh, berkembang, dan belajar dengan lebih baik di sekolah jika orang tua terlibat aktif dalam proses pendidikan.

Sekolah, guru, orang tua, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencapai pendidikan inklusif. Dengan kerja sama yang kuat dan saling mendukung, pendidikan inklusif dapat mewujudkan keadilan dan pemerataan pendidikan untuk semua anak. Oleh karena itu, kerja sama antara orang tua, sekolah dan guru untuk ikut serta dalam proses pendidikan termasuk lebih baik dan penting.


Daftar Pustaka

Erawati, I. L., Sudjarwo, S., & Sinaga, R. M. (2016). Pendidikan Karakter Bangsa Pada Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Pendidikan Inklusif. Jurnal Studi Sosial4(1), 41055.

Hartadi, D. R., Dewantoro, D. A., & Junaidi, A. R. (2019). Kesiapan sekolah dalam melaksanakan pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah dasar. Jurnal Ortopedagogia5(2), 90-95.

Lazar, F. L. (2020). Pentingnya pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan Missio12(2), 99-115.

Liza, D., Marlina, L., Pratama, I. G., & Andriani, O. (2024). Peran Guru Dan Orang Tua Dalam Melaksanakan Pendidikan Inklusi Untuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) Di Sekolah. JISPENDIORA Jurnal Ilmu Sosial Pendidikan Dan Humaniora3(1), 59-68.

Meka, M., Dhoka, F. A., Poang, F., Dhey, K. A., & Lajo, M. Y. (2023). Pendidikan inklusi sebagai upaya mengatasi permasalahan sosial bagi anak berkebutuhan khusus. Jurnal Pendidikan Inklusi Citra Bakti1(1), 20-30.

Novitasari, S., Mulyadiprana, A., & Nugraha, A. (2023). Peran Orangtua Dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Di SDN Sukasetia. PEDADIDAKTIKA: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar10(3), 546-557.

Pitaloka, A. A. P., Fakhiratunnisa, S. A., & Ningrum, T. K. (2022). Konsep dasar anak berkebutuhan khusus. Jurnal Pendidikan dan Sains2(1), 26-42.

Rahim, A. (2016). Pendidikan inklusif sebagai strategi dalam mewujudkan pendidikan untuk semua. Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-SD-an3(1).

Rizkiana, R., Nurdin, N., & Alhabsyi, F. (2023). Peranan Guru Dan Orang Tua Dalam Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Pada Pendidikan Inklusi. Prosiding Kajian Islam Dan Integrasi Ilmu Di Era Society (KIIIES) 5.02(1), 201-206.

Sukomardojo, T. (2023). Mewujudkan pendidikan untuk semua: Studi implementasi pendidikan inklusif di Indonesia. Jurnal Birokrasi & Pemerintahan Daerah Volume5(2), 205-214.

Widaningsih, R., & Nenden Ineu Herawati. (2023). PERAN ORANG TUA BAGI PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PENERAPAN PENDIDIKAN INKLUSIF DISEKOLAH DASAR. Didaktik : Jurnal Ilmiah PGSD STKIP Subang9(5), 3660 - 3666.

Yunita, E. I., Suneki, S., & Wakhyudin, H. (2019). Manajemen pendidikan inklusi dalam proses pembelajaran dan penanganan guru terhadap anak berkebutuhan khusus. International Journal of Elementary Education3(3), 267-274.


×
Berita Terbaru Update