-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

PERANAN GURU DAN ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) PADA PENDIDIKAN INKLUSIF

Minggu, 13 April 2025 | April 13, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-13T22:25:44Z

PERANAN GURU DAN ORANG TUA DALAM PERKEMBANGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) PADA PENDIDIKAN INKLUSIF

Yorri Rilliscia 

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Email: yorriyorri9@gmail.com



PENDAHULUA N 

Menurut Allen dan Cowdery (2000) pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat, di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Artinya, dalam model inklusi siswa dengan kebutuhan khusus menghabiskan sebagian waktu mereka bersama dengan siswa biasa (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki. Hal ini dilandasi oleh suatu kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak tidak normal (berkebutuhan khusus) dan sebagai suatu komunitas sosial tidak dapat dipisahkan. Bentuk dari pendidikan bagi ABK adalah Pendidikan Inklusi. Menurut Pasal 1 Permendiknas No. 70 tahun 2009, pendidikan Inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Menurut Pasal 2 Permendiknas No. 70 tahun 2009 pasal 2, tujuan dari pendidikan Inklusif adalah: memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. (b) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik. 

Menurut Depdiknas (2004: 2), anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik, mental intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus memiliki keterbatasan fisik, intelektual, sosial, dan emosi yang menyebabkan mereka mengalami hambatan perkembangan yang berbeda dari anak sebayanya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan penanganan khusus yang sesuai dengan jenis kebutuhan mereka.

Kolaborasi yang intens antara orang tua dan guru sangat penting agar sekolah dapat memberikan intervensi yang tepat, terutama terkait perkembangan dan perencanaan program masa depan anak. Dengan komunikasi yang baik, orang tua dan sekolah dapat bertukar informasi mengenai kemajuan dan kendala perkembangan anak, serta menemukan solusi bersama saat menghadapi tantangan. Sebagai langkah awal untuk menjalin komunikasi yang efektif, sekolah dapat mengupayakan program pertemuan wali murid, terutama saat anak pertama kali masuk sekolah, untuk memastikan semua pihak terlibat aktif dalam pendidikan anak.

KAJIAN TEORI 

Konsep Pendidikan Inklusif 

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Staub dan Peck (Effendi, 2013) menjelaskan pendidikan inklusif yaitu menempatkan anak berkebutuhan khusus baik ringan, sedang maupun berat secara penuh di kelas umum atau regular.

Taylor dan Ringlaben (2012) mengatakan bahwa dengan adanya pendidikan inklusi menyebabkan tantangan baru pada guru, yaitu dalam hal melakukan perubahan yang signifikan terhadap program pendidikan dan mempersiapkan guru-guru untuk menghadapi semua kebutuhan siswa baik siswa berkebutuhan khusus maupun non berkebutuhan khusus. Taylor dan Ringlaben (2012) juga menjelaskan mengenai pentingnya sikap guru terhadap inklusi, yaitu guru dengan sikap yang lebih positif terhadap inklusi akan lebih mampu untuk mengatur instruksi dan kurikulum yang digunakan untuk siswa berkebutuhan khusus, serta guru dengan sikap yang lebih positif ini dapat memiliki pendekatan yang lebih positif untuk inklusi. Kemudian penelitian lain yang membahas mengenai sikap guru terhadap inklusi adalah Berry (2006) yang menemukan bahwa kelas inklusi yang efektif bersumber dari keyakinan yang dimiliki guru mengenai kepercayaan dan perlindungan dalam memperbaiki prestasi akademik siswa.

Pendapat lain diberikan oleh Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007), menjelaskan pendidikan inklusi secara mendalam yakni sekolah yang harus mengakomodasi semua peserta didik tanpa melihat fisik, kecerdasan (intelektual), sosial emosi, bahasa maupun kondisi lainnya. Pengertian ini mencakup berbagai peserta didik baik penyandang disabilitas, berbakat, anak jalanan, anak terpencil, anak dari etnis minoritas, bahasa, hingga anak yang termajinalisasi. Sehingga dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusif adalah sebuah konsep yang menampung semua peserta didik yang mengalami berkebutuhan khusus (ABK) ataupun anak yang memiliki masalah seperti kesulitan membaca ataupun menulis. Semua peserta didik tanpa terkecuali dapat secara mudah mendapatkan pendidikan yang tepat.

Sementara itu menurut Buku Saku Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar (2021) yang dikeluarkan Kemendikbud, pendidikan inklusif adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan bagi siswa berkebutuhan khusus untuk mengikuti pembelajaran di lingkungan pendidikan yang sama dengan siswa pada umumnya. Selain itu, pendidikan inklusif juga bisa diartikan sebagai: pendekatan inovatif dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua ABK, bentuk reformasi pendidikan yang fokus pada sikap anti diskriminasi, persamaan hak dan kesempatan, serta keadilan dan perluasan akses pendidikan bagi semua. proses merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan partisipasi belajar, budaya, dan masyarakat.



Tujuan Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif menjadi sebuah sistem pendidikan yang mengikutsertakan ABK untuk belajar bersama teman sebayanya di sekolah umum. Meski begitu, pelaksanaan sistem pendidikan ini tidak hanya bertujuan untuk siswa, tapi juga guru dan sekolah. Tujuan pendidikan inklusif menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional.

Bagi anak berkebutuhan khusus, pendidikan inklusif bertujuan agar:

  1. Anak merasa menjadi bagian dari masyarakat pada umumnya dan dianggap sama.

  2.  Anak akan mendapatkan berbagai sumber untuk belajar dan bertumbuh.

  3. Meningkatkan harga diri dan rasa percaya diri anak.

  4. Memperoleh kesempatan untuk belajar dan berkomunikasi dengan teman sebaya.

Sementara bagi guru, pendidikan inklusif bertujuan untuk:

  1. Membantu guru menghargai perbedaan pada siswa, serta mengakui bahwa siswa berkebutuhan khusus juga memiliki kelebihan dan kemampuan.

  2. Menciptakan kepedulian akan pentingnya pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus.

  3. Memberikan tantangan dalam menciptakan metode pembelajaran baru dan mengembangkan kerja sama dalam memecahkan masalah.

Terakhir, tujuan pendidikan inklusif bagi pihak sekolah antara lain:

  1. Memperoleh pengalaman untuk mengatur berbagai perbedaan dalam satu kelas.

  2. Mengembangkan apresiasi bahwa setiap siswa mempunyai keunikan dan kelebihan yang berbeda-beda.

  3. Meningkatkan rasa empati dan kepekaan terhadap keterbatasan siswa.

  4. Meningkatkan kemampuan untuk membantu dan mengajar semua siswa di kelas.


PEMBAHASAN 

Peran Guru dalam Pendidikan Inklusif

Inklusif adalah bahwa di pendidikan inklusi guru harus selalu ramah dalam arti anak bisa berkembang dengan kekurangannya dan anak yang memiliki kebutuhan khusus tidak boleh dibeda-bedakan dengan anak normal lainnya. Kemudian, guru menganggap bahwa program inklusi juga diadakan untuk dapat membantu anak menjadi percaya diri dengan kemampuannya. Guru mempercayai dengan adanya pendidikan inklusi ini ia dapat terbantu dalam melayani ABK dikelas. Ketika guru dihadapkan dengan anak berkebutuhan khusus dikelas, guru mengatakan mereka memiliki perasaan iba terhadap siswa berkebutuhan khususnya. Guru merasa kasihan ketika melihat siswa berkebutuhan khususnya kurang bisa memahami materi yang diberikan sehingga terkadang guru mencoba menjelaskan kembali materi kepada siswa berkebutuhan khusus.

Selain itu, guru mencoba mencari referensi dalam penanganan anak berkebutuhan khusus di kelas. Guru juga mengetahui ada media lain yang bisa digunakan dalam proses belajar bagi anak berkebutuhan khusus, seperti pemanfaatan stik es krim sebagai media berhitung dan penggunaan tutor sebaya sebagai media untuk contoh lebih konkret agar anak berkebutuhan khusus bisa paham. Guru mengajak anak berkebutuhan khusus untuk berkomunikasi mengenai pemahamannya terhadap mata pelajaran, selain kepada anak guru juga mengajak orang tua untuk berdiskusi mengenai perkembangan anak di sekolah. 

Kesuksesan penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif turut mendukung peningkatan kualitas pendidikan di tanah air secara keseluruhan. Inklusivitas juga dapat menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghargai dalam diri siswa-siswa normal karena siswa difabel juga memiliki hak hidup dan hak pendidikan yang sama. Peran Guru Kelas dalam melaksanakan Pendidikan Inklusif di kelas:

  1. Berkomunikasi secara berkala dengan keluarga, yaitu: orang tua atau wali tentang kemajuan anak mereka dalam belajar dan berprestasi.

  2. Bekerja sama dengan masyarakat untuk menjaring anak yang tidak bersekolah, mengajak dan memasukkannya ke sekolah.

  3. Menjelaskan manfaat dan tujuan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran kepada orang tua peserta didik.

  4. Mempersiapkan anak agar berarti berinteraksi dengan masyarakat sebagai bagian dari kurikulum, seperti mengunjungi museum, memperingati hari-hari besar keagamaan dan nasional.

  5. Mengajak orang tua dan anggota masyarakat terlibat di kelas.

  6. Mengkomunikasikan lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran kepada orang tua atau wali peserta didik, komite sekolah serta pemimpin dan anggota masyarakat.

  7.  Bekerja sama dengan para orang tua untuk menjadi penyuluh lingkungan inklusi ramah terhadap pembelajaran di lingkungan sekolah dan masyarakat.

Setiap guru diharapkan untuk dapat melaksanakan perannya secara maksimal agar dapat memenuhi kebutuhan siswa ABK pada saat proses pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa ABK dapat merasa nyaman selama proses pembelajaran. Mereka tidak merasa tersisih dan berbeda dengan siswa yang lain. Sebagai guru kita harus mampu mengajak dan mengakomodir semua siswa agar dapat menerima temanya yang merupakan ABK. (Nurlaela Bonso, Peran Guru Dalam Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus,2021).

Peran Orang Tua dalam Pendidikan Inklusif

Keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak adalah faktor pendorong dan penentu dalam pengembangan pendidikan inklusi di seluruh dunia. Mulai dari pengambilan keputusan mengenai penempatan sekolah, hingga kolaborasi antara pihak sekolah dan orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

Orang tua merupakan penanggung jawab utama dalam pendidikan anak- anaknya. Dimanapun anak tersebut menerima dan menjalani pendidikan, baik dilembaga formal, informal, maupun non formal orang tua tetap turut berperan dalam menentukan masa depan pendidikan anak-anaknya. Disini, peran orang tua menjadi salah satu faktor pendukung keberhasilan dan kegagalan anak dalam proses pendidikan. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting dan mendukung proses pendidikan anaknya. Pendidikan dari orang tua merupakan pendidikan dasar bagi anak. Karena, orang tua berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Keberhasilan anak sangat bergantung pada orang tua dan lingkungan sekitarnya.

Peran dan fungsi orang tua dapat dikatakan sangatlah penting. Adapun peran dan fungsi orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus antara lain orang tua sebagai pendamping utama, sebagai advokat, sebagai sumber, sebagai guru dan sebagai diagnostisian. Peran orang tua terhadap anak berkebutuhan khusus dapat dilihat dari keikutsertaan orang tua dalam pendidikan anak yang mana menjadi faktor pendorong dan penentu dalam perkembangan pendidikan inklusi. Di dalam konteks pendidikan inklusif, peran orang tua merupakan bagian yang integral dalam mencapai keberhasilan sesuai tujuan pendidikan yang direncanakan secara optimal. Kontribusi orang tua dimaksud, dapat diwujudkan dalam penerimaan dan apresiasi terhadap keberadaan pendidikan inklusif, turut serta dalam sosialisasi, dukungan biaya dan fasilitas, bimbingan belajar, ataupun hal-hal lain yang terkait dengan program dan implementasi pendidikan inklusif.


KESIMPULAN 

Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan setiap guru diharapkan untuk dapat melaksanakan perannya secara maksimal agar dapat memenuhi kebutuh siswa ABK pada saat proses pembelajaran. Hal ini bertujuan agar siswa ABK dapat merasa nyaman selama proses pembelajaran. Mereka tidak merasa tersisih dan berbeda dengan siswa yang lain. Sebagai guru kita harus mampu mengajak dan mengakomodir semua siswa agar dapat menerima temanya yang merupakan ABK.

Peran orang tua ABK itu penting karena yang paling mengerti karakteristik, kebiasaan, dan kebutuhan anak mereka. Pengalaman dan pengetahuan orang tua tentang anaknya itu dapat diinformasikan kepada guru sehingga dapat memfasilitasi dan membuat program pendidikan sesuai kebutuhan Peserta didik.

Oleh sebab itu, kerja sama antara orang tua, pihak sekolah, dan guru untuk ikut terlibat dalam proses penyelenggaraan pendidikan inklusif yang lebih baik dan bermakna. Kesuksesan penyelenggaraan sistem pendidikan inklusif turut mendukung peningkatan kualitas pendidikan di tanah air secara keseluruhan. Inklusivitas juga dapat menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghargai dalam diri siswa-siswa normal karena siswa difabel juga memiliki hak hidup dan hak pendidikan yang sama.


DAFTAR PUSTAKA

Rizkiana, R., Nurdin, N., & Alhabsyi, F. (2023). Peranan Guru Dan Orang Tua Dalam Perkembangan Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Pada Pendidikan Inklusi. Prosiding Kajian Islam Dan Integrasi Ilmu Di Era Society (KIIIES) 5.02(1), 201-206.

Depdiknas. (2004). Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Garnida, E. (2015). Peran Guru Pada Sekolah Inklusi. Pustaka Pelajar. 

Hamalik, O. (2014). Pendidikan Inklusi. Ghalia Pustaka. 

Amalia, N., & Kurniawati, F. (2021). Studi literatur: Peran guru pendidikan khusus di sekolah inklusi. Jurnal Kependidikan: Jurnal Hasil Penelitian Dan Kajian Kepustakaan Di Bidang Pendidikan, Pengajaran Dan Pembelajaran7(2), 361-371.

Ointu, M. (2016). Implementasi Kebijakan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Di Kota Palu.

Katalogis, 4(12).Putri, Y., & Hamdan, S. R. (2021). Sikap dan Kompetensi Guru Pada Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar. JPI (Jurnal Pendidikan Inklusi), 4(2), 138-152.

Handayani, T., & Rahadian, A. S. (2013). Peraturan perundangan dan implementasi pendidikan inklusif. Masyarakat Indonesia39(1), 149701.

Rendani, I. P., & Fatmawati, A. (2021). Hubungan Dukungan Sosial Orantua dan Perkembangan Emosional Terhadap Proses Berfikir Anak Autis. JPI (Jurnal Pendidikan Inklusi), 4(2), 153-163.

Rahman, A., Rambe, A. R., & Triana, R. (2022). Peran guru dan orang tua dalam perkembangan peserta didik. PEMA2(2), 149-158.


×
Berita Terbaru Update