-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Masa Transisi Kurikulum Sekolah Dasar Antara Menjaga Stabilitas dan Menerapkan Inovasi

Selasa, 08 Juli 2025 | Juli 08, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-08T23:41:12Z

Masa Transisi Kurikulum Sekolah Dasar Antara Menjaga Stabilitas dan Menerapkan Inovasi

Sekar Pangestiningrum, PGSD Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa



Dunia pendidikan Indonesia sedang mengalami goncangan besar. Setelah bertahun-tahun menjalankan Kurikulum 2013, kini sekolah harus bersiap menghadapi era baru dengan Kurikulum Merdeka (KEMENDIKDASDEM, 2022). Bukan sekedar mengganti buku atau mengubah jadwal pelajaran, perubahan ini ibarat meminta seseorang untuk belajar berjalan dengan cara yang berbeda setelah terbiasa puluhan tahun. 

Bagi Sekolah Dasar, momentum ini terasa semakin berat. Mengapa? Karena disinilah anak-anak pertama kali belajar mengenal dunia pendidikan formal. Keputusan yang diambil hari ini akan berdampak pada ribuan siswa kecil yang duduk dibangku Sekolah Dasar. Pertanyaannya: apakah kita siap menghadapi  perubahan ini?

Ketika Stabilitas Berhadapan dengan Perubahan 

Bayangkan anda sudah nyaman tinggal di rumah lama selama sepuluh tahun. Tiba-tiba ada yang bilang, ”Rumah ini harus direnovasi total!” Itulah yang sedang dirasakan banyak Sekolah Dasar saat ini. Kurikulum 2013 memamg bukan tanpa kekurangan, tetapi setidaknya sudah menjadi ”rumah” yang akrab bagi para siswa dan guru (Sucipto et al., 2024).

Para guru telah menghabiskan waktu bertahun-tahun memahami pendekatan saintifik dengan langkah 5M (Mengamati, Menanya, Mengumpulkan informasi, Mengasosiasi, mengkomunikasikan). Mereka sudah terbiasa dengan sistem penilaian yang menggabungkan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sistem ini sudan menjadi rutinitas harian mereka.

Namun, Kurikulum merdeka hadir dengan tawaran yang menarik sekaligus menantang. Konsep ”Merdeka Belajar” mengajak buru untuk lebih fleksibel dengna mengajar, menyesuaikan metode kebutuhan setiap anak. Pembelajaran menjadi arah pembentukan karakter (Pro, 2024). Kedengarannya idela, tetapi bagaiman praktiknya dilapangan? 

Realita di Balik Layar Sekolah

Pada dasarnya tidak semua guru siap dengan perubahan ini. Berdasarkan pengamatan di berbagai sekolah, masih banyak guru yang bingung dengan konsep pembelajaran berdiferensiasi (Warsihna et al., 2023). Bagaiman cara mengajar 25 siswa dalam satu kelas dengan pendekatan yang berbeda-beda? Ini bukan perkara mudah, apalagi jika didukung pelatihan yang memadai.

Masalah kedua adalah soal fasilitas. Kurikulum Merdeka sangat mengandalkan teknologi dan media pembelajaran interaktif. Tapi kenyataannya, masih banyak Sekolah Dasar di pelosok yang bahkan belum memiliki proyektor, apalagi akses internet yang stabil (Sunario Tanggur, 2023). Bagaimana mungkin guru bisa menerapkan pembelajaran digital jika infrastruktur dasarnya saja belum tersedia?

Yang tidak kalah rumit adalah sistem penilaian baru.  Orang tua yang sudah terbiasa melihat rapor berisi angka-angka kini harus memahami penilain berbasis kompetensi. ”Anak saya dapet nilai berapa?” adalah pertanyaan yang masih sering terlontar. Padahal, sistem baru ini sebenarnya lebih komprehensif (menyeluruh) dalam mengukur kemampuan siswa secara utuh (Afifah Salsabila et al., 2024).

Belum lagi soal beban administratif yang bertambah. Guru harus membuat dokumen perencanaan pembelajaran yang lebih detail, melakukan asesmen diagnostik, hingga menyusun modul ajar yang disesuaikan dengan karakteristik siswa (Ningsi et al., 2024). Dengan jam mengajar yang padat, kapan merekan punya waktu untuk menyiapkan semua itu?

Sisi Terang di Balik Tantangan 

Meski penuh rintangan, transisi ini sebenarnya membawa angin segar untuk dunia pendidikan kita. Kurikulum Merdeka membarikan kebebasan selama ini disukai banyak guru kreatif. Mereka tidak lagi terpaku pada urutan materi yang kaku atau target menyelesaikan buku teks dalam waktu tertentu.

Pembelajaran berbasis proyek membuat kesempatan anak-anak untuk belajar dari kehidupan nyata. Misalnya, saat belajar tentang lingkungan, siswa bisa langsung terjun ke kebun sekolah, mengamati tanaman, bahkan membuat pupuk kompos. Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena anak-anak bisa merasakan langsung apa yang mereka pelajari.

Konsep profil pelajar Pancasil juga memberikan keseimbangan antara kecerdasan akademik dan pembentukan karakter. Anak-anak tidak hanya dituntut pintar dalam mata pelajaran, tapi juga menjadi pribadi yang berakhlak, kreatif, dan peduli terhadap sesama (Pro, 2024). Ini adalah bekal penting untuk menghadapi tantangan masa depan.

Strategi Bijak Menghadapi Perubahan

Lalu, bagaimana seharusnya Sekolah Dasar menyikapi transisi ini? Pertama, jangan terburu-buru. Perubahan yang terlalu drastis justru bisa menimbulkan kekacauan. Sekolah perlu melakukan transisi secara bertahap, mulai dari kelas tertentu atau mata pelajaran tertentu.

Kedua, investasi pada pengembangan guru adalah kunci utama. Bukan sekedar pelatihan sehari dua hari, tapi pendampingan berkelanjutan yang memungkinkan guru belajar sambil mempraktikkan (Warsihna et al., 2023). Guru senior yang sudah memahami konsep baru bisa menjadi mentor bagi rekan-rekannya.

Ketiga, komunikasi dengan orang tua harus diperkuat. Banyak kendala yang muncul karena ketidakpahaman (Sucipto et al., 2024). Sekolah perlu secara aktif mensosialisasikan tujuan dan manfaat perubahan kurikulum ini. Libatkan orang tua dalam proses pembelajaran, misalnya melakukan Project Based Learning yang melibatkan keluarga.

Keempat, manfaat teknologi secara bijak. Tidak semua pembelajaran harus berbasis digital. Yang terpenting adalah dalam memilih media yang paling tepat untuk  setiap materi dan kondisi sekolah. Kreativitas guru dalam memanfaatkan sumber daya yanga ada justru lebih berharga daripada teknologi canggih tanpa pemahaman mendalam.


Mencari Titik Temu

Transisi dari Kurikulum 2013 ke Kurikulum Merdeka memang tidak mudah, tapi bukan berarti mustahil. Yang dibutuhkan adalah pendekatan yang realistis dan bertahap. Sekolah tidak perlu membuang semua yang sudah baik dari sistem lama, tetapi juga tidak boleh menutup diri terhadap inovasi yang bermanfaat.

Kunci utamanya adalah menemukan keseimbangan. Mempertahanan stabilitas dengan tidak mengubah segalanya sekaligus, tetapi tetap membuka ruang untuk inovasi yang diperlukan. Setiap sekolah memiliki karakteristik dan tantangan yang berbeda, sehingga strategi adaptasinya juga harus disesuaikan.

Yang terpenting, jangan lupakan tujuan utama pendidikan yaitu mengembangkan potensi anak secara optimal. Kurikulum hanyalah alat, bukan tujuan akhir. Dengan pemahaman ini, sekolah dasar bisa melewati masa transisi dengan tenang dan terarah.

Perubahan memang tidak pernah mudah, tapi itulah yang membuat kita tumbuh dan berkembang. Sama seperti anak-anak yang kita didik, sekolahpun perlu terus belajar dan beradaptasi. Yang terpenting adalah melakukan dengan bijak, sabar, dan selalu mengutamakan kepentingan terbaik bagi siswa.











Referensi

Afifah Salsabila, Salsabila Andrina Nadin, Siti Maryani, & Muhamad Afandi. (2024). Implementasi Kurikulum Merdeka Di Sekolah Dasar: Keunggulan Dan Tantangan. Jurnal Ilmiah Research and Development Student, 2(2), 131–136. https://doi.org/10.59024/jis.v2i2.765

KEMENDIKDASDEM. (2022). “Kurikulum Merdeka Jadi Jawaban untuk Atasi Krisis Pembelajaran.” Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan.

Ningsi, A., Sukiman, S., Agustina, A., Hardiyana, M. R., & Nirmala, S. U. (2024). Identifikasi Tantangan dan Strategi dalam Implementasi Kurikulum Merdeka pada Tingkat Sekolah Dasar. Ideguru: Jurnal Karya Ilmiah Guru, 9(2), 678–682. https://doi.org/10.51169/ideguru.v9i2.877

Pro, S. (2024). Profil Pelajar Pancasila dalam Kurikulum Merdeka: Landasan Pendidikan yang Berakar pada Nilai-Nilai Bangsa. Modul Merdeka.Com.

Sucipto, S., Sukri, M., Patras, Y. E., & Novita, L. (2024). Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar: Systematic Literature Review. Kalam Cendekia: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 12(1). https://doi.org/10.20961/jkc.v12i1.84353

Sunario Tanggur, F. (2023). Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka bagi Guru Sekolah Dasar di Wilayah Pedesaan Pulau Sumba. HINEF : Jurnal Rumpun Ilmu Pendidikan, 2(2), 23–29.

Warsihna, J., Ramdani, Z., Amri, A., Kembara, M. D., Steviano, I., Anas, Z., & Anggraena, Y. (2023). Tantangan Dan Strategi Implementasi Kurikulum Merdeka Pada Jenjang Sd: Sebuah Temuan Multi-Perspektif. Kwangsan: Jurnal Teknologi Pendidikan, 11(1), 296. https://doi.org/10.31800/jtp.kw.v11n1.p296--311


×
Berita Terbaru Update