SISTEM AMONG DALAM AJARAN TAMANSISWA: RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA MODERN
Penulis: Ellen Metriana Mali
Latar Belakang
Menurut Yanuarti dalam (2017, hlm. 239) Pendidikan memegang peranan penting dalam memajukan suatu bangsa, karena merupakan satu faktor yang sangat penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan dijadikan sebuah media untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan berpendidikan. Kemajuan dunia pendidikan sekarang ini tidak bisa lepas dari tokoh dalam pendidikan, tokoh yang memiliki banyak sumbangsih dalam dunia pendidikan bangsa Indonesia sehingga mendapat gelar Bapak Pendidikan Nasional yaitu Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan bukan hanya berorientasi menghasilkan manusia yang pintar dan terdidik, namun yang lebih penting adalah pendidikan harus mewujudkan manusia yang terdidik dan juga memiliki kepekaan terhadap budaya, serta ikut berpartisipasi secara budaya (Educated and Civilized Human Being).
Ki Hadjar Dewantara, sebagai Bapak Pendidikan Nasional, merumuskan Sistem Among yang menjadi landasan Tamansiswa. Sistem ini tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi juga mendidik jiwa dan karakter dengan prinsip kebebasan yang bertanggung jawab. Pendidikan karakter tidak sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak, tetapi lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukan yang baik. Jadi, pendidikan karakter ini membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral. Karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia, baik nilai perilaku manusia dengan Tuhannya, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia maupun dengan lingkungannya.
Menurut Darmawati (2015) istilah "Among" berasal dari bahasa Jawa yang berarti "membimbing". Sistem among adalah ide yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara untuk membimbing siswa. Pendekatannya menitikberatkan pada kemerdekan dan kebebasan kepada peserta didik, sejalan dengan kondisi alamiah dan zaman yang mereka hadapi. Pada awalnya, ide-ide Ki Hadjar Dewantara tentang sistem among terinspirasi dari model pendidikan di Barat. Model pendidikan di Barat didasarkan pada prinsip-prinsip seperti pemerintahan, hukuman, dan keteraturan. Namun, sistem tersebut tidak cocok dengan fitrah alamiah dan situasi zaman yang dihadapi oleh para siswa.
Pendidikan karakter di sekolah dasar dilakukan melalui sejumlah kegiatan untuk
memberikan pengalaman yang komprehensif. Keberhasilan implementasi terjadi baik dalam ranah pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Dalam pernyataan tersebut itu bisa diwujudkan melalui kegiatan program adaptasi, kegiatan ekstrakurikuler, dan sejenisnya. Dengan demikian pendidikan karakter tidak hanya dilakukan secara langsung tetapi juga menyatu dengan berbagai kegiatan di lingkungan sekolah. Dengan demikian, pendidikan karakter tidak hanya dilakukan secara langsung tetapi juga terintegrasi dalam berbagai proses pada lingkungan sekolah dasar. Pendidikan karakter padaa sekolah dasar penting untuk menggabungkan pengetahuan dan kepribadian, dengan tujuan menanamkan nilai-nilai leluhur yang selaras pada identitas negara Indonesia. Metode pelaksanaannya harus membangkitkan kesadaran peserta didik tentang pentingnya nilai-nilai moral seperti kebenaran, kasih sayang, kejujuran, kebaikan, serta nilai-nilai yang relevan untuk kehidupan di abad ke-21.
Tujuan utama artikel ini adalah untuk mengkaji konsep Sistem Among dan bagaimana relevansinya terhadap pendidikan karakter di era modern, serta untuk menawarkan gagasan implementatif agar nilai-nilai luhur ini dapat diinternalisasi dalam sistem pendidikan nasional.
Pertanyaan penelitian:
Bagaimana konsep dan implementasi Sistem Among dalam pendidikan?
Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut ajaran Tamansiswa?
Apa relevansi ajaran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan karakter di era modern?
Urgensi
Pendidikan karakter di era modern menghadapi tantangan besar, terutama dengan perkembangan teknologi dan globalisasi yang dapat mempengaruhi nilai-nilai moral peserta didik. Sistem Among yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara menawarkan pendekatan pendidikan yang menekankan pada kebebasan, tanggung jawab, dan pembentukan karakter. Oleh karena itu, pengkajian ulang terhadap konsep ini menjadi sangat penting agar nilai-nilai pendidikan lokal tetap relevan dan aplikatif dalam sistem pendidikan saat ini.
Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dan implementasi Sistem Among dalam pendidikan?
Bagaimana konsep pendidikan karakter menurut ajaran Tamansiswa?
Apa relevansi ajaran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan karakter di era
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsep Sistem Among dalam ajaran Tamansiswa, menganalisis penerapannya dalam pendidikan karakter di sekolah dasar, serta menilai relevansinya dengan kebutuhan pendidikan di era modern.
Pertanyaan penelitian (rQs)
Apa yang dimaksud dengan Sistem Among dan bagaimana penerapannya dalam pendidikan?
Bagaimana pendidikan karakter diterapkan menurut prinsip-prinsip ajaran Tamansiswa?
Sejauh mana nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara dapat menjawab tantangan pendidikan karakter di era modern?
Tinjauan Pustaka
Konsep Sistem Among yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara merupakan inti dari ajaran Tamansiswa yang hingga kini masih relevan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan. Sistem ini menekankan peran pendidik sebagai pamong, yaitu seseorang yang membimbing dengan kasih sayang dan memberi kebebasan yang bertanggung jawab kepada peserta didik. Prinsip-prinsip seperti Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani menjadi pedoman dalam membentuk suasana belajar yang manusiawi dan mendidik. Pendekatan ini tidak hanya membekali peserta didik dengan pengetahuan, tetapi juga membangun karakter dan kepribadian yang kuat sesuai kodrat dan zamannya.
pendidikan karakter dalam ajaran Tamansiswa dilandaskan pada konsep Trisentra Pendidikan, yaitu sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan empati diajarkan melalui pendekatan asah, asih, dan asuh, yang menjadikan proses pendidikan lebih bermakna dan kontekstual. Dalam konteks pendidikan abad ke-21, ajaran ini sangat selaras dengan pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi. Maka dari itu, ajaran Ki Hadjar Dewantara tidak hanya menjadi warisan sejarah, tetapi juga menjadi dasar yang kuat untuk menjawab tantangan pendidikan modern.
Metologi Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat kualitatif eksploratif dengan pendekatan studi pustaka yang melibatkan pengumpulan data dari berbagai sumber seperti jurnal, buku, artikel ilmiah, dan sumber lain yang relevan. Sumber primer berasal dari karya-karya tulis Ki Hajar Dewantara. Sementara itu, sumber sekunder diperoleh dari buku-buku, jurnal-jurnal, dan artikel-artikel yang relevan dengan topik sistem among dan pendidikan karakter.
Teknik analisis data menggunakan model Miles dan Huberman, yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Validitas data diperkuat dengan triangulasi sumber dan metode.
Hasil dan Pembahasan
Kongsep Sistem Among dalam Pendidikan
Penerapan sistem among di dalam pendidikan, menekankan penyampaian materi harus menyenangkan (tidak membosankan), serta contoh yang diberikan harus bisa diambil dari kehidupan sehari-hari (kontekstual). Bila dilihat secara sekilas sistem among mirip dengan pendekatan pembelajaran kontekstual, dimana setiap materi yang diberikan oleh guru harus bisa dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari karena hal itu dinilai lebih bermakna untuk siswa. Sistem among memiliki pendekatannya sendiri yaitu pendekatan pembelajaran merdeka yaitu merupakan sebuah pendekatan dalam mengajak siswa untuk mencari segala pengetahuan melalui pikirannya sendiri, bukan berdasarkan buah pemikiran orang lain.
Menurut Yakob (2020, hlm. 87) untuk menggali lebih dalam tentang konsep sistem among, penting untuk menyelidiki lembaga pendidikan Taman Siswa. Taman Siswa adalah lembaga pendidikan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, yang secara signifikan berperan sebagai perintis dalam menerapkan sistem among. Contoh teladan di Taman Siswa bertujuan untuk memperjuangkan kebebasan peserta didik dalam segala aspek, seperti kemerdekaan fisik, mental, dan intelektual. Dengan prinsip kemerdekaan ini, diharapkan peserta didik akan mengembangkan visi dan kreativitas yang tinggi, yang akan sangat bermanfaat dalam membentuk generasi Indonesia di masa yang akan datang. Dalam konsep merdeka, peserta didik didorong untuk mengandalkan panduan yang berasal dari batin mereka sendiri saat akan melakukan suatu tindakan, sehingga tidak ada tekanan atau paksaan dari luar. Umumnya, pekerjaan yang dilakukan dengan gagasan sendiri akan lebih berkualitas. Namun, sebelum diberi kebebasan untuk mengikuti batin mereka sendiri, peserta didik perlu diberi bimbingan dan pembentukan karakter. Ini bertujuan agar ketika mereka tunduk pada aturan batin mereka sendiri, mereka memiliki keteguhan yang kokoh sehingga tidak mudah terpengaruh untuk meninggalkan jalan kebenaran.
Ki Hadjar Dewantara juga mengilustrasikan konsep ini melalui semboyan "Ing Ngarsa Sung Tulada", yang menyiratkan bahwa seorang pendidik ada di hadapan siswa, ia wajib memberikan contoh ataupun teladan melalui tindakan yang baik. Setelah itu, guru memupuk sikap kerja yang positif, yang mencakup menghargai pekerjaan, menjaga integritas saat menjalankan tugas, dan memiliki semangat untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di sisi lain, "Tut Wuri Handayani" menyoroti bahwa dari belakang, seorang pendidik harus memiliki kemampuan untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa. Selanjutnya, saat berinteraksi dengan peserta didik, seorang pendidik harus menginspirasi dan mengembangkan inisiatif serta gagasan, sesuai dengan prinsip "Ing Madya Mangun Karsa" dalam Yanuarti (2018).
Dalam sistem tersebut, pendidikan diterapkan dengan memprioritaskan pengembangan potensi dan minat yang dimiliki oleh peserta didik, tidak hanya mengikuti kemampuan serta minat pendidik. Jika pengembangan potensi anak mengarah ke arah yang salah, pendidik memiliki kewenangan untuk mengarahkannya ke jalur yang benar. Ki Hadjar Dewantara meyakini bahwa untuk membimbing anak-anak agar benar-benar merdeka, baik secara fisik maupun mental, adalah dengan cara memberikan kebebasan dalam pikiran, tenaga, dan jiwa mereka. Namun, tidak boleh terlalu fokus pada kecerdasan anak sehingga mengabaikan aspek emosionalnya. Bagi Ki Hadjar Dewantara, perasaan dan pikiran anak harus seimbang dan saling mendukung. Karena itulah, pendekatan asah, asih, dan asuh dalam sistem among merupakan strategi yang sesuai untuk diterapkan pada anak didik. Dengan kata lain, menurut Ki Hadjar Dewantara, esensi dari sistem among adalah mendorong peserta didik untuk mengembangkan potensi kreatif, kepedulian, dan semangat.
Konsep pendidikan karakter menurut ajaran Tamansiswa
Ki Hadjar Dewantara dalam pengembangan karakter melalui pendidikan adalah upaya yang terstruktur untuk membangun budaya dengan memberikan pembelajaran yang menghargai perkembangan spiritual dan fisik anak sesuai dengan kodratnya. Hal ini bertujuan agar lingkungan dapat memberikan dampak positif yang membantu dalam perkembangan fisik dan spiritual anak menuju pencapaian tujuan manusia dalam kehidupan yang utuh, dalam Mudana (2019).
Menurut Sugiarta (2019) dapat dipahami bahwa langkah-langkah yang diambil dalam perkembang pendidikan karakter diawali dari sekitar tempat tinggal keluarga sebagai landasan utama untuk membentuk karakter anak. Pendidikan nilai atau karakter yang dipromosikan oleh Ki Hajar dilakukan melalui pendekatan Trisentra, yang mengacu pada tiga lingkungan utama di mana peserta didik berinteraksi, yaitu lembaga pendidikan, lingkungan sekitar siswa, dan keluarga. Pendidikan akan mencapai kesempurnaan ketika terjalin kerjasama yang baik antara pendidik dan peserta didik dalam lingkungan pendidikan. Langkah berikutnya yang krusial adalah berupaya menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Keadaan yang penuh keceriaan dapat memfasilitasi proses pencarian pengetahuan dan penerimaan ilmu. Pondasi tersebut memiliki potensi untuk menghasilkan keselarasan dan harmoni dalam praktik pendidikan karakter bagi siswa. Dampaknya adalah terciptanya keterkaitan yang saling memengaruhi dengan munculnya semangat, dalam Hidayat (2023).
Relevansi sistem among dalam ajaran Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan karakter di era modern
Ki Hadjar Dewantara berpendapat bahwa seorang guru diharapkan memiliki kemampuan untuk merancang metode pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan prinsip-prinsip sistem among. Metode ini berasal dari prinsip-prinsip asah, asuh, dan asih. Diinginkan bahwa guru memiliki keterampilan proses pembelajaran yang baik, kemampuan untuk berinteraksi dengan baik dengan siswa dan anggota komunitas sekolah, serta kemampuan untuk mengomunikan kepada wali siswa dan menunjukkan prilaku profesional dalam melaksanakan kewajibannya, dalam Kurniati (2022).
Sistem Among sejalan dengan pendekatan Merdeka Belajar dan pendidikan karakter berbasis kontekstual. Ia mampu menjawab tantangan pendidikan yang terlalu berorientasi pada kognitif dan mengabaikan aspek afektif. Dalam sistem pendidikan modern, pendekatan pedagogis yang memerdekakan seperti Sistem Among sangat penting untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan sosial. Pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang menumbuhkan nilai, bukan sekadar menghafal fakta.
Sebagai pendidik juga berkewajiban untuk memiliki kemampuan untuk mengajarkan dan membimbing peserta didik dengan menerapkan prinsip-prinsip yang diperjuangkan oleh Ki Hadjar Dewantara, seperti ing ngarsa sung tuladha (memberi contoh di depan), ing madya mangun karsa (membangun cita-cita di tengah-tengah), dan tut wuri handayani (mengikuti dan mendukungnya). Aspek utama dalam pendidikan adalah terdapatnya pemahaman yang seragam antara guru dan siswa, sehingga proses pendidikan menjadi humanisasi, artinya, itu adalah cara untuk mengembangkan kemanusiaan individu. Melalui sistem pendidikan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup menuju perubahan yang lebih positif, dalam Haidar (2015).
Dari analisis yang cermat, sistem among merupakan upaya untuk memberikan kebebasan belajar kepada siswa agar mereka dapat memahami dan mengetahui hal-hal berdasarkan pengalaman hidup mereka sendiri. Dalam konteks ini, peran guru bukanlah membiarkan siswa belajar tanpa arah, tetapi lebih kepada memberikan arahan, bimbingan, dorongan, teladan, dan membangkitkan semangat siswa. Dalam konteks tersebut, dalam sistem among, guru berperan seakan-akan sebagai penggagas dan meningkatkan minat siswa dalam proses pembelajaran, yang sesuai dengan kondisi alami dan zaman siswa, sehingga siswa dapat mengalami kebebasan dalam proses belajar.
Kemudian, peran sekolah dasar menjadi signifikan sebagai lingkungan kedua dalam membentuk karakter siswa di tingkat dasar, setelah lingkungan keluarga. Melalui pendidikan karakter di sekolah dasar, siswa akan memiliki dasar yang kuat untuk menghadapi perkembangan cepat ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Siswa yang memiliki karakter yang kokoh akan memiliki fondasi yang solid untuk mengatasi berbagai tantangan yang mungkin timbul dalam kehidupan mereka. Pemerintah mengakui pentingnya pendidikan karakter di semua tingkat pendidikan, karena pendidikan tidak hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi juga tentang pembentukan budi pekerti atau karakter siswa. Tujuannya adalah menciptakan siswa yang cerdas dan berakhlak baik, yang akan menjadi fondasi bagi kemajuan bangsa di masa depan.28 Secara prinsip, cara pelaksanaan pendidikan karakter terhadap siswa di sekolah tidak memiliki pedoman yang tetap dan komprehensif. Namun, yang terpenting adalah bagaimana nilai-nilai karakter tersebut diterapkan, dipahami, dan diinternalisasi oleh siswa sehingga menjadi bagian permanen dari perilaku mereka. Dari hasil penelitian ini, terlihat bahwa ada delapan pola pelaksanaan pendidikan karakter di empat sekolah yang dinilai unggul. Pendekatan dalam menerapkan pendidikan karakter dapat bervariasi, dalam Ahmad (2023).
Kemudian menurut Fauzi (2016), dalam pendidikan karakter di sekolah, semua pihak terlibat, termasuk komponen-komponen inti pendidikan seperti kurikulum, proses belajar-mengajar, dan evaluasi, serta pengelolaan sekolah dan kegiatan ekstrakurikuler. Selain itu, pendidikan karakter juga mencakup pemberdayaan sarana dan prasarana, pengelolaan keuangan, serta sikap etis dari seluruh anggota komunitas sekolah. Pendidikan karakter sebagai upaya sungguh-sungguh untuk membantu individu memahami, menghargai, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai inti. Ketika membahas karakter yang diinginkan pada anak-anak, fokusnya adalah agar mereka memiliki kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, bahkan saat mereka dihadapkan pada tekanan dari luar dan godaan dari dalam diri mereka sendiri.
Pendidikan dengan sistem among, setiap guru (pamong) dianggap sebagai pemimpin yang diharapkan menerapkan prinsip Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tutwuri Handayani. Berikut konsep yang menjadi dasar pendidikan karakter
Ing Ngarso Sung Tulodo Ngarso
Ing ngarso sung tulodo ing ngarso berarti di depan, atau seseorang yang memiliki pengalaman atau pengetahuan lebih. Sementara itu, tuladha berarti memberi contoh atau teladan Oleh karena itu, esensi dari Ing Ngarso Sung Tulodo adalah bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi teladan bagi bawahannya. Sebagai hasilnya, seorang pemimpin yang berintegritas harus menjadi sumber inspirasi dalam memberikan teladan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita akrab dengan konsep kepemimpinan dan kekuasaan yang saling terhubung. Hal ini karena kepemimpinan yang berhasil terjadi ketika seorang pemimpin, menggunakan kekuasaannya, dapat menginspirasi para pengikutnya untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
Ing Madyo Mangun Karso
Ing Madyo berarti di tengah-tengah, Mangun mengacu pada mengilhami atau membangkitkan semangat, dan Karso diinterpretasikan sebagai kehendak atau niat. Oleh karena itu, esensi dari konsep tersebut adalah bahwa seorang pemimpin, meskipun sibuk dalam tugasnya, juga harus memiliki keterampilan untuk memotivasi atau menginspirasi semangat kerja dari bawahannya.
Tut Wuri Handayani
Tut Wuri bermakna mengikuti dari belakang, sementara handayani merujuk pada memberikan dorongan moral atau semangat. Oleh karena itu, makna dari Tut Wuri Handayani adalah bahwa seorang pemimpin harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang. Memberikan dorongan moral dan semangat kerj dari belakang juga dapat diartikan sebagai menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan mendorong siswa untuk aktif tanpa perlu secara langsung memerintahkan mereka untuk berpartisipasi.
Simpulan dan Implikasi
Simpulan: Sistem Among adalah metode pendidikan yang tidak hanya relevan secara historis, tetapi juga sangat relevan untuk menjawab tantangan pendidikan karakter di masa kini. Konsep ini memberikan pendekatan pendidikan yang seimbang antara kebebasan, tanggung jawab, dan pengembangan karakter. Nilai-nilai yang dikandungnya sesuai dengan kebutuhan pendidikan abad ke-21 yang menekankan pembentukan manusia yang utuh.
Implikasi: Pendidikan karakter berbasis Sistem Among dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum nasional melalui pelatihan guru, pengembangan modul ajar kontekstual, dan kebijakan yang mendukung nilai-nilai pendidikan lokal. Pengembangan lingkungan belajar yang humanis dan kontekstual menjadi langkah strategis untuk membumikan nilai-nilai Tamansiswa dalam praktik pendidikan sehari-hari.
Rekomendasi: Pemerintah dan lembaga pendidikan diharapkan dapat merevitalisasi nilai-nilai Tamansiswa dalam sistem pendidikan nasional. Sekolah-sekolah dapat mengadopsi prinsip Sistem Among secara bertahap melalui pelatihan guru, perencanaan pembelajaran berbasis nilai, dan budaya sekolah yang mendukung pendidikan karakter. Sistem Among juga dapat menjadi model pendidikan alternatif yang menggabungkan kearifan lokal dan tuntutan global.
Daftar pustaka
Agung Made Gede Mudana, “Membangun Karakter Dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara,” Jurnal Filsafat Indonesia 2, no. 2 (2019)
Ahmad Hariandi et al., “Pola Pelaksanaan Pendidikan Karakter Terhadap Siswa Sekolah Dasar,” JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 6, no. 12 (2023)
Eka Yanuarti, “Pemikiran Pendidikan Ki. Hajar Dewantara Dan Relevansinya Dengan Kurikulum 13.” Jurnal Penelitian, Vol.11, No. 2 (Agustus, 2017), h. 239.
Fauzi Annur, “Pendidikan Karakter Berbasis Keagamaan (Studi Kasus Di SDIT Nur Hidayah
Surakarta),” At-Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam 1, no. 1 (2016)
Haidar Musyafa, Sang Guru : Novel Biografi Ki Hadjar Dewantara, Kehidupan, Pemikiran Dan Perjuangan Pendiri Tamansiswa (1889-1959), Cetakan ke (Jakarta Selatan: Imania, 2015).
Made Sugiarta et al., “Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh Timur),” Jurnal Filsafat
Indonesia 2, no. 3 (2019)
Nur Hidayat and Mukh. Nursikin, “Konsep Pendidikan Nilai Menurut Ki Hadjar
Dewantara Dan Nicolaus Driyarkara,” Afeksi: Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan 4, no. 1 (2023)
Sri Kurniati, “Pandangan Ki Hajar Dewantara Dan Implementasi Bagi Pendidikan Karakter
Dalam Merdeka Belajar,” Pendidikan Bahasa Indonesia Dan Sastra (Pendistra) 5, no. 1 (2022).
Siti Homzah Darmawati, “Revitalisasi Pendidikan Karakter Bagi Guru Dan Siswa Dengan
Penerapan Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Di SMP 32 OKU,” Prosiding Seminar Nasional (2015)
Yakob Godlif Malatuny, “Pemikiran Tokoh-Tokoh Pendidikan Indonesia, Kontribusi Serta
Implikasi Dalam Pendidikan,” PEDAGOGIKA: Jurnal Pedagogika Dan Dinamika Pendidikan 4, no. 2 (2020)