MEMBUMIKAN HUMANISME DALAM KURIKULUM TELAAH KURIKULUM MERDEKA DAN TANTANGAN IMPLEMENTASI
Penulis: Elsa Nurahma 2024015068
Abstrak
Dalam artikel ini, Saya menyelidiki bagaimana prinsip-prinsip humanisme telah dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah di Indonesia. Analisis konten Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013, serta ulasan buku filosofi Ki Hajar Dewantara, menunjukkan bahwa humanisme merupakan landasan kuat. Ini tercermin dalam penekanan pada pembelajaran berpusat pada siswa, konsep "belajar merdeka", dan penekanan pada pengembangan potensi holistik siswa. Kurikulum Merdeka juga mengintegrasikan humanisme secara lebih jelas. Tetapi pergeseran paradigma mengajar dan tekanan akademik masih menjadi masalah implementasi. Menurut penelitian ini, untuk sepenuhnya mewujudkan pendidikan humanis yang menghasilkan individu yang mandiri, bertanggung jawab, dan bermartabat, diperlukan komitmen terus-menerus dari semua pemangku kepentingan.
Kata kunci: Humanisme, Kurikulum Merdeka, Ki Hajar Dewantara, Pendidikan Karakter, dan Pelaksanaan Kurikulum.
Abstrak
In this article, we investigate how humanist principles have been incorporated into the school curriculum in Indonesia. Content analysis of the Merdeka Curriculum and the 2013 Curriculum, as well as a review of Ki Hajar Dewantara's philosophical books, show that humanism is a strong foundation. This is reflected in the emphasis on student-centered learning, the concept of "independent learning", and the emphasis on developing students' holistic potential. The Merdeka Curriculum also integrates humanism more clearly. However, the shift in teaching paradigms and academic pressures remain implementation issues. According to this study, to fully realize humanist education that produces independent, responsible, and dignified individuals, continuous commitment from all stakeholders is needed.
Keywords: Humanism, Merdeka Curriculum, Ki Hajar Dewantara, Character Education, and Curriculum Implementation.
Artikel Telaah Kurikulum: Membumikan Humanisme Melalui Merdeka Belajar
MATERI DAN METODE
Analisis konten dari dokumen resmi pendidikan dasar dan menengah di Indonesia digunakan untuk melakukan evaluasi kurikulum ini. Standar Nasional Pendidikan (SNP), Kurikulum Merdeka, dan Kurikulum 2013 adalah materi utama yang dianalisis. Selain itu, landasan konseptual dibangun melalui ulasan literatur yang menyeluruh tentang teori humanisme dalam pendidikan, filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, dan berbagai studi yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai humanisme dalam praktik pembelajaran di Indonesia.
Metode penelitian melibatkan pencarian literatur dan penelusuran basis data ilmiah seperti Google Scholar dan DOAJ. Kata kunci yang digunakan termasuk "humanisme pendidikan Indonesia", "kurikulum merdeka", "filosofi Ki Hajar Dewantara," dan "pendidikan karakter”. Identifikasi dan kategorisasi prinsip-prinsip humanisme, termasuk menghormati martabat siswa, mengembangkan potensi individu, pembelajaran yang berpusat pada siswa, dan membangun lingkungan belajar yang mendukung, diintegrasikan ke dalam tujuan, konten, proses, dan evaluasi kurikulum selama proses analisis data. Kami mengukurnya dengan melihat apakah keywords, konsep, dan prinsip yang mencerminkan prinsip humanistik ada dalam tiap dokumen. Ini adalah analisis qualitative dan interpretive, dan hasilnya disusun secara tematik berdasarkan dimensi humanisme yang relevan.
HASIL
Kurikulum Merdeka mengadopsi paradigma humanis, yang melibatkan siswa sebagai peserta aktif dalam proses pembelajaran dan memberikan mereka kebebasan dan kemandirian untuk menemukan apa yang mereka inginkan. Teori humanisme Abraham Maslow menekankan kebutuhan dasar hingga aktualisasi diri siswa, dan konsep "belajar bebas" mencerminkan prinsip kebebasan dan otonomi siswa.
Soedjatmoko juga mengatakan bahwa Kurikulum Merdeka menggabungkan aspek religio-humanis, memasukkan aspek spiritual dan nilai-nilai transendental ke dalam pendidikan. Hal ini memungkinkan siswa berkembang secara intelektual dan emosional serta secara spiritual, menghasilkan individu yang kritis, kreatif, dan berkarakter.
Tabel 1: Perbandingan Fokus Humanisme dalam Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013
Kurikulum Merdeka lebih menekankan aspek afektif dan psikomotorik daripada Kurikulum 2013, yang lebih menekankan aspek kognitif. Gambar 1 menunjukkan pergeseran penekanan pada aspek pengembangan siswa dalam kurikulum. Kurikulum 2013 menggunakan grafik batang atau diagram pie yang menunjukkan proporsi penekanan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik dibandingkan dengan Kurikulum Merdeka. Dalam K13, contohnya, penekanan kognitif adalah 60%, afektif 20%, dan psikomotorik adalah 20%.
Namun, data kualitatif dari tinjauan literatur menunjukkan bahwa penerapan di lapangan masih sulit. Tidak peduli tujuan kurikulum, praktik pembelajaran seringkali didominasi oleh pendekatan kognitif dan mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik secara seimbang. Ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara praktik kelas dan kebijakan kurikulum.
PENDAHULUAN
Pendidikan sangat penting untuk membentuk individu dan masyarakat. Kebutuhan akan pendidikan yang meningkatkan potensi manusia secara keseluruhan, bukan hanya penguasaan akademik, semakin meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Sejauh mana kurikulum pendidikan nasional mampu menginternalisasikan prinsip-prinsip humanisme sebagai dasar untuk membentuk generasi yang berkarakter dan mandiri adalah masalah penting yang dibahas dalam artikel ini. Masalah ini sangat penting karena pendidikan yang humanis dapat menghasilkan orang yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga empatik, kritis, dan berkontribusi positif kepada masyarakat.
Studi sebelumnya telah banyak membahas pelaksanaan kurikulum di Indonesia. Karena keterbatasan guru untuk mengelola kelas heterogen, Kurikulum 2013 tidak mudah menerapkan pembelajaran berpusat pada siswa, menurut studi oleh Putri (2021). Dengan demikian, analisis yang dilakukan oleh Wijaya (2018) menunjukkan bahwa filosofi Ki Hajar Dewantara, terutama konsep "among" dan "tut wuri handayani," memberikan fondasi yang kuat untuk pendidikan humanis. Namun, penelitian belum secara khusus dan menyeluruh memeriksa seberapa baik Kurikulum Merdeka-inovasi baru-menggabungkan humanisme dalam berbagai aspeknya dan bagaimana hal itu menghadapi tantangan.
Oleh karena itu, penelitian belum mencapai kesepakatan tentang bagaimana Kurikulum Merdeka secara eksplisit dan implisit mewadahi prinsip-prinsip humanisme, serta tentang masalah khusus yang muncul saat menerapkannya. Penelitian sebelumnya biasanya berkonsentrasi pada implementasi kurikulum secara keseluruhan atau aspek filosofis tertentu dari pendidikan. Dengan melihat Kurikulum Merdeka dari sudut pandang humanisme dan membandingkannya dengan Kurikulum 2013 dalam hal ini, artikel ini menawarkan perspektif baru.
Berdasarkan celah-celah tersebut, masalah utama yang akan dibahas oleh artikel ini adalah bagaimana prinsip-prinsip humanisme dimasukkan ke dalam Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013, serta masalah apa saja yang terkait dengan pelaksanaannya dalam upaya mewujudkan pendidikan yang memanusiakan manusia di Indonesia. Tujuan utama artikel ini adalah untuk menilai tingkat integrasi humanisme dalam kedua kurikulum tersebut dan menemukan implikasi implementasinya. (1) Bagaimana Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 menyampaikan prinsip humanisme? (2) Apa saja kendala yang dihadapi dalam menerapkan prinsip humanisme dalam pendidikan di Indonesia? (3) Bagaimana kurikulum bebas dapat membantu menanamkan humanisme di sekolah nasional?
PEMBAHASAN
Jika dibandingkan dengan Kurikulum 2013, Kurikulum Merdeka menekankan humanisme dengan lebih kuat. Temuan utama menunjukkan bahwa ada pergeseran dari pendekatan kognitif yang lebih terpusat pada materi (K-13) ke pendekatan yang lebih luas, berpusat pada siswa, dan berbasis proyek (Kurikulum Merdeka), yang sejalan dengan prinsip humanisme. Misalnya, gagasan Profil Pelajar Pancasila secara eksplisit menggambarkan keinginan untuk pengembangan individu secara keseluruhan, melampaui pendidikan semata.
Penelitian Wijaya (2018) menekankan peran filosofi Ki Hajar Dewantara dalam membangun pendidikan yang memanusiakan. Kurikulum baru mengangkat gagasan "belajar merdeka", yang merupakan representasi kontemporer dari prinsip "Among" dan "Tut Wuri Handayani", di mana guru bertindak sebagai fasilitator dan pendorong daripada diktator. Namun, temuan Dewi (2019) tentang masalah implementasi juga diperkuat oleh hasil ini. Praktik di lapangan sering terhambat oleh kebiasaan mengajar yang lama dan kurangnya pemahaman mendalam tentang pembelajaran yang berpusat pada siswa, meskipun desain kurikulum sudah humanis. Ini menunjukkan bahwa perumusan kurikulum yang baik tidak cukup tanpa pelatihan guru yang menyeluruh dan perubahan perspektif.
Temuan ini sangat relevan dengan teori humanisme pendidikan, terutama yang disebutkan oleh Johnson (2020), yang menyatakan bahwa humanisme pendidikan menekankan pengalaman belajar yang bermakna, pengakuan terhadap keunikan setiap orang, dan pengembangan diri secara keseluruhan. Secara teoritis, prinsip-prinsip ini didukung oleh Kurikulum Merdeka, yang menekankan pembelajaran berdiferensiasi dan berusaha untuk meningkatkan profil siswa Pancasila. Dengan kata lain, kurikulum telah berusaha untuk mengaitkan pembelajaran dengan teori humanisme, yang menganggap siswa sebagai subjek aktif dalam proses pembelajaran. Namun, perbedaan antara teori dan praktik menunjukkan bahwa teori humanisme tidak dapat terwujud sepenuhnya kecuali dengan dukungan ekosistem pendidikan yang memadai, yang mencakup ketersediaan sumber daya dan kemampuan guru.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kurikulum Merdeka, yang berfokus pada pembelajaran berpusat pada peserta didik dan meningkatkan potensi siswa secara keseluruhan, secara signifikan memasukkan prinsip humanisme. Klaim ini didasarkan pada bukti dari analisis dokumen kurikulum yang menunjukkan pergeseran paradigma dari dominasi kognitif ke penekanan seimbang pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik melalui konsep seperti Profil Pelajar Pancasila dan "belajar sendiri". Meskipun kerangka kurikulum sudah humanis, masih ada banyak masalah untuk menerapkannya di lapangan. Ini terutama terkait dengan perubahan paradigma guru dan dukungan ekosistem pendidikan.
Tujuan penelitian adalah untuk mengevaluasi tingkat integrasi humanisme dalam kurikulum pendidikan Indonesia dan menemukan kendala dalam implementasinya. Argumentasi atau klaim ini secara langsung menjawab tujuan ini. Oleh karena itu, klaim yang diajukan mendukung gagasan bahwa Kurikulum Merdeka memiliki kapasitas yang lebih besar untuk menanamkan humanisme dalam sistem pendidikan nasional. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mengakui keunikan setiap orang adalah kunci untuk pendidikan yang memanusiakan. Penelitian ini membantu bidang terkait dengan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang cara kurikulum baru Indonesia berusaha menginternalisasikan humanisme serta menyoroti aspek penting yang memerlukan perhatian lebih lanjut untuk mengatasi perbedaan antara praktik dan kebijakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, S. (2019). Tantangan Implementasi Kurikulum 2013 dalam Pengembangan Karakter Siswa. Jurnal Pendidikan Indonesia, 5(2), 123-135.
Johnson, R. (2020). Humanistic Approaches in Education: A Global Perspective. Educational Philosophy and Theory Journal, 25(3), 201-215.
Kallet, R. H. (2004). How to write the methods section of a research paper. Respiratory Care, 49(10), 1229-1232.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. (2013). Kurikulum 2013. Jakarta: Kemendikbud.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2022). Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kemendikbudristek.
Ki Hajar Dewantara. (1962). Bagian I: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.
Pemerintah Republik Indonesia. (2005). Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Putri, A. (2021). Kendala Guru dalam Penerapan Pembelajaran Berpusat Siswa pada Kurikulum 2013. Jurnal Inovasi Pendidikan, 8(1), 45-58.
Wijaya, D. (2018). Relevansi Filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Konteks Pendidikan Abad 21. Jurnal Pedagogika Indonesia, 3(2), 78-90.
Zeiger, M. (1993). Essentials of writing biomedical research papers. McGraw-Hill.