Pemenuhan Kebutuhan Psikologis Peserta Didik SD/MI Melalui Pembelajaran Tematik-Terpadu
Penulis: Hanum Fatihah (202401507
Artikel ini membahas problematika rendahnya mutu pendidikan dasar di Indonesia, khususnya di Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), dan mengusulkan solusi melalui penerapan Kurikulum 2013 dengan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu. Penulis berargumen bahwa rendahnya mutu pendidikan bukan hanya karena faktor kebijakan pemerintah yang belum optimal, tetapi juga, dan yang lebih penting, karena proses pembelajaran yang tidak memenuhi kebutuhan psikologis peserta didik. Kurikulum 2013, dengan pendekatan tematik-terpadu, dianggap sebagai solusi yang tepat karena sesuai dengan karakteristik berpikir anak usia SD/MI yang masih operasional konkret dan holistik, serta mampu mengakomodasi perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor mereka secara seimbang.
Problematika Mutu Pendidikan Dasar: Sebuah Analisis yang Lebih Mendalam
Artikel ini memulai dengan menguraikan permasalahan rendahnya mutu pendidikan dasar di Indonesia secara lebih detail. Data yang disajikan tidak hanya berupa peringkat rendah Indonesia dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan prestasi belajar (nilai Ujian Nasional), tetapi juga mencakup data-data lain yang relevan, seperti hasil studi internasional (TIMSS dan PISA) serta angka putus sekolah dan angka pengangguran yang tinggi, yang secara langsung dikaitkan dengan kualitas pendidikan dasar. Penjelasan rinci diberikan mengenai rendahnya kualitas hasil belajar, dimana standar kelulusan yang terkadang dianggap rendah, angka ketidaklulusan Ujian Nasional yang tinggi, dan angka mengulang kelas yang signifikan, menunjukan adanya celah antara harapan dan kenyataan dalam sistem pendidikan.
Penulis menunjukan keprihatinan mengenai kualifikasi guru SD/MI. Proporsi guru SD/MI dengan kualifikasi sarjana yang masih rendah, dengan sebagian besar guru memiliki latar belakang pendidikan D1 dan D2, serta tingginya persentase guru yang tidak layak mengajar, menjadi faktor signifikan yang turut menentukan kualitas pembelajaran. Lebih lanjut, peran penting SD/MI sebagai fondasi pendidikan dijelaskan secara lebih terperinci. Pendidikan dasar di SD/MI tidak hanya berfokus pada pencapaian kognitif (pengetahuan dan keterampilan), tetapi juga pembentukan kepribadian siswa yang holistik, meliputi aspek internal (persepsi diri), eksternal (persepsi lingkungan), dan suprainternal (persepsi dan sikap terhadap Tuhan).
Penulis menyoroti bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan selama ini mungkin telah salah sasaran ("solving the wrong problem"), sehingga perlu diidentifikasi dan diatasi akar permasalahan yang sebenarnya, yaitu ketidaksesuaian metode pembelajaran dengan kebutuhan psikologis anak usia SD/MI.
Pentingnya Memahami Perkembangan Peserta Didik SD/MI: Mengintegrasikan Teori Perkembangan
Artikel ini selanjutnya menekankan pentingnya memahami karakteristik perkembangan peserta didik SD/MI secara komprehensif untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif. Penulis tidak hanya menguraikan beberapa aspek perkembangan anak usia SD/MI mengacu pada teori-teori perkembangan seperti Piaget dan teori kebutuhan Maslow dan Lindgren, tetapi juga menjelaskan bagaimana teori-teori ini saling melengkapi dalam memberikan gambaran yang holistik tentang perkembangan anak. Aspek perkembangan yang dibahas, meliputi perkembangan fisik, kognitif, bahasa, sosial dan emosi, dan moral, diuraikan lebih detail dengan memberikan contoh-contoh konkret bagaimana setiap aspek perkembangan tersebut berpengaruh terhadap proses belajar anak.
Penulis juga membahas tugas perkembangan anak usia SD/MI menurut Havighurst, menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan dasar fisik dan psikis anak secara seimbang agar tercipta lingkungan belajar yang optimal. Penulis menambahkan analisis kritis tentang bagaimana ketidaksesuaian dalam pemenuhan kebutuhan ini dapat menyebabkan masalah belajar dan hambatan dalam perkembangan anak secara menyeluruh.
Kebijakan Pembelajaran Tematik-Terpadu dalam Kurikulum 2013: Revisi dan Implementasi
Kurikulum 2013, dengan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu, diusulkan sebagai solusi yang komprehensif untuk mengatasi permasalahan mutu pendidikan dasar. Penulis menguraikan kebijakan ini secara mendalam, menjelaskan bagaimana Kurikulum 2013 merevisi kelemahan Kurikulum 2006 (KTSP), seperti konten kurikulum yang terlalu padat dan kurangnya integrasi antara sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Penjelasan tentang pembelajaran tematik-terpadu diberikan dengan contoh-contoh yang lebih spesifik dan konkret. Empat pendekatan integrasi (intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner) diuraikan lebih detail, disertai dengan ilustrasi bagaimana masing-masing pendekatan diterapkan dalam praktik pembelajaran. Peran Bahasa Indonesia sebagai penghela mata pelajaran lain di kelas rendah juga dijelaskan dengan lebih rinci, menunjukkan pentingnya penguasaan bahasa dalam mendukung pembelajaran tematik-terpadu.
Relevansi Pembelajaran Tematik-Terpadu dengan Kebutuhan Perkembangan Peserta Didik: Pendekatan Holistik
Penulis kemudian menganalisis relevansi pendekatan tematik-terpadu dengan karakteristik perkembangan peserta didik SD/MI secara lebih mendalam. Dikatakan bahwa pendekatan ini tidak hanya selaras dengan kecenderungan belajar anak yang konkret, integratif, dan hierarkhis, tetapi juga mampu mengakomodasi perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor mereka secara seimbang. Pembelajaran yang berpusat pada siswa, pengalaman langsung, dan integrasi sikap, keterampilan, dan pengetahuan menjadikan pembelajaran lebih efektif dan bermakna, karena menciptakan lingkungan belajar yang mendukung perkembangan holistik anak. Penjelasan ini diperkuat dengan studi kasus, data empiris, atau referensi ilmiah yang relevan.
Kesimpulan dan Rekomendasi:
Artikel ini menyimpulkan bahwa Kurikulum 2013 dengan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu merupakan upaya yang tepat dan komprehensif untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar di Indonesia. Pendekatan ini tidak hanya sesuai dengan karakteristik perkembangan peserta didik SD/MI, melainkan juga mengatasi kelemahan kurikulum sebelumnya dan memberikan pembelajaran yang lebih efektif dan bermakna, sekaligus memenuhi kebutuhan psikologis anak secara utuh. Penulis menekankan pentingnya pelatihan dan pendampingan bagi para guru dalam mengimplementasikan Kurikulum 2013 secara efektif. Penelitian lebih lanjut masih dibutuhkan untuk mengevaluasi implementasi kebijakan ini dan dampaknya terhadap peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh. Penulis juga merekomendasikan penelitian lanjutan yang mengeksplorasi lebih lanjut tentang bagaimana pendekatan tematik-terpadu dapat disesuaikan dengan konteks dan karakteristik daerah tertentu di Indonesia.