-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Refleksi dan Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar Menuju Pendidikan yang Kontekstual dan Berkualitas

Rabu, 02 Juli 2025 | Juli 02, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-07-02T23:47:46Z

 Refleksi dan Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar

Menuju Pendidikan yang Kontekstual dan Berkualitas
Penulis: Vita Kristina Turnip




Pendidikan dasar adalah fondasi penting dalam membentuk karakter dan kompetensi awal peserta didik. Dalam beberapa dekade terakhir, Indonesia telah mengalami berbagai perubahan kurikulum demi meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu perubahan signifikan adalah diberlakukannya Kurikulum Merdeka sebagai respons atas kebutuhan pendidikan yang lebih fleksibel, adaptif, dan kontekstual terhadap perkembangan zaman. Kurikulum ini menekankan pada kebebasan guru dalam mengelola pembelajaran serta memberikan ruang kepada peserta didik untuk berkembang sesuai potensi mereka.Namun, penerapan Kurikulum Merdeka tidak semudah membalik telapak tangan. Dalam implementasinya di sekolah dasar (SD), berbagai tantangan mulai dari pemahaman guru, kesiapan sarana dan prasarana, hingga penguatan karakter peserta didik menjadi isu sentral. Oleh karena itu, refleksi kritis terhadap penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah dasar sangat diperlukan untuk menjawab pertanyaan utama: Apakah Kurikulum Merdeka benar-benar menjawab kebutuhan pendidikan abad ke-21 di level dasar?

Kurikulum Merdeka diluncurkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) sebagai respons terhadap pandemi COVID-19 dan kebutuhan akan sistem pendidikan yang lebih fleksibel. Kurikulum ini memiliki tiga karakteristik utama:

1. Pembelajaran berbasis projek untuk penguatan Profil Pelajar Pancasila.
2. Fleksibilitas dalam struktur kurikulum, di mana guru memiliki keleluasaan dalam menyusun konten pembelajaran.
3. Fokus pada esensialisasi materi, yaitu pembelajaran berpusat pada materi-materi yang esensial agar siswa tidak terbebani konten.

Ketiga prinsip ini dimaksudkan untuk mengurangi tekanan akademis berlebih serta menciptakan suasana belajar yang lebih bermakna, kontekstual, dan menyenangkan.

Dalam konteks sekolah dasar, Kurikulum Merdeka membawa angin segar dalam praktik pembelajaran. Salah satu manfaat utamanya adalah penguatan karakter dan kompetensi dasar melalui pendekatan projek dan aktivitas lintas disiplin. Misalnya, siswa diajak menyelesaikan masalah nyata di sekitar mereka seperti mengelola sampah, menjaga kebersihan lingkungan, atau mengenali budaya lokal melalui projek pembelajaran.Selain itu, guru diberi ruang untuk menyesuaikan materi dengan kondisi lokal dan kebutuhan murid. Hal ini membuat pembelajaran lebih inklusif dan responsif terhadap konteks sosial-budaya setempat. Misalnya, di daerah pesisir, siswa bisa belajar sains melalui topik ekosistem laut, atau di daerah pertanian, pembelajaran matematika dikaitkan dengan pengukuran luas sawah.Namun, idealisme Kurikulum Merdeka seringkali berbenturan dengan realitas di lapangan. Beberapa tantangan utama yang dihadapi dalam implementasi Kurikulum Merdeka di SD antara lain:

1. Keterbatasan Pemahaman Guru
Banyak guru masih kebingungan menerjemahkan prinsip Kurikulum Merdeka ke dalam rencana pembelajaran yang konkret.
2. Kesenjangan Fasilitas dan Teknologi
Tidak semua sekolah memiliki akses pada internet, laptop, atau bahkan listrik yang stabil.
3. Penilaian yang Masih Tradisional
Sebagian besar guru masih terbiasa dengan penilaian numerik dan ujian akhir.
4. Beban Administratif Guru
Guru sering kali kewalahan dengan tugas administratif yang menyita waktu.Untuk menjawab tantangan-tantangan di atas, beberapa langkah konkret dapat dilakukan oleh berbagai pemangku kepentingan:

1. Pelatihan Guru yang Berkelanjutan dan Kontekstual
Guru perlu dilibatkan dalam forum refleksi, kolaborasi, dan komunitas belajar.
2. Penyediaan Sumber Belajar yang Relevan dan Mudah Diakses
Diperlukan bahan ajar digital dan cetak yang mudah digunakan oleh guru dan siswa.
3. Penguatan Supervisi dan Pendampingan Sekolah
Pendampingan dari pengawas atau fasilitator pendidikan sangat penting.

4. Reformasi Sistem Penilaian
Sekolah dan guru perlu fokus pada asesmen formatif, seperti portofolio siswa atau presentasi projek.

Kurikulum Merdeka menawarkan kerangka berpikir baru dalam pendidikan dasar di Indonesia. Namun, seperti namanya, “merdeka” harus dimaknai bukan hanya sebagai kebebasan mengajar, tetapi juga tanggung jawab untuk terus belajar, merefleksikan, dan berinovasi demi kemajuan peserta didik. Jika tidak didukung oleh kebijakan yang bijak, pelatihan yang memadai, dan budaya kolaboratif, maka Kurikulum Merdeka hanya akan menjadi jargon tanpa makna.

Sebagai calon guru sekolah dasar, kita dituntut tidak hanya menjadi pengajar materi, tetapi juga pendidik karakter, fasilitator belajar, dan agen perubahan. Kurikulum Merdeka harus dijadikan peluang untuk menumbuhkan semangat kritis, empati sosial, dan kecintaan belajar sepanjang hayat di kalangan siswa sejak usia dini. Di sinilah peran guru menjadi sangat vital: menjembatani idealisme kurikulum dengan kenyataan pendidikan di kelas.

Daftar Pustaka

  1. Kemendikbudristek. (2022). Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kurikulum Merdeka. Jakarta: Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

  2. Kemendikbud. (2017). Permendikbud No. 20 Tahun 2016 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Kemendikbud.

  3. Majid, A. (2021). Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

  4. Sanjaya, W. (2020). Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

  5. Sugiyanto, D. (2023). Implementasi Kurikulum Merdeka di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Deepublish.

  6. Sutrisno, E. (2021). Kurikulum dan Pembelajaran Abad 21. Bandung: Alfabeta.

  7. UNESCO. (2019). Futures of Education: Learning to Become. Paris: UNESCO Publishing.

  8. Tilaar, H.A.R. (2018). Kekuasaan dan Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

  9. Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st Century Skills: Learning for Life in Our Times. San Francisco: Jossey-Bass.

  10. Wahyudi, A. (2022). Profil Pelajar Pancasila dan Implementasinya. Jakarta: Bumi Aksara.

×
Berita Terbaru Update