Pembelajaran IPA Berbasis Etnosains dalam Upaya Belajar secara Kontekstual dan Meningkatkan Pengenalan Budaya Lokal pada Siswa Sekolah Dasar
Intan Dwi Cahyati
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
intandwi1144@gmail.com
Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar sering dianggap abstrak dan sulit dipahami oleh siswa. Hal ini disebabkan karena materi IPA sering diajarkan secara teoritis dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan pembelajaran yang dapat membantu siswa lebih mudah memahami konsep IPA dan mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka. Salah satu pendekatan pembelajaran yang bisa digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah pembelajaran berbasis etnosains.
Etnosains merupakan ilmu yang dipelajari dan dikembangkan oleh masyarakat lokal berdasarkan pengalaman dan kearifan lokal mereka. Pembelajaran berbasis etnosains menggabungkan konsep IPA dengan pengetahuan dan budaya lokal, sehingga siswa dapat mempelajari IPA dengan cara yang lebih kontekstual dan bermakna. Etnosains merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dianggap cukup efektif untuk digunakan dalam pembelajaran IPA, dengan menggunakan pendekatan ini siswa akan mengalami pembelajaran secara langsung mengenai suatu sains dasar yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa berbasis etno yang beraneka ragam.
Pada era globalisasi saat ini, siswa sudah mulai tidak mengenal budaya lokal yang ada di sekitar, mereka mulai terpengaruh dengan budaya asing yang masuk ke Indonesia. Sehingga rasa nasionalisme siswa mulai memudar, padalah Indonesia memiliki kebudayaan dan kearifal lokal yang beraneka ragam. Agar eksistensi budaya dan kearifan lokal Indonesia tetap kokoh, maka siswa sekolah dasar sebagai generasi penerus bangsa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan dan kearifan lokal sejak dini dengan cara mengintegrasikan pengetahuan budaya dalam proses pembelajaran. Dengan adanya pembelajaran berbasis etnosains selain
mengupayakan belajar secara kontekstual dengan kehidupan sehari-hari, diharapkan juga pembelajaran berbasis etnosains dapat membuat siswa lebih mengenal budaya lokal yang ada di sekitar mereka. Namun, ada juga tantangan yang dihadapi oleh guru dalam penerapan pembelajaran berbasis etnosains. Berikut adalah penjelasan lengkapnya :
Pengertian Pembelajaran Berbasis Etnosains
Kata ethnoscience (etnosains) bersasal dari kata ethnos (bahasa Yunani) yang berarti bangsa, dan scientia (bahasa Latin) artinya pengetahuan. Oleh sebab itu etnosains adalah pengetahuan yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial tertentu sebagai system of knowledge and cognition typical of a givel culture (Parmin, 2017) penekanannya pada sistem atau perangkat pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang khas dari suatu masyarakat karena berbeda dengan masyarakat lainnya.
Pembelajaran IPA berbasis etnosains adalah suatu pembelajaran yang bertujuan untuk mengaitkan antara budaya dan materi sains atau Ilmu Pengetahuan Alam dalam konteks etnosains. Dengan pendekatan ini, siswa secara tidak langsung diajak untuk berinteraksi dengan berbagai budaya lokal dan menggali pengetahuan sains yang terdapat dalam budaya tersebut.
Manfaat Pembelajaran Berbasis Etnosains
1. Memudahkan siswa dalam memahami materi
Dengan mengaitkan materi IPA dengan konteks budaya lokal, siswa dapat lebih mudah memahami dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh. Karena materinya tidak hanya diajarkan secara teori saja, tetapi diajarkan secara kontekstual dengan melihat penerapannya dalam kehidupan-sehari. Siswa akan merasa bahwa apa yang mereka pelajari di sekolah relevan dengan dunia nyata dan kehidupan mereka.
2. Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan budaya lokal pada siswa
Pembelajaran IPA berbasis etnosains membantu siswa untuk mengenal dan menghargai budaya lokal. Siswa belajar tentang bagaimana masyarakat di daerah mereka memanfaatkan alam dan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Diharapkan siswa dapat memupuk rasa bangga dan menanamkan rasa cinta terhadap budaya yang ada, sehingga budaya lokal dapat terus dilestarikan.
3. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis
Melalui pembelajaran berbasis etnosains, siswa didorong untuk berpikir kritis dalam menganalisis dan memecahkan masalah serta menemukan solusi yang inovatif. Mereka tidak hanya belajar untuk menerima informasi secara pasif tetapi juga menguji kebenaran dan relevansi informasi tersebut.
4. Meningkatakan motivasi dan minat belajar
Etnosains membuat pembelajaran IPA lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa karena melibatkan siswa secara aktif. Siswa akan lebih antusias untuk belajar karena mereka merasa materi pembelajaran relevan dengan budaya dan lingkungan sekitar mereka.
Implementasi Pembelajaran Berbasis Etnosais
Kearifal lokal diidentikkan dengan berbagai macam kebudayaan di lingkungan sekitar, seperti adat istiadat, pakaian daerah, dan makanan khas suatu daerah tertentu. Proses pembelajaran di sekolah dasar akan banyak menggunakan metode pembelajaran yang konkret karena siswa SD masih berada pada tahap mengenal sesuatu secara konkret. Etnosains dapat diintegrasikan ke dalam kelas IPA/Fisika dengan topik pembelajaran yang berbeda (Aji, 2017). Dengan demikian, pengetahuan adalah hasil dari siswa membangun pemahaman mereka sendiri, dan proses pembelajaran tidak selalu harus dilakukan di dalam kelas, tetapi juga bisa dilakukan di luar kelas (outdoor class). Berikut adalah beberapa implementasi pembelajaran IPA yang berbasis etnosains :
Dalam artikel (Widyaningrum, 2018) budaya lokal yang diintegrasikan dalam pembelajaran berbasis etnosains di Kota Surakarta yaitu :
1. Batik Laweyan
Membahas tentang pencemaran lingkungan yang mempengaruhi kualitas air dan cara pengolahan limbah sisa pembuatan batik (Materi Kelas 5 tema 8). Sisa limbah pewarna ikat yang tidak terpakai (malam hari) dapat didaur ulang dan dimanfaatkan dalam campuran lain untuk proses pembuatan pewarna ikat selanjutnya. Limbah lilin didaur ulang dengan menggunakan tangki penampung limbah batik, sementara limbah pewarna disaring, disimpan di tangki pengumpul hingga mengendap, lalu dibuang ke parit.
2. Pasar Gede
Tentang makanan dan kesehatan (Materi Kelas 5, Tema 3). Produk yang dijual di Pasar Gede berkaitan dengan makanan dan kesehatan. Kandungan makanan mencakup karbohidrat,
lemak, protein, vitamin, air, dan mineral. Selain itu, topik ini juga mencakup makanan sehat dan tidak sehat, serta penggunaan pewarna dan pemanis dalam makanan.
3. Tanaman Obat sebagai bahan jamu
Mengintegrasikan materi Perkembangbiakan pada tumbuhan (Kelas 3, tema 1, Sub tema 2). Berbagai jenis tanaman obat dapat diasosiasikan dengan ciri-ciri tanaman dikotil dan monokotil, serta cara perbanyakan dan perbanyakan vegetatifnya.
4. Sistem bercocok tanam masyarakat Jawa
Mengintegrasikan materi perubahan musim (Materi kelas 3, tema 3, subtema 3) dan ekosistem (Materi kelas 5, tema 5). Pola dan waktu budidaya dapat dikaitkan dengan musim, serta komponen biotik dan abiotik dalam pertanian dapat dikaitkan dengan topik ekosistem.
Dalam artikel (Nuralita, 2020) budaya lokal di Semarang yang diintegrasikan dalam pembelajaran IPA berbasis etnosains yaitu :
1. Alat musik tradisional dan Permainan telepon kaleng
Pembelajaran etnosains menggunakan alat musik tradisional dan permainan telepon kaleng dilakukan oleh SDN Rejosari 02 Semarang dengan mengintegrasikan materi tentang bunyi (materi kelas 4 tema 1).
2. Permainan tarik tambang dan ketapel
Permainan tarik tambang dan ketapel dalam pembelajaran etnoosains dilaksanakan di SDN Rejosari 03 Semarang, dengan mengintrgrasikan materi Macam – macam gaya (materi kelas 4 Tema 7).
3. Alat transportasi tradisional berupa delman dan becak
Penerapan pembelajaran etnosains menggunakan alat transportasi tradisional berupa delman dan becak dilakukan oleh SDN Bugangan 03 Semarang, dengan mengintegrasikan materi gaya dan gerak (materi kelas 4 tema 7).
4. Goa kreo
Pembelajaran etnosains dengan berkunjung ke Goa Kreo dilaksanakan oleh SDN Bugangan 03 Semarang, dengan mengintegrasikan materi ekosistem (materi kelas 5 tema 5). Pembelajarannya dilakukan dengan mengamati ekosistem yang ada di Goa kreo. 5. Proses memasak bakmi jawa
Mengamati proses memasak bakmi jawa dalam pembelajaran etnosains dilaksanakan di SDN Rejosari 03 Semarang, dengan mengintegrasikan materi kalor dan perpindahannya (materi kelas 5 tema 6).
6. Jamu
Pembelajaran etnosains yang dilakukan dengan mengamati pembuatan jamu dilakukan oleh SDN Rejosari 02 Semarang, dengan mengintegarsikan materi benda tunggal dan campuran (materi kelas 5 tema 9).
Pengimplementasian pembelajaran berbasis etnosains dapat disesuaikan dengan budaya dan kearifan lokal yang ada di setiap daerah. Karena Indonesia memiliki beragam kebudayaan, sehingga setiap daerah memiliki budaya dan adatnya masing-masing. Oleh karena itu, pengimplementasian pembelajaran berbasis etnosains di setiap daerah berbeda-beda dan akan di sesuaikan dengan budaya dan kearifan lokal yang ada.
Tantangan Pembelajaran Berbasis Etnosains
1. Kurangnya keterampilan guru dalam mengintegrasikan materi dengan budaya lokal Kesulitan yang dialami guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis etnosains yaitu pemilihan materi dan penyusunan RPP untuk diterapkan dalam pembelajaran berbasis etnosains masih belum terintegrasi dengan baik antara materi dengan budaya lokal. Selain itu, guru juga merasa kurang adanya pelatihan dalam pembuatan RPP berbasis etnosains sehingga menyebabkan guru kurang memahami untuk mengintegrasikan materi dengan lingkungan.
2. Membutuhkan pengawasan yang lebih dalam pembelajaran etnosains
Pembelajaran etnosains yang dilakukan di luar kelas membutuhkan pengawasan yang lebih dari guru. Karena pasti ada beberapa siswa yang memanfaatkan pembelajaran di luar kelas dengan bermain dan tidak memperhatikan pembelajaran, sehingga perlu pengawasan yang lebih supaya pembelajaran tetap sesuai dengan tujuan dan tidak sia-sia.
3. Keterbatasan waktu pembelajaran
Kesulitan guru dalam membelajarkan sains masih kaku, karena mengikuti acuan buku (Winarni, 2017). Selain itu, guru juga mengalami keterbatasan waktu dan kemampuan guru harus ditingkatkan sesuai dengan tujuan pembelajaran sains. Karena pada dasarnya jika semua mata pelajaran dilakukan dengan pembelajaran berbasis etnosains maka akan
memakan waktu yang sangat banyak karena penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran berbasis etnosains memerlukan waktu yang lebih lama.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran berbasis etnosains sangat efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar karena dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis, meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa, serta memudahkan siswa belajar secara kontekstual dengan kehidupan sehari-hari dan diharapkan juga siswa dapat lebih mengenal budaya lokal yang ada di sekitar mereka. Namun, dalam pengimplementasiannya terdapat tantangan yang dialami guru dalam pembelajaran berbasis etnosains diantaranya yaitu kurangnya keterampilan guru dalam mengintegrasikan materi dengan budaya lokal yang ada, pembelajaran etnosains membutuhkan pengawasan yang lebih, dan keterbatasan waktu pembelajaran karena penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran berbasis etnosains memerlukan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, perlu adanya pelatihan dalam pembuatan perencanaan pembelajaran berbasis etnosains agar pembelajaran dapat dilaksanakan secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Fahrozy, F. P. N., Irianto, D. M., & Kurniawan, D. T. (2022). Etnosains sebagai upaya belajar secara kontekstual dan lingkungan pada peserta didik di sekolah dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 4(3), 4337-4345.
Pertiwi1b, U. D., & Firdausi1a, U. Y. R. (2019). Upaya meningkatkan literasi sains melalui pembelajaran berbasis etnosains. Indonesian Journal of Natural Science Education (IJNSE), 2(1), 122-124.
Nuralita, A. (2020). Analisis penerapan model Pembelajaran berbasis etnosains dalam pembelajaran tematik SD. Mimbar PGSD Undiksha, 8(1), 1-8.
Alfiana, A., & Fathoni, A. (2022). Kesulitan Guru dalam Menerapkan Pembelajaran IPA Berbasis Etnosains di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(4), 5721-5727.
Widyaningrum, R. (2018). Analisis kebutuhan pengembangan model pembelajaran berbasis etnosains untuk meningkatkan kualitas pembelajaran ipa dan menanamkan nilai kearifan lokal siswa sekolah dasar. Widya Wacana: Jurnal Ilmiah, 13(2).