-->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Tag Terpopuler

Pembelajaran IPA Berbasis Etnosains dalam Upaya Belajar secara Kontekstual dan Meningkatkan Pengenalan Budaya Lokal pada Siswa Sekolah Dasar

Minggu, 30 Juni 2024 | Juni 30, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-30T12:44:51Z

Pembelajaran IPA Berbasis Etnosains dalam Upaya Belajar secara  Kontekstual dan Meningkatkan Pengenalan Budaya Lokal pada Siswa  Sekolah Dasar  

Intan Dwi Cahyati 

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa 

Pendidikan Guru Sekolah Dasar 

intandwi1144@gmail.com 

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di sekolah dasar sering dianggap abstrak dan  sulit dipahami oleh siswa. Hal ini disebabkan karena materi IPA sering diajarkan secara teoritis  dan tidak terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan  pembelajaran yang dapat membantu siswa lebih mudah memahami konsep IPA dan  mengaitkannya dengan konteks kehidupan mereka. Salah satu pendekatan pembelajaran yang  bisa digunakan untuk mencapai tujuan tersebut adalah pembelajaran berbasis etnosains.  

Etnosains merupakan ilmu yang dipelajari dan dikembangkan oleh masyarakat lokal  berdasarkan pengalaman dan kearifan lokal mereka. Pembelajaran berbasis etnosains  menggabungkan konsep IPA dengan pengetahuan dan budaya lokal, sehingga siswa dapat  mempelajari IPA dengan cara yang lebih kontekstual dan bermakna. Etnosains merupakan suatu  pendekatan pembelajaran yang dianggap cukup efektif untuk digunakan dalam pembelajaran IPA, dengan menggunakan pendekatan ini siswa akan mengalami pembelajaran secara langsung  mengenai suatu sains dasar yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa berbasis etno  yang beraneka ragam. 

Pada era globalisasi saat ini, siswa sudah mulai tidak mengenal budaya lokal yang ada di  sekitar, mereka mulai terpengaruh dengan budaya asing yang masuk ke Indonesia. Sehingga rasa  nasionalisme siswa mulai memudar, padalah Indonesia memiliki kebudayaan dan kearifal lokal  yang beraneka ragam. Agar eksistensi budaya dan kearifan lokal Indonesia tetap kokoh, maka  siswa sekolah dasar sebagai generasi penerus bangsa perlu ditanamkan rasa cinta terhadap  kebudayaan dan kearifan lokal sejak dini dengan cara mengintegrasikan pengetahuan budaya  dalam proses pembelajaran. Dengan adanya pembelajaran berbasis etnosains selain 

mengupayakan belajar secara kontekstual dengan kehidupan sehari-hari, diharapkan juga  pembelajaran berbasis etnosains dapat membuat siswa lebih mengenal budaya lokal yang ada di  sekitar mereka. Namun, ada juga tantangan yang dihadapi oleh guru dalam penerapan  pembelajaran berbasis etnosains. Berikut adalah penjelasan lengkapnya : 

Pengertian Pembelajaran Berbasis Etnosains 

Kata ethnoscience (etnosains) bersasal dari kata ethnos (bahasa Yunani) yang berarti bangsa,  dan scientia (bahasa Latin) artinya pengetahuan. Oleh sebab itu etnosains adalah pengetahuan  yang dimiliki oleh suatu bangsa atau lebih tepat lagi suatu suku bangsa atau kelompok sosial  tertentu sebagai system of knowledge and cognition typical of a givel culture (Parmin, 2017) penekanannya pada sistem atau perangkat pengetahuan yang merupakan pengetahuan yang khas  dari suatu masyarakat karena berbeda dengan masyarakat lainnya.  

Pembelajaran IPA berbasis etnosains adalah suatu pembelajaran yang bertujuan untuk  mengaitkan antara budaya dan materi sains atau Ilmu Pengetahuan Alam dalam konteks  etnosains. Dengan pendekatan ini, siswa secara tidak langsung diajak untuk berinteraksi dengan  berbagai budaya lokal dan menggali pengetahuan sains yang terdapat dalam budaya tersebut. 

Manfaat Pembelajaran Berbasis Etnosains 

1. Memudahkan siswa dalam memahami materi 

Dengan mengaitkan materi IPA dengan konteks budaya lokal, siswa dapat lebih mudah  memahami dan mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh. Karena materinya tidak  hanya diajarkan secara teori saja, tetapi diajarkan secara kontekstual dengan melihat  penerapannya dalam kehidupan-sehari. Siswa akan merasa bahwa apa yang mereka pelajari  di sekolah relevan dengan dunia nyata dan kehidupan mereka. 

2. Menumbuhkan rasa cinta tanah air dan budaya lokal pada siswa 

Pembelajaran IPA berbasis etnosains membantu siswa untuk mengenal dan menghargai  budaya lokal. Siswa belajar tentang bagaimana masyarakat di daerah mereka memanfaatkan  alam dan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Diharapkan  siswa dapat memupuk rasa bangga dan menanamkan rasa cinta terhadap budaya yang ada,  sehingga budaya lokal dapat terus dilestarikan. 

3. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis

Melalui pembelajaran berbasis etnosains, siswa didorong untuk berpikir kritis dalam  menganalisis dan memecahkan masalah serta menemukan solusi yang inovatif. Mereka tidak  hanya belajar untuk menerima informasi secara pasif tetapi juga menguji kebenaran dan  relevansi informasi tersebut. 

4. Meningkatakan motivasi dan minat belajar 

Etnosains membuat pembelajaran IPA lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa karena  melibatkan siswa secara aktif. Siswa akan lebih antusias untuk belajar karena mereka merasa  materi pembelajaran relevan dengan budaya dan lingkungan sekitar mereka.  

Implementasi Pembelajaran Berbasis Etnosais 

Kearifal lokal diidentikkan dengan berbagai macam kebudayaan di lingkungan sekitar,  seperti adat istiadat, pakaian daerah, dan makanan khas suatu daerah tertentu. Proses  pembelajaran di sekolah dasar akan banyak menggunakan metode pembelajaran yang konkret  karena siswa SD masih berada pada tahap mengenal sesuatu secara konkret. Etnosains dapat  diintegrasikan ke dalam kelas IPA/Fisika dengan topik pembelajaran yang berbeda (Aji, 2017).  Dengan demikian, pengetahuan adalah hasil dari siswa membangun pemahaman mereka sendiri,  dan proses pembelajaran tidak selalu harus dilakukan di dalam kelas, tetapi juga bisa dilakukan  di luar kelas (outdoor class). Berikut adalah beberapa implementasi pembelajaran IPA yang  berbasis etnosains : 

Dalam artikel (Widyaningrum, 2018) budaya lokal yang diintegrasikan dalam pembelajaran  berbasis etnosains di Kota Surakarta yaitu : 

1. Batik Laweyan 

Membahas tentang pencemaran lingkungan yang mempengaruhi kualitas air dan cara  pengolahan limbah sisa pembuatan batik (Materi Kelas 5 tema 8). Sisa limbah pewarna ikat  yang tidak terpakai (malam hari) dapat didaur ulang dan dimanfaatkan dalam campuran lain  untuk proses pembuatan pewarna ikat selanjutnya. Limbah lilin didaur ulang dengan  menggunakan tangki penampung limbah batik, sementara limbah pewarna disaring, disimpan  di tangki pengumpul hingga mengendap, lalu dibuang ke parit. 

2. Pasar Gede 

Tentang makanan dan kesehatan (Materi Kelas 5, Tema 3). Produk yang dijual di Pasar Gede  berkaitan dengan makanan dan kesehatan. Kandungan makanan mencakup karbohidrat, 

lemak, protein, vitamin, air, dan mineral. Selain itu, topik ini juga mencakup makanan sehat  dan tidak sehat, serta penggunaan pewarna dan pemanis dalam makanan. 

3. Tanaman Obat sebagai bahan jamu 

Mengintegrasikan materi Perkembangbiakan pada tumbuhan (Kelas 3, tema 1, Sub tema 2).  Berbagai jenis tanaman obat dapat diasosiasikan dengan ciri-ciri tanaman dikotil dan  monokotil, serta cara perbanyakan dan perbanyakan vegetatifnya. 

4. Sistem bercocok tanam masyarakat Jawa 

Mengintegrasikan materi perubahan musim (Materi kelas 3, tema 3, subtema 3) dan  ekosistem (Materi kelas 5, tema 5). Pola dan waktu budidaya dapat dikaitkan dengan musim,  serta komponen biotik dan abiotik dalam pertanian dapat dikaitkan dengan topik ekosistem. 

Dalam artikel (Nuralita, 2020) budaya lokal di Semarang yang diintegrasikan dalam  pembelajaran IPA berbasis etnosains yaitu : 

1. Alat musik tradisional dan Permainan telepon kaleng 

Pembelajaran etnosains menggunakan alat musik tradisional dan permainan telepon kaleng dilakukan oleh SDN Rejosari 02 Semarang dengan mengintegrasikan materi tentang bunyi  (materi kelas 4 tema 1). 

2. Permainan tarik tambang dan ketapel 

Permainan tarik tambang dan ketapel dalam pembelajaran etnoosains dilaksanakan di SDN  Rejosari 03 Semarang, dengan mengintrgrasikan materi Macam – macam gaya (materi kelas  4 Tema 7). 

3. Alat transportasi tradisional berupa delman dan becak  

Penerapan pembelajaran etnosains menggunakan alat transportasi tradisional berupa delman  dan becak dilakukan oleh SDN Bugangan 03 Semarang, dengan mengintegrasikan materi  gaya dan gerak (materi kelas 4 tema 7). 

4. Goa kreo 

Pembelajaran etnosains dengan berkunjung ke Goa Kreo dilaksanakan oleh SDN Bugangan  03 Semarang, dengan mengintegrasikan materi ekosistem (materi kelas 5 tema 5).  Pembelajarannya dilakukan dengan mengamati ekosistem yang ada di Goa kreo.  5. Proses memasak bakmi jawa

Mengamati proses memasak bakmi jawa dalam pembelajaran etnosains dilaksanakan di SDN  Rejosari 03 Semarang, dengan mengintegrasikan materi kalor dan perpindahannya (materi  kelas 5 tema 6). 

6. Jamu 

Pembelajaran etnosains yang dilakukan dengan mengamati pembuatan jamu dilakukan oleh  SDN Rejosari 02 Semarang, dengan mengintegarsikan materi benda tunggal dan campuran  (materi kelas 5 tema 9). 

Pengimplementasian pembelajaran berbasis etnosains dapat disesuaikan dengan budaya dan  kearifan lokal yang ada di setiap daerah. Karena Indonesia memiliki beragam kebudayaan,  sehingga setiap daerah memiliki budaya dan adatnya masing-masing. Oleh karena itu,  pengimplementasian pembelajaran berbasis etnosains di setiap daerah berbeda-beda dan akan di  sesuaikan dengan budaya dan kearifan lokal yang ada.  

Tantangan Pembelajaran Berbasis Etnosains 

1. Kurangnya keterampilan guru dalam mengintegrasikan materi dengan budaya lokal Kesulitan yang dialami guru dalam pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis etnosains yaitu pemilihan materi dan penyusunan RPP untuk diterapkan dalam pembelajaran berbasis  etnosains masih belum terintegrasi dengan baik antara materi dengan budaya lokal. Selain  itu, guru juga merasa kurang adanya pelatihan dalam pembuatan RPP berbasis etnosains sehingga menyebabkan guru kurang memahami untuk mengintegrasikan materi dengan  lingkungan.  

2. Membutuhkan pengawasan yang lebih dalam pembelajaran etnosains 

Pembelajaran etnosains yang dilakukan di luar kelas membutuhkan pengawasan yang lebih  dari guru. Karena pasti ada beberapa siswa yang memanfaatkan pembelajaran di luar kelas  dengan bermain dan tidak memperhatikan pembelajaran, sehingga perlu pengawasan yang  lebih supaya pembelajaran tetap sesuai dengan tujuan dan tidak sia-sia. 

3. Keterbatasan waktu pembelajaran 

Kesulitan guru dalam membelajarkan sains masih kaku, karena mengikuti acuan buku (Winarni, 2017). Selain itu, guru juga mengalami keterbatasan waktu dan kemampuan guru  harus ditingkatkan sesuai dengan tujuan pembelajaran sains. Karena pada dasarnya jika  semua mata pelajaran dilakukan dengan pembelajaran berbasis etnosains maka akan 

memakan waktu yang sangat banyak karena penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran  berbasis etnosains memerlukan waktu yang lebih lama. 

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, pembelajaran berbasis etnosains sangat  efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar karena dapat  mengembangkan keterampilan berpikir kritis, meningkatkan motivasi dan minat belajar siswa,  serta memudahkan siswa belajar secara kontekstual dengan kehidupan sehari-hari dan  diharapkan juga siswa dapat lebih mengenal budaya lokal yang ada di sekitar mereka. Namun,  dalam pengimplementasiannya terdapat tantangan yang dialami guru dalam pembelajaran  berbasis etnosains diantaranya yaitu kurangnya keterampilan guru dalam mengintegrasikan  materi dengan budaya lokal yang ada, pembelajaran etnosains membutuhkan pengawasan yang  lebih, dan keterbatasan waktu pembelajaran karena penyusunan dan pelaksanaan pembelajaran  berbasis etnosains memerlukan waktu yang lebih lama. Oleh karena itu, perlu adanya pelatihan  dalam pembuatan perencanaan pembelajaran berbasis etnosains agar pembelajaran dapat  dilaksanakan secara optimal. 

DAFTAR PUSTAKA 

Fahrozy, F. P. N., Irianto, D. M., & Kurniawan, D. T. (2022). Etnosains sebagai upaya belajar  secara kontekstual dan lingkungan pada peserta didik di sekolah dasar. Edukatif: Jurnal  Ilmu Pendidikan, 4(3), 4337-4345. 

Pertiwi1b, U. D., & Firdausi1a, U. Y. R. (2019). Upaya meningkatkan literasi sains melalui  pembelajaran berbasis etnosains. Indonesian Journal of Natural Science Education  (IJNSE), 2(1), 122-124. 

Nuralita, A. (2020). Analisis penerapan model Pembelajaran berbasis etnosains dalam  pembelajaran tematik SD. Mimbar PGSD Undiksha, 8(1), 1-8. 

Alfiana, A., & Fathoni, A. (2022). Kesulitan Guru dalam Menerapkan Pembelajaran IPA  Berbasis Etnosains di Sekolah Dasar. Jurnal Basicedu, 6(4), 5721-5727. 

Widyaningrum, R. (2018). Analisis kebutuhan pengembangan model pembelajaran berbasis  etnosains untuk meningkatkan kualitas pembelajaran ipa dan menanamkan nilai kearifan  lokal siswa sekolah dasar. Widya Wacana: Jurnal Ilmiah, 13(2).


×
Berita Terbaru Update